Sinopsis Episode 1 - 17 dalam Bahasa Indonesia - 20 Episode Korean Drama Iljimae (??? ) from May 21, 2008 - July 24, 2008


Informasi terbaru Sinopsis Episode 1 - 17 dalam Bahasa Indonesia - 20 Episode Korean Drama Iljimae (??? ) from May 21, 2008 - July 24, 2008 kami sediakan khusus untuk pembaca setia surattresna.blogspot.com, semoga informasi Sinopsis Episode 1 - 17 dalam Bahasa Indonesia - 20 Episode Korean Drama Iljimae (??? ) from May 21, 2008 - July 24, 2008 memberikan pengetahuan lebih untuk kita semua.
Episode 1 - 17


Details

* Title: ??? (???) / Iljimae
* Genre: Historical
* Episodes: 20
* Broadcast network: SBS
* Broadcast period: 2008-May-21 to 2008-Jul-24
* Air time: Wednesday & Thursday 21:55
* Related Series: The Return of Iljimae, Il-Ji-Mae

Cast

* Lee Joon Ki as Iljimae / Yong / Lee Geom
o Yeo Jin Goo as Geom (child)
* Han Hyo Joo as Eun Chae
o Kim Yoo Jung as Eun Chae (child)
* Lee Young Ah as Bong Soon
o Jung Da Bin as Bong Soon (child)
* Park Shi Hoo as Shi Hoo / Ja Dol
o Lee David as Ja Dol (teen)

Extended Cast

* Lee Moon Shik as Swe Dol (Yong's adopted father)
* Kim Sung Ryung as Dani (Shi Hoo's mother)
* Lee Won Jong as Byun Sik (Eun Chae's father)
* Ahn Kil Kang as Kong He / monk (Bong Soon's adopted father)
* Moon Ji Yoon as Dae Shi (Yong's friend)
* Kim Chang Wan as the king
* Kim Roe Ha as Sa Cheon (chief assassin)
* Kim Moo Yul as Shi Wan (Eun Chae's brother)
* Do Ki Suk as Hee Bong / Slick (Castor Oil gang boss)
* Kim Hyun Sung as Heung Kyun
* Jung Jae Eun as Sim Seok
* Suh Dong Won as Eun Bok (Hunter Jang's son)
* Lee Won Jae as Hunter Jang
* Kim Kwang Sik as Geok Doo
* Yang Jae Sung as Shim Gi Won
* Lee Seol Goo as Kang Woo
* Jo Sang Ki as Moo Yi (Sa Cheon's follower)
* Lee Il Hwa as Lady Han (Geom's mother)
* Son Tae Young as Lee Yeon (Geom's older sister)
* Jo Min Ki as Lee Won Ho (Geom's biological father)
* Yun Joon Suk
* Ahn Ji Hong
* Baek Seung Hyun
* No Young Hak

Synopsis

Set during the Joseon Dynasty, Yong acted as a hooligan in the marketplace by day but at night he was a thief who robbed corrupted government officials to give to the poor. After each robbery he left behind a painting depicting a plum tree branch to make his mark and was thus named Iljimae. His main purpose was not so much to rob but to search for the owner of a specially designed sword which he saw as a child was used to kill his father, a loyal subject of the emperor. Eun Chae is a government official's daughter who despite her upbringing has a lot of empathy towards the poor. She met Iljimae by chance and couldn't help admiring him for what he stood for even though she had never seen his face.

Sinopsis Iljimae Episode 1 dalam Bahasa Indonesia

"Apa yang kau lakukan?" tanya seorang laki-laki gempal, teman Iljimae.
"Woi, sangat tidak mungkin melewati dinding setinggi ini!" protes teman Iljimae yang lain, seorang laki-laki kurus berkumis.
"Benar." ujar temannya yang lain, laki-laki berambut panjang dan mengenakan ikat kepala. "Tidak mungkin kau bisa masuk ke tempat itu. Kau harus mengubah rencanamu."
"Tidak ada tempat di muka bumi ini yang tidak bisa kumasuki." ujar seorang laki-laki berbaju hitam. "Karena aku adalah Iljimae."
"Minggir, minggir... Aku harus cepat, jika tidak es ini akan meleleh!" seru seorang pengantar es. Beberapa penjaga hendak menghentikannya. "Aku mendapat perintah untuk mengisi es di ruang es."
"Malam ini ada larangan bagi siapa saja untuk masuk dan keluar istana. Kau harus menunggu sampai besok pagi." ujar pengawal.
"Besok pagi?" seru pengantar es. "Tidak bisa! Es ini bisa mencair!"
Pengawal itu menyerah dan menyuruh anak buahnya memeriksa si pengantar es dan barang bawaannya.
"Ada masalah apa?" tanya pengantar es.
"Situasi sedang gawat. Iljimae akan merampok malam ini." kata pengawal.
Salah satu pengawal melihat sebuah es yang berwarna merah. "Kenapa es ini berwarna merah?" tanyanya.
"Itu arak Bokbunja yang telah membeku sepanjang musim salju di dekat sungai Daedong." kata si pengantar es. "Itu adalah arak spesial untuk menyambut Utusan Thanh yang akan datang besok."
Pengawal pengizinkan pengantar es itu masuk. Ia menarik gerobaknya menuju ruang es dan memecahkan es yang berwarna merah. Ternyata di dalam es itu tersimpan pakaian dan topengnya. Pengantar es itu adalah Iljimae.
Iljimae menyusup masuk ke gedung tempat disimpannya barang pusaka kerajaan. Tidak ada seorang pengawal pun yang melihatnya menuju ke sana.
Iljimae sampai di ruangan besar tempat pusaka itu tersimpan. Ternyata sudah ada banyak pengawal yang bersembunyi di sana. Iljimae bertarung melawan mereka semua. Ia mematikan lilin, membuat para pengawal bingung, tidak tahu harus menyerang kemana.
Ruangan gelap beberapa saat. "Semuanya! Nyalakan lilin!"
Iljimae bertarung dengan salah satu pengawal. Iljimae kalah. Pengawal yang lain maju hendak menangkapnya. "Aku ingin melihat wajahmu!" ujar kepala pengawal. "Buka topengnya!"
Salah satu pengawal maju dan membuka topeng Iljimae. Ternyata itu bukanlah Ijimae.
"Orang tadi adalah Iljimae!" seru Iljimae palsu.
Kepala pengawal dan anak buahnya keluar dan menemukan benda pusaka sudah dicuri.
Iljimae melarikan diri keluar dari istana. Ia sampai disuatu tempat yang dipenuhi oleh bunga Maehwa (sejenis bunga sakura). Ia menatap bunga itu dengan sedih dan teringat masa kecilnya yang tragis.
"Geom," panggil ayahnya ketika Geom sedang memandang bunga Maehwa. "Begitu banyak bunga yang cantik, kenapa kau menyukai bunga Maehwa?"
Geom tersenyum dan berbalik. "Karena bunga Maehwa mirip bunga Sakura, tapi tidak semewah bunga Sakura. Bunga Maehwa seperti bunga Jasmine, tapi tidak kelihatan menyedihkan seperti bunga Jasmine. Karena itulah aku menyukainya dan menganggap bunga Maehwa adlah bunga paling cantik diantara bunga yang lain."
Geom melihat ayahnya melukis. (Duh, belum apa-apa udah mau nangis..)
Keluarga bahagia, begitulah keluarga Geom kecil. Geom memiliki segalanya. Ia memiliki ayah dan ibu yang baik. Ia memliki seorang kakak perempuan yang baik dan cantik. Ia juga memiliki kekayaan materi.
"Apa benar kau melihatnya?"
"Benar, Tuan. Ia memiliki warna merah cerah dan kelihatan megah." kata seorang pria buta.
"Bagamana kau bisa melihat itu semua?" tanya seorang pria berpakaian pengawal. Ia bernama Chun, pengawal Raja.
"Tidak lama setelah aku lahir, aku kehilangan pengelihatanku karena suatu penyakit. Tapi sebagai gantinya, aku bisa melihat hal yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Aku bisa melihat itu dengan jelas." kata pria buta. "Ia memiliki hati yang hangat, layaknya sup yang dibutuhkan oleh orang-orang."
Pria buta itu berjalan pergi.
"Ia melihat apa yang seharusnya tidak dilihat." kata seorang pria, yang tidak lain adalah sang Raja. "Aku juga mendengar apa yang seharusnya tidak didengar."
Chun mengangguk, tanda paham. Ia mengejar si pria buta dan membunuhnya.
Setelah itu, mereka pergi menuju ke desa dimana si pria buta tinggal dan membunuh semua orang yang tinggal di sana. Istri si pria buta berhasil lolos dan membawa kabur kedua anaknya.
Istri pria buta itu meminta putra sulungnya lari dan menjaga adiknya, Bong Soon.
Para pembunuh berhasil mengejar istri pria buta itu dan membunuhnya.

Geom Wa berjalan-jalan di pasar dan melihat-lihat barang di sana. Tiba-tiba seorang gadis kecil memegang bajunya dan meminta uang darinya.
"Aku tidak punya uang. Pergi!" ujar Geom seraya menarik tangannya dari pegangan gadis kecil itu, membuat gadis itu terjatuh dan menangis.
"Bong Soon, kau tidak apa-apa?" tanya kakak Bong Soon yang tiba-tiba datang. Ia berdiri dan menarik baju Geom. "Apa menjadi orang kaya membuatmu merasa hebat?"
"Maafkan aku." kata Geom. "Aku tidak bermaksud membuat dia jatuh."
Pengawal Geom datang dan mengusir kedua anak itu. Ayahnya datang dan mengajak Geom pergi. "Ayo, Geom."

Ja Dol menemani ibunya mengantar hasil jahitan ke pasar. Karena ibunya ingin pergi ke suatu tempat untuk mengambil kain yang akan dijahit, ia meminta Ja Dol menunggunya di pasar.
Tiba-tiba terdengar suara keramaian. Ada pertunjukkan di pasar. Ja Dol berlari ingin melihat pertunjukkan itu. Tidak sengaja ia menabrak seorang anak bangsawan (bernama Shi Wan), namun tetap berlari pergi. Shi Wan kesal dan berniat memberi Ja Dol pelajaran.

Shi Wan mencuri perhiasan milik ayah Geom dan meletakkannya di tas Ja Dol. Dari seberang, teman Shi Wan berteriak-teriak. "Maling! Maling! Ada maling! Ada maling di sana!" teriaknya seraya menunjuk ke arah Ja Dol dan ayah Geom.
Para polisi datang dan menangkap Ja Dol. Ja Dol bingung kenapa ada perhiasan itu di tasnya.
"Kudengar ayahnya juga seorang pencuri." ujar Shi Wan memprovokasi.
"Ayahku bukan pencuri!" ujar Ja Dol.
Ja Dol dibawa pergi oleh polisi, namun Geom menghalangi mereka. "Tunggu!" panggilnya. "Aku ingin melihat tangannya." Geom melihat tangan Ja Dol dan tersenyum. Ia lalu menunjukkan perhiasan ayahnya pada polisi. "Disini ada bubuk berwarna putih. Coba kau rasakan."
Polisi itu menjilat sedikit bubuk putih itu. "Ini manis." katanya.
"Ini gula yang berasal dari kue." kata Geom. "Ayah, izinkan aku melihat tangan Ayah." Ayah Geom menunjukkan tangannya. "Lihat, di tangan ayahku juga tidak ada bubuk putih. Lalu tangan siapa yang ada bubuk putih?"
Polisi itu bingung.
Geom menunjuk ke arah Shi Wan. "Tuan muda di sana, tunjukkan tanganmu!"
Di tangan Shi Wan memang ada bubuk putih. Ia pergi melarikan diri.
Ja Dol sangat berterima kasih pada Geom. "Terima kasih Tuan Muda. Siapa namamu?"
"Namaku Lee Geom." jawab Geom.
"Lalu Tuan, siapa nama Anda?" tanya Ja Dol pada ayah Geom.
Ayah Geom tertawa. "Aku? Hahaha.. Namaku Lee Won Ho."
"Aku pasti akan membayar kebaikan kalian." kata Ja Dol.
"Tidak perlu." Won Ho berkata bijak. "Tumbuhlah menjadi anak yang berbudi luhur. Itulah yang kuminta. Benar, Geom?"
"Ja Dol! Kau tidak apa-apa?" Ibunya tiba-tiba berlari datang.
"Aku tidak apa-apa ibu. Mereka menyelamatkan aku."
Ibu Ja Dol menoleh hendak berterima kasih, namun ia terkejut melihan Won Ho.
"Apa ia putramu?" tanya Won Ho pada ibu Ja Dol. Ibu Ja Dol tidak menjawab dan membawa Ja Dol pergi.

Shi Wan datang lagi ketika Geom dan ayahnya sedang makan. Ia marah karena mereka melindungi Ja Dol. "Apa kau tidak tahu siapa aku? Aku adalah putra Lord Byun Shik."
"Putra Byun Shik?" tanya Wan Ho, tidak terkejut sama sekali. "Pulang dan katakan pada ayahmu bahwa putranya bertemu dengan Lee Won Ho."
"Baik. Aku akan menyampaikan pesanmu." ujar Shi Wan angkuh.
Geom sangat kesal melihatnya. Ia menyerang Shi Wan dan memukul pipinya. Shi Wan itu menangis.

Berbeda dengan Lee Won Ho yang menghormati semua orang tanpa memandang status, Byun Shik adalah seorang pejabat pemerintah yang semena-mena kepada orang yang statusnya berada di bawahnya. Keluarganya angat menyukai kemewahan dan kekayaan.
Shi Wan datang sambil menangis. Ia adalah putra kesayangan Byun Shik. Shi Wan mengatakan bahwa yang memukulnya adalah putra Lee Won Ho.
Byun Shik kesal setengah mati, namun tidak bisa melakukan apa-apa.
"Kenapa kau begitu takut pada Lee Won Ho itu?" tanya istrinya.
"Ia memiliki hubungan yang aneh dengan Yang Mulia. Ia adalah penyelamat Yang Mulia." kata Byun Shik.
Istri Byun Shik terkejut. "Jadi, Shi Wan mengganggu seorang pahlawan? Apa yang akan terjadi pada kita?"
Byun Shik menyuruh istrinya membungkus batu amber. "Aku harus menyelesaikan ini. Jika tidak, jangan menyebut aku Byun Shik!"
Byun Shik mengajak keluarganya berkunjung ke rumah Lee Won Ho, nmaun Shi Wan menolak. Akhirnya, Byun Shik terpaksa pergi sendirian, ditemani oleh putri kecilnya, Eun Chae.
Eun Chae adalah putri Byun Shik yang sangat baik hati. Dengan senang hati, ia menemani ayahnya pergi untuk meminta maaf.

Ibu Ja Dol membasuh kaki putranya. Ia teringat masa lalunya saat ia masih menjadi pelayan Lee Won Ho. Lee Won Ho pernah membasuh kakinya. Dulu, mereka adalah sepasang kekasih.

Eun Chae dan Byun Shik menemui Lee Won Ho. Eun Cha meminta maaf mewakili kakaknya.
"Mengapa kau yang datang kesini dan meminta maaf?" tanya Won Ho.
"Ayah menghukum kakakku. Kakinya dipukul oleh ayah." kata Eun Chae berbohong. "Kaki kakak masih sakit, jadi ia tidak bisa datang untuk meminta maaf. Aku yang mewakilinya untuk meminta maaf."
"Ia masih kecil, tapi bicaranya halus sekali." ujar Won Ho. "Kau memiliki putri yang cerdas." Terlihat sekali kalau Lee Won Ho tidak senang menerima kedatangan Byun Shik.
Byun Shik meminta Eun Chae keluar, kemudian memberikan sebuah batu amber pada Won Ho. Won Ho marah karenanya. Ia bukanlah tipe orang yang bisa disogok dengan hadiah.
Eun Chae berjalan-jalan di kebun Maehwa milik keluarga Lee. Ia melihat seekor burung terbang ke salah satu pohon di dekat pagar. Ia hendak naik ke pohon itu untuk melihat.
"Siapa kau, Nona?" terdengar suara Geom dari belakang. Eun Chae terkejut dan terjatuh.
"Maafkan aku. Burung itu bernyanyi sangat merdu, aku hanya ingin mendengar dari dekat." ujar Eun Chae.
Geom naik ke pohon itu dan mengulurkan tangannya untuk membantu Eun Chae naik. "Kau dengar?"
"Ya." jawab Eun Chae. "Burung apa itu?"
"Burung itu disebut burung hitam." jawab Geom.
"Burung hitam? Suaranya seperti peluit." kata Eun Chae.
"Tapi, burung itu sangat menyedihkan. Burung hitam hanya muncul saat bunga Maehwa sedang mekar. Mereka selalu berada disekitar bunga Maehwa."
"Kenapa?" tanya Eun Chae.
"Karena mereka punya kisah yang sangat tragis." kata Geom. Ia menatap Eun Chae, tapi tiba-tiba Byun Shik memanggil Eun Chae dan mengajaknya pulang. Byun Shik terlihat marah.
That's the first love at the first sight of both Geom and Eun Chae.

Lee Won Ho menemui Raja. "Apa kau ingat? Dulu ketika kita merayakan keberhasilan pemberontakan, kita juga membersihkan pedang di sungai ini. Jika kita tidak memberontak, Gwang Hae pasti masih duduk di tahtanya dan negara ini tidak akan menjadi seperti sekarang." kata Raja. "Kalau dipikir lagi, Gwang Hae sepertinya pilihan yang lebih baik."
"Sebenarnya, kebijakan Gwang Hae dalam menjaga perdamaian antara Dinasti Myung dan Ho Kim adalah keputusan yang tepat." ujar Lee Won Ho jujur. "Dengan melakukan itu, ia bisa mencegah terjadinya pemberontakan. Nyawa para penduduk juga tidak terancam bahaya."
"Kau benar." kata Raja.
"Sekarang belum terlambat." Won Ho melanjutkan. "Kita harus memdirikan Chosun yang kuat agar semua orang bisa hidup dengan damai. Yang Mulia, tolong penuhi janji kita dulu."
"Hanya kau yang berani berkata begitu padaku." kata Raja. "Seperti yang dikatakan orang-orang, hubungan darah adalah hal yang penting."

Raja memanggil Byun Shik. "Tiga hari lagi, aku ingin membunuh semua pengkhianat yang berusaha mengembalikan kekuasaan pada Gwang Hae. Lee Won Ho adalah salah satu pengkhianat itu."
Byun Shik terkejut. "Lee... Lee Won Ho?"
"Benar." kata Raja. "Buatlah seakan-akan Lee Won Ho yang memimpin pemberontakan."
"Bagaimana aku melakukannya?" tanya Byun Shik. Raja tidak mengatakan apapun, namun Byun Shik sudah mengerti. "Baik."

Ja Dol diledek oleh teman-temannya, yang mengatakan kalau ayahnya adalah seorang pencuri. "Ayahku bukan pencuri!" teriaknya. Ia melihat ayahnya, Swe Dol, dari jauh. "Kau bukan pencuri kan?"
"Tentu saja bukan." kata ayahnya, berbohong.
Ja Dol menjadi tenang. Ia dan Swe Dol berjalan-jalan. "Ja Do, aku merasa sedih untukmu. Maafkan aku karena tidak memiliki uang. Maafkan aku karena tidak bisa memberimu makanan yang enak. Maafkan aku, Putraku."
"Tidak, ayah." ujar ja Dol. "Kau adalah ayah yang paling kusayangi sepanjang hidupku."
"Benarkah?"
Ja Dol mengangguk. "Aku akan menjadi anak yang berbudi luhur agar bisa membuat hidup ayah lebih baik. Tapi apa yang harus aku lakukan?"
"Kau harus belajar." kata Swe Dol. "Kau tidak boleh menjadi seperti aku. Aku akan melakukan apapun untuk membuatmu menjadi orang yang berbudi."

Byun Shik memanggil Swe Dol datang dan memberinya sejumlah uang. Ia juga menyerahkan selembar kertas. "Kau hanya perlu mengubur kertas ini dibawah rumah itu." kata Byun Shik. "Setelah kau berhasil melakukannya, aku akan membayarmu dua kali lipat."
"Aku hanya perlu menguburnya?" tanya Swe Dol. Byun Shik mengangguk.

Malam itu, Swe Dol keluar diam-diam dari kamarnya. Ja Dol menyadari kepergiannya dan mengikutinya. Ia ingin tahu apakah ayahnya benar-benar pencuri atau bukan.
Swe Dol mengendap-endap masuk ke rumah keluarga Lee. Ia hendak mengubur kertas itu dibawah rumah keluarga Lee, namun ia penasaran dan membuka kertas itu. Karena ia tidak bisa membaca, maka ia tidak mengerti apa isinya. Namun kertas itu tertulis dengan darah. "Ini sangat aneh." pikir Swe Dol. Ia langsung menemui Byun Shik.
"Apa kau sudah menguburnya?" tanya Byun Shik.
Swe Dol menyerahkan kertas itu kembali kepada Byun Shik. "Aku tidak bisa membaca, jadi aku tidak tahu apa isinya. Tapi aku tidak bisa melakukannya."
Pengawal Byun Shik menangkap Swe Dol dan memukulinya.
Ja Dol, yang sejak tadi mengikuti ayahnya, ditangkap oleh pengawal Byun Shik.
Karena dipukuli habis-habisan, Swe Dol akhirnya menyerah. Ia bersedia mengubur kertas itu. Namun tangannya patah. Untuk menyelamatkan ayahnya, Ja Dol berteriak dan mengatakan kalau ia yang akan melakukannya. Ja Dol mengubur kertas itu di bawah rumah keluarga Lee dan berlari pergi. Sebelum pergi, ia sempat terlihat oleh kakak Geom, Yeon.

Setelah Ja Dol berhasil melakukan tugasnya, ia dikurung bersama ayahnya. Byun Shik menyuruh orang untuk membunuh mereka. Salah satu pelayan Byun Shik berlari ke rumah Swe Dol dan memberi tahu ibu Ja Dol, Dan Ee.
Dan Ee memohon pada Byun Shik untuk mengampuni suami dan anaknya. Namun Byun Shik menolak.
"Anak itu, adalah putra kandungmu!" teriak Dan Ee. "Apa kau lupa? 10 tahun yang lalu?"
"Aku tidak lupa." jawab Byun Shik.
"Apa kau ingin membunuh putramu sendiri?!"

Ja Dol diangkat menjadi putra Byun Shik dan tinggal di rumahnya. Swe Dol melihat kepergian anaknya dan menangis. "Ini adalah hal yang baik." ujarnya menghibur diri. "Maafkan aku... Ja Dol..."

Yeon bercerita bahwa tadi malam ia melihat seorang anak kecil masuk ke rumah mereka. Tapi tidak ada satu barang pun yang hilang. Geom kesal mendengarnya. Ia meminta ayahnya mengajarkan bela diri agar ia bisa melindungi keluarganya dari pencuri.
"Geom, menurutmu, apa arti sebuah pedang?" tanya Wan Ho. "Ada dua jenis pedang. Yang satu digunakan untuk membunuh. Yang satu lagi digunakan untuk menyelamatkan. Aku berharap kau tidak akan pernah menyentuh pedang dalam hidupmu, namun bila itu terjadi, kau harus menggunakan pedang untuk membebaskan orang lain. Kau mengerti?"
"Ya, Ayah!"
Malam itu, orang-orang suruhan Raja menyelinap masuk ke rumah keluarga Geom.
Saat itu, Wan Ho baru selesai menemani Geom belajar. Wan Ho mengetahu kedatangan orang-orang itu. Ia menggendong dan menyembunyikan Geom di dalam lemari.
"Geom, tetaplah disitu dan jangan bergerak." ujar Wan Ho. "Dan jangan bersuara."
"Ayah.."
Wan Ho memberikan perhiasan miliknya pada Geom agar anak itu tenang. "Benda ini bisa mengusir roh jahat dan melindungimu."
Geom ketakutan.
"Geom... Apapun yang terjadi, kau harus meneruskan hidup."
"Ayah..." Geom mulai panik.
"Jawab aku! Katakan kau akan terus hidup!"
"Ya, Ayah..."
Wan Ho membelai wajah Geom, kemudian menutup pintu lemari itu dan menguncinya dari luar.
Wan Ho mengambil pedangnya. Tiga orang pengawal kepercayaan Raja muncul di hadapannya.

Sinopsis Iljimae Episode 2 dalam Bahasa Indonesia

Tiga orang prajurit utusan Raja tiba di rumah keluarga Lee.
Setelah menyembunyikan putranya, Geom, di dalam lemari, Lee Woh Ho menghadapi ketiga prajurit itu.
Ilmu pedang Won Ho sangat hebat, namun tetap saja tidak bisa mengimbangi ketiga prajurit yang mengepungnya. Geom bisa melihat pertarungan itu dari sebuah lubang di lemari. Won Ho terluka, namun ia tetap tidak menyerah dan bertarung mati-matian. Ia melihat pintu kamar tempat lemari Geom berada terbuka. Ia langsung berlari menutup, namun ia ditebas dari belakang. Lee Won Ho kalah. "Siapa yang menyuruh kalian?" tanyanya.
Raja datang.
"Kenapa kau lakukan ini padaku, Yang Mulia?" Won Ho melihat Raja, sangat terkejut.
"Apa yang dikatakan Gwang Hae benar." kata Raja, mengeluarkan pedangnya. "Dua matahari tidak bisa berada di langit yang sama."
Raja membunuh Won Ho dengan pedangnya. Geom melihat mereka dari dalam lemari, dan melihat lambang di pedang yang digunakan Raja. Geom menangis.
Para pembunuh itu sudah mau pergi, namun Chun tiba-tiba berbalik, seperti mendengar sesuatu. Geom menutup mulutnya dengan tangan agar tangis dan nafasnya tidak terdengar. Chun mengguncang-guncang lemari dan Kong He (prajurit yang lain) mengintip lewat lubang lemari. "Tak ada apapun di sana." kata Kong He. Namun Chun masih curiga. Mereka semua kemudian pergi.
Di saat yang sama, Swe Dol manyelinap ke rumah keluarga Lee. Ia sangat terkejut dan takut melihat Woh Ho sudah dibunuh.
"Tolong aku..." terdengar suara seseorang. "Seseorang.. tolong aku..."
Swe Dol berjalan mencari arah suara. Ia mencoba membuka kunci lemari, namun terdengar suara polisi dari luar, yang berteriak meminta Pemberontak Lee Won Ho menyerah dan ditangkap. Swe Dol panik. Ia kemudian mengangkat lemari itu dan pulang ke rumahnya.
Para polisi berkesimpulan bahwa Lee Won Ho mati bunuh diri karena gagal melakukan pemberontakan. Mereka menemukan secarik kertas yang ditulis dengan darah dibawah rumah keluarga Lee. "Dia benar-benar otak dari rencana pemberontakan ini." kata kepala polisi.
Geom jatuh sakit dan pingsan di rumah Swe Dol.
Dan Ee, istri Swe Dol, pergi untuk mencari tahu apa yang terjadi. Ia akhirnya mengetahui bahwa anak yang dibawa Swe Dol adalah putra Won Ho. Ia pulang dan ingin mengusir Geom. "Saat anakku dituduh mencuri, kau hidup tenang sebagai bangsawan!" teriak Dan Ee seraya menarik Geom. Swe Dol menghalanginya. Dan Ee mengatakan bahwa anak itu adalah anak Lee Won Ho dan ia ingin membalaskan dendam pada Lee Won Ho.
"Jika ia adalah anak Lee Won Ho, maka ia dan Ja Dol adalah saudara sedarah. Jadi ia adalah adik Ja Dol." kata Swe Dol. Dan Ee menangis.

Swe Dol teringat masa lalunya 10 tahun yang lalu ketika ia masuk ke rumah keluarga Lee. Seseorang membayarnya untuk menculik Dan Ee, yang saat itu masih menjadi pelayan keluarga Lee. Agar Dan Ee tidak berteriak, Swe Dol memukulnya hingga pingsan. Swe Dol berlari membopong Dan Ee, namun tiba-tiba Won Ho mumcul di hadapannya. "Aku.. aku hanya melaksanakan perintah." kata Swe Dol. "Aku hanya ingin melihatmu." kata Won Ho. "Sekarang aku tenang. Sepertinya kau adalah orang yang baik dan jujur." Won Ho memberinya sekantung uang. "Aku bergantung padamu. Tolong buat dia bahagia. Dia wanita yang sangat cantik dan sangat berharga untukku." Swe Dol menyerahkan Dan Ee pada seorang pria, yang ternyata ingin membunuh Dan Ee. "Jangan salahkan aku." ujar pria itu. "Salahmu sendiri kenapa kau mengandung anak Tuanku." Ia mengangkat batu dan hendak membunuh Dan Ee, namun Swe Dol menghalanginya dan membawa Dan Ee pergi.

Swe Dol bertemu dengan pelayan dari rumah keluarga Byun Shik. Ia bertanya tentang kabar Ja Dol. Pelayan itu bilang, sekarang nama anak itu adalah Shi Hoo. Pelayan itu juga bercerita bahwa ditemukan secarik kertas di rumah keluarga Lee, yang merupakan bukti bahwa Lee Won Ho adalah otak pemberontakan.
"Jadi begitu." kata Swe Dol shock. "Ja Dol telah menyebabkan kematian ayahnya kandungnya sendiri. Semua karma ini adalah karena aku." Swe Dol menangis.
Geom pergi dari rumah Swe Dol. Ia berjalan di pasar dan mendengar para polisi mencari-cari dia. Geom melihat orang-orang berkumpul melihat sesuatu, ia berjalan melewati mereka.
"Pergi!" ujar seorang pria. "Anak kecil tidak boleh melihat ini." Geom, yang linglung, berjalan pergi. Namun ia mendengar pria itu berkata lagi, "Aku dengar mereka akan memotong-motong tubuh pemberontak itu." Geom berbalik. Pria itu melanjutkan, "Empat ekor kuda akan menarik mayat pemberontak itu sampai terpotong."
Geom melihat kedua kaki dan tangan ayahnya diikat dengan tali yang disambungkan ke empat kuda.
Eksekusi dimulai. Geom terjatuh, menangis dan ketakutan. Geom mundur dan berlari pergi.
Geom berjalan menuju rumahnya yang sudah hancur berantakan. Ia menangis dan berlutut di depan sebuah pohon Mae Hwa. Dengan sebuah besi kecil yang ditemukannya, ia menggambar sebuah lambang. Lambang yang dilihatnya di pedang orang yang telah membunuh ayahnya. "Aku tidak akan lupa." ujarnya. "Tidak akan pernah lupa."
Tiba-tiba dua orang prajurit datang dan mengejar Geom. Geom melarikan diri dan bersembunyi. Ia bertemu dengan Bong Soon dan kakaknya.
Kakak Bong Soon hendak memberi tahu prajurit bahwa Geom bersembunyi di situ, tapi Geom melarangnya. Geom memberikan perhiasan ayahnya pada kakak Bong Soon. "Aku bisa menjualnya dan dapat uang." kata kakak Bong Soon. Mereka akhirnya membawa Geom ke perkemahan kumuh.
Geom jatuh sakit karena memakan makanan yang kotor. Ia tidak biasa memakan makanan seperti itu. Kakak Bong Soon pergi untuk menjual perhiasan milik ayah Geom dan membeli obat. Pembeli perhiasan itu kemudian melapor pada Chun.
Chun dan Kong He mengejar kakak Bong Soon, mengira ia adalah Geom.
Geom sadar dan takut akan terjadi sesuatu pada kakak Bong Soon. Ia ingin pergi, namun tiba-tiba melihat kakak Bong Soon datang. Geom menjadi tenang, namun Chun muncul di belakang kakak Bong Soon dan membunuhnya. Bong Soon menangis.
Chun dan Kong He mengejar Geom dan Bong Soon yang melarikan diri. Mereka berpencar karena tidak yakin arah Geom dan Bong Son lari.
Geom dan Bong Soon menemui jalan buntu. Di depan mereka adalah tebing tinggi yang menjurus ke sungai.
"Aku takut." kata Bong Soon, menangis ketakutan.
"Tenanglah, aku akan melindungimu." kata Geom, berniat melompat. Ia menggandeng tangan Bong Soon. "Aku tidak akan melepaskan tanganmu. Satu, dua, tiga."
Geom melompat ke sungai, namun Kong He tiba-tiba muncul dan menangkap Bong Soon.
Kong He mengeluarkan pedangnya untuk membunuh Bong Soon.

"Anak laki-laki itu melompat ke sungai dan mati." kata Kong He. "Aku juga sudah membunuh anak perempuan itu."
"Benarkah?" tanya Chun. "Akhirnya kau kembali ke dirimu yang sebenarnya."
Beberapa pengawal datang dan membawa mayat seseorang.
"Kenapa kau mengumpulkan mayat?" tanya Kong He pada Moo Yi, satu dari tiga prajurit yang datang ke rumah keluarga Lee.
"Mungkin matahari yang dikatakan oleh peramal buta itu bukanlah Lee Won Ho, namun putranya." kata Moo Yi.

Geom kembali ke desa. Ia melihat beberapa polisi lewat dan menunduk, berpura-pura mengemis. Salah satu polisi adalah orang yang dulu pernah bertemu dengan Geom dan ayahnya saat kasus pencurian Shi Wan. Ia kemudian menangkap Geom.
Eun Chae sangat sedih mendengar Lee Won Ho telah dibunuh. Ia pergi keluar memandang pohon Mae Hwa dan teringat Geom.

Kong He meninggalkan sebuah surat pada Chun.
"Chun, aku tidak akan melakukannya lagi. Aku tidak mau lagi membunuh wanita dan anak-anak. Aku lebih memilih membunuh babi untuk hidup."
Kong He pergi.

Shi Wan mengambil sebuah cangkir berharga dan tanpa sengaja memecahkannya.
Byun Shik melihat pecahan itu dan memukuli Shi Hoo karena mengira ia yang melakukannya.
Chun, yang saat itu sedang berkunjung. melihat ada darah dipecahan keramik. Ia menyerahkan keramik itu pada Shi Hoo.
"Pelakunya pasti terluka tangannya." kata Shi Hoo pada Byun Shik.
Byun Shik melihat tangan Shi Hoo tidak terluka. Ia kemudian menyuruhnya pergi.
Moo Yi datang dan melaporkan pada Chun bahwa polisi telah menangkap anak yang mungkin adalah Geom. Namun mereka tidak yakin.
Shi Hoo mendengar hal itu dan berlari mendekati mereka. "Aku pernah bertemu dengan anak itu." kata Shi Hoo.
"Jadi kau bisa mengenalinya?" tanya Moo Yi.
"Ya."

Ibu Geom ditangkap. Polisi membawa Geom menemui ibunya agar ibunya bisa mengenali Geom.
Chun tiba. Ia bertanya pada Geom. "Dia ibumu, bukan?"
Ibu Geom menggeleng pelan, mengisyaratkan Geom agar tidak berkata apapun.
Untuk melindungi Geom, ibunya berpura-pura bahwa kakak Bong Soon yang mati adalah anaknya. "Apa kau membunuh anakku?" teriaknya pada Chun. Chun mendorong ibu Geom sampai terjatuh. Ibu Geom berpaling pada Geom. Ia mengguncang-guncang tubuh Geom dengan keras. "Siapa kau? Pergi kau! Mati kau!" teriaknya pada Geom.
Geom diam, ketakutan dan menangis. "Wanita itu sudah gila."
Chun masih ragu. Ia kemudian memberi sebongkah batu pada Geom. "Wanita itu adalah istri pemberontak. Lempar dia dengan batu."
Geom menerima batu itu dan menatap ibunya.
Dan Ee melihat kejadian itu dari jauh dan merasa sedih.
"Geom, lempar batu itu padaku." ujar ibu Geom dalam hati. "Aku akan baik-baik saja."
Moo Yi dan Shi Hoo melihat Geom dan ibunya dari jauh. "Apa memang dia orangnya?" tanya Moo Yi.
"Anak itu..." Shi Hoo menjawab. "Anak itu... Anak Lee WonHo bukan dia. Aku yakin, itu bukan dia."
Geom ragu, dan dengan terpaksa melempar ibunya dengan batu.
Kepala ibu Geom berdarah.
Moo Yi memberi isyarat pada Chun bahwa anak itu bukanlah anak Lee Won Ho.
"Aku sudah bilang..." ujar Shi Hoo. "Aku pasti akan membayar hutang budiku padamu."
Chun melepaskan Geom. Ia membawa mayat kakak Bong Soon, dan ibu Geom berpura-pura menangisi kematian putranya.
Geom berjalan pergi perlahan. Dan Ee mengikutinya. Geom pingsan.
Polisi yang menangkap Geom itu, dipecat dari jabatannya.

Geom sakit demam. Tabib bilang, Geom mengalami shock yang luar biasa sehingga ia kehilangan ingatannya.
"Ia masih kecil." kata Swe Dol. "Sangat sulit baginya untuk menerima semua itu. Kita harus menjaganya. Izinkan aku merawatnya. Dia menjadi seperti ini karena aku. Aku mohon padamu, izinkan aku merawatnya."
"Tidak!" seru Dan Ee menolak. "Kenapa kau mau merawat anak Lee Won Ho?"
"Dengarkan aku kali ini saja." ujar Swe Dol. "Aku sudah menyelamatkan nyawamu, dan sudah menjaga Ja Dil seperti darah dagingku sendiri. Karena itu.. kau harus mendengarkan aku kali ini saja. Tunggu... Kita akan menamai dia apa ya? Ah, kita panggil dia Ryung. Ryung!"
Ryung kemudian menjadi putra Swe Dol dan Dan Ee.

Ternyata Kong He tidak membunuh Bong Soon. Ia memberi uang pada sepasang suami istri untuk menjaga Bong Soon. Namun pasangan suami istri itu malah berniat menjualnya.
Bong Soon kabur dan mengikuti Kong He kemana-mana.
"Pergi!" usir Kong He. "Turuti bibi itu!"
"Aku takut." kata Bong Soon, menangis. "Aku tidak mau dijual."
13 tahun kemudian.
Ryung sudah tumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa. Ia menjadi bulan-bulanan para anak bangsawan dibawah pimpinan Shi Wan. Mereka memukuli Ryung habis-habisan dan mengikatnya di pohon hingga Ryung tidak sadarkan diri.
"Geom, apapun yang terjadi pada ayah, kau harus tetap hidup." terdengar sebuah suara di kepalanya. "Berjanjilah pada ayah. Katakan bahwa kau akan terus hidup."
Ryung, yang tidak sadarkan diri, ditolong oleh seorang pemburu. Ia membawa Ryung ke rumahnya dan mengobatinya.
Ryung menggumam dalam tidurnya. "Ayah... Ibu... Geom... Geom tidak akan mati... Ayah!"
"Geom? Jadi dia masih hidup." ujar si Pemburu pada dirinya sendiri.
"Ayah!!!" Geom berteriak dan tersadar dari tidurnya.
"Kalau aku tidak datang, kau pasti sudah mati membeku." kata si Pemburu. "Siapa dan hidup dimana kau? Kenapa kau pergi ke gunung ini?"
"Namaku Ryung. Aku tinggal di NamMun." jawab Ryung, meminum air hangat yang diberikan pemburu. "Aku berterima kasih. Tapi..."
"Aku adalah seorang pemburu." kata si Pemburu. "Aku datang kemari untuk melihat apa ada binatang yang terkena perangkapku. Dan aku berhasil menangkap binatang yang sangat besar."
Ryung tertawa. "Apa yang kau tangkap? Badak? Harimau? Biarkan aku lihat!"
Si pemburu keluar. "Ryung? Hahaha.. Kau yang bilang sendiri padaku bahwa kau adalah Geom. Geom adalah putra pemberontak Lee Won Ho. Hahaha..."
Si pemburu adalah polisi yang dulu menangkap Geom kecil, yang kemudian dipecat dari pekerjaannya.
Ryung kembali ke rumah. Hari sudah siang pagi namun Ryung tidak juga bangun. Swe Dol memukulinya dengan sapu. "Aku tidak mau pergi! Aku tidak mau belajar ke tempat itu!" seru Ryung. Namun ayahnya bersikeras menyuruhnya pergi.
Ryung berjalan pergi. Di perjalanan, ia bertemu dengan seorang pendeta, yang tidak lain adalah Kong He.
"Manusia adalah makhluk yang sangat menyedihkan." kata Kong He, menghentikan jalan Ryung. Ryung menatapnya kesal, dan hendak berjalan pergi. "Aku punya sesuatu yang menarik untukmu."
Ryung berhenti berjalan. "Menarik?"
Kong He membisikkan di telinga Ryung, "Baru diterbitkan. Tidak di edit. Sangat menggairahkan."
"Menggairahkan?" tanya Ryung antusias.
Kong He mengajaknya menemui seorang gadis dan meninggalkannya di sana. Gadis itu memanggil 'Ayah' pada Kong He. Ia tidak lain adalah Bong Soon, yang dibesarkan dan dirawat oleh Kong He.
"Kau mau karya Chunnah? Itu adalah buku kami yang paling laris." kata Bong Soon.
"Yang penting menggairahkan." kata Ryung.
Bong Soon mulai mengeluarkan bukunya satu demi satu dan mempromosikannya pada Ryung. Ryung membeli satu buku yang paling erotis. Ia memamerkan buku itu pada temannya, Dae Shi.
"Kupikir kau membawa sesuatu yang bisa dimakan." kata Dae Shi acuh.
Ryung membuka halaman pertama buku itu, ternyata buku itu hanya terlukis gambar bunga dan bukan sesuatu yang erotis. Ryung merasa tertipu dan kesal.
Kong He dan Bong Soon bekerja sebagai pedagang. Ryung mencari mereka ke toko tempat mereka berjualan dan mengusir semua pembeli yang ada disana. Ryung meminta uangnya di kembalikan. Bong Soon pergi keluar untuk kabur. Ryung mengikutinya.
Tiba-tiba ada seseorang yang memukul kepala Ryung dari belakang. Ternyata itu adalah Swe Dol, ayahnya. Swe Dol menarik Ryung, menyuruh ia pergi belajar.
"Aku membelikanmu ini, Ayah!" kata Ryung, merebut sebuah botol obat dari Bong Soon. Obat itu adalah obat yang bisa membuat meningkatkan nafsu seseorang (kacau banget nih).
"Apa ini?" tanya Swe Dol.

Chun dan Moo Yi mendapat laporan dari si pemburu bahwa ia telah menemukan Geom, putra Lee Won Ho yang telah meninggalkan 13 tahun yang lalu. Chun menyuruh Moo Yi untuk menemui si pemburu.

Swe Dol menarik Ryung ke sekolah untuk belajar. "Duduk!" teriaknya, mendorong Ryung.
Semua pelajar bangsawan menatap ke arahnya dengan pandangan marah.
Shi Wan menggebrak meja. Ia dan temannya kemudian menyeret Ryung dan mengikatnya di atas sumur. Ryung di celup ke dalam sumur, kemudian diangkat lagi.
"Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak menunjukkan wajahmu lagi!" seru Shi Wan. "Kau! Kau berani menatapku!"
Shi Wan mengambil kayu dan memukul kepala Ryung dengan sangat keras hingga pingsan.

Sinopsis Iljimae Episode 3 dalam Bahasa Indonesia

Shi Wan memukul kepala Ryung dengan keras sampai pingsan.
"Sepertinya dia mati." kata teman Shi Wan.
Shin Wan dan teman-teman bangsawannya membuah Ryung disebuah lubang di tengan hutan.
Guru tempat sekolah Ryung kemarin malam mabuk dan melakukan pelecehan seksual pada gadis-gadis, namun ia melemparkan kesalahan itu pada Swe Dol sehingga Swe Dol dipukuli dengan tongkat. Swe Dol meminta guru itu untuk membayarnya karena telah menyewakan badannya untuk dipukuli.
Dan Ee mengobati pantat Swe Dol yang kena pukul. Swe Dol bertanya-tanya kenapa Ryung belum juga pulang ke rumah.
"Jangan berharap ia akan jadi anak yang baik." kata Dan Ee sinis.
"Jangan bicara seperti itu." kata Swe Dol. "Bisakah kau bersikap sedikit baik padanya? Apa kau tahu betapa menderitanya dia?"

Swe Dol menemui Shi Wan. "Tuan Muda! Tuan Muda!" panggil Swe Dol. "Apa Tuan Muda Ryung masih di sekolah?"
"Dia sudah pergi beberapa waktu yang lalu." kata Shi Wan, berbohong.
"Ryung bukanlah anak yang pintar. Tolong berbaik hatilah padanya." kata Swe Dol. Ia melihat baju Shi Wan kotor terkena tanah. "Kenapa ada kotoran di pakaianmu yang bagus, Tuan Muda?" Swe Dol berkata seraya membersihkan pakaian Shi Wan.
Shi Wan menepiskan tangannya dan pergi dengan angkuh.

Ryung tersadar. Ia terkejut kenapa ia ada di dalam sebuah lubang. "Apa ada orang di atas sana?! Ayah!"
Ryung melihat sebuah sekop dan mencoba menggunakan cangkul itu untuk memanjat naik, namun ia gagal dan terjatuh lagi ke dalam lubang.
Ryung kemudian melihat seutas tali dan melemparkan tali itu ke atas. Gagal. Ia lalu mengikatkan bajunya di tali itu dan melemparnya lagi. Gagal. Akhirnya ia punya ide membungkus sebongkah batu pada bajunya dan diikat di tali itu. Ia melempar bungkusan batu itu dan berhasil tersangkut ke batang pohon. Ryung memanjat naik dan berhasil, namun tiba-tiba seseorang datang dan membuat dia pingsan lagi.

Swe Dol mencari Ryung di tempat Dae Shi dan Heung Kyun. Mereka adalah teman dekat Ryung. Dae Shi bekerja sebagai pembuat topeng dan Heung Kyun bekerja sebagai pembuat sepatu.
"Apa Ryung kemari?" tanya Swe Dol.
Ryung pingsan. Saat sadar, ia sudah berada di tengah-tengah danau yang beku. Tangannya diikat dengan tali dan kakinya diikatkan pada sebongkah batu besar. Moo Yi muncul dihadapannya.
"Siapa kau?" tanya Ryung ketakutan.
"Apa kau Lee Geom, adak Lee Won Ho?" tanya Moo Yi, memegang tombaknya.
Ryung bingung. "Bukan. Kau salah orang." jawab Ryung.
Moo Yi menusuk sedikit lapisan permukaan danau yang beku.
"Jangan bergerak. Lapisan es ini sangat tipis. Kita bisa jatuh ke dalam danau kalau kau mengunakan kekuatanmu walau hanya sedikit." ujar Ryung ketakutan.
Moo Yi menusuk lapisan es diantara dia dan Ryung hingga lapisan itu retak.
"Apa yang kau lakukan?" seru Ryung panik, merengek-rengek.
Moo Yi memotong lapisan es membentuk lingkaran di sekitar Ryung. "Apa kau Geom?"
"Namaku Ryung." Ryung berkata takut. "Tolong selamatkan aku."
"Kalau kau adalah Geom, paling tidak aku tidak akan membunuhmu."
Ryung tertawa senang. "Benar, benar. Aku adalah Geom."
"Benarkah?"
"Ya, ya.." seru Ryung, mengangguk-angguk. "Tapi kau bilang, kau tidak akan membunuh Geom, kan? Atau jangan-jangan kau ingin membunuhnya. Aduh, aku bingung!"
"Mau kau adalah Geom atau bukan, aku tidak peduli." kata Moo Yi seraya menusuk lapisan es hingga retak.
Ryung terjatuh ke dalam danau dan tenggelam karena batu yang ada di kakinya. Ia mncoba melepaskan ikatan di tangannya dan berhasil. Ia kemudian melepas ikatan tali dikakinya. Ryung hendak berenang ke permukaan, namun Moo Yi masih berjaga disana. Ryung terpaksa bertahan di dalam air yang dingin. Lama kelamaan ia tidak tahan dan pingsan.
"Ryung seharian ini tidak datang ke kasino." kata Dae Shi.
Swe Dol berpikir. "Tunggu dulu!" Ia teringat tanah yang menempel di baju Shi Wan.
"Apa yang kau pikirkan, Paman? tanya Heung Kyun.
Swe Dol, Heung Kyun dan Dae Shi kemudian menculik Shi Wan dan mengancamnya dengan pisau.
"Dimana Ryung?" tanya Heung Kyun, mengarahkan pisau ke leher Shi Wan.
"Apa maksudmu?"
Swe Dol menarik kerah baju Shi Wan. "Pelayan di sekolah sudah mengaku! Apa yang kau lakukan padanya? Apa yang kau lakukan pada putraku?"

Ryung pingsan.
"Kau harus tetap hidup." suara itu terdengar lagi dari pikiran bawah sadar Ryung. "Katakan padaku bahwa kau akan terus hidup."
Ryung membuka matanya dan segera berenang ke permukaan. Ia kesulitan naik karena permukaan es sangat licin. Si pemburu menyelamatkannya.
Eun Chae tumbuh menjadi seorang gadis cantik yang sangat baik hati. Sedangkan Shi Hoo tumbuh menjadi pemuda yang kuat. Walaupun tahu bahwa Eun Chae adalah adiknya, namun ia sepertinya menyukai Eun Chae lebih dari sayang kakak kepada adiknya.
Setelah melakukan survei pada bangunan yang hendak dibangunnya untuk orang miskin, ia naik tandu dan melakukan perjalanan pulang. Salju mulai turun, Eun Chae turun dari tandu dan berkata pada pelayan perempuannya agar bergantian dengannya naik tandu.
Shi Hoo mengikuti mereka dengan diam-diam dari belakang.
Shi Hoo teringat masa kecilnya. Shi Wan menyuruh Shi Hoo menjepret seorang gadis miskin tidak bersalah dengan batu. Bukannya menjepret gadis kecil itu, Shi Hoo malah menjepret Sho Wan. Hal itu membuatnya dihukum pukul oleh ibu Shi Wan. Eun Chae, yang mengetahui hal sebenarnya, mengobati kaki Shi Hoo. "Yang dihukum seharusnya adalah kak Shi Wan. Aku akan selalu ada disisimu, Kakak."
Shi Hoo mengikuti dan menjaga Eun Chae diam-diam dari belakang. Ia menunduk, melihat jejak kaki Eun Chae di tumpukan salju. Ia kemudian berjalan di samping jejak kaki itu, sehingga seakan-akan tampak ia dan Eun Chae berjalan berdampingan.
Eun Chae sampai di rumah, dan tidak lama ia melihat Shi Hoo juga baru tiba.
"Kau masih di luar, Kakak?" tanyanya, tersenyum.
Ibu Eun Chae muncul dari dalam rumah dan menyuruh Eun Chae masuk. "Shi Wan belum pulang." kata Ibu Eun Chae sinis pada Shi Hoo. "Cari dia."
Shi Hoo diam, menggangguk.
"Kudengar kau mendaftar untuk mengikuti ujian militer." kata Ibu Eun Chae lagi. "Lolos ujian itu bukan hal buruk juga. Tapi ingat, gunakan kemampuanmu sendiri. Jangan pernah bermimpi kau bisa menggunakan nama keluarga agar bisa lolos."

Shi Wan menunjukkan arah dimana ia meninggalkan Ryung. Karena kesal dan marah pada Shi Wan, Swe Dol memukul dan menendangi Shi Wan.
"Disana!" kata Heung Kyun, menunjuk sebuah lubang. Namun Ryung sudah tidak ada di sana.
Shi Wan mencoba kabur. Swe Dol dan yang lainnya mengejar dan menghajar Shi Wan.
"Tenang, Paman!" seru Heung Kyun.
Swe Dol sangat marah dan menyeret Shi Wan, hendak menjatuhkan Shi Wan ke dalam lubang. Tiba-tiba Shi Hoo datang dan menyelamatkan Shi Wan. Mulanya Swe Dol melawan, namun begitu sadar bahwa Shi Hoo adalah Ja Dol, putra angkatnya, Swe Dol tidak melakukan apapun dan membiarkan mereka pergi.

Shi Hoo dan Shi Wan pulang ke rumah. Byun Shik memarahi Shi Wan habis-habisan. "Kau hanya bisa bermain wanita dan mabuk-mabukan!" omelnya. "Anak tidak berguna! Memiliki anak sepertimu membuatku malu pada diriku sendiri. Tidak masalah kau tidak lolos ujian utama, tapi kau juga tidak bisa lolos ujian Sung Yoon!"
"Aku.. Kecuali penampilan, semua yang ada padaku mirip dengan ayah!" Shi Wan berkata tidak mau kalah.
"Apa katamu? Penampilan fisikmu juga diturunkan dariku!" kata Byun Shik. "Semua orang bilang kita mirip. Kecuali otakmu!"
"Ayah juga tidak ada bedanya!" Shi Wan berkata menantang. "Semua orang tahu. Kartu yang kau gunakan untuk lolos ujian sebenarnya kau dapat dari menyogok!"
Byun Shik tidak bisa berkata apa-apa. Ia melepas sepatunya dan memukuli Shi Wan. Ia menunjuk Shi Hoo. "Shi Hoo juga anakku. Tapi ia begitu pengertian dan pintar. Kebodohanmu pasti diturunkan dari ibumu!"
Ibu Shi Wan memukul Byun Shik. Ia dan anaknya menatap Shi Hoo dengan marah.

Seorang pejabat istana masuk ke ruangan penyimpanan dan menemukan sebuah peti berisi surat bertuliskan darah serta perhiasan milik Lee Won Ho yang diberikan pada putranya. Pria tua itu mengambil perhiasan dan menyimpannya.
Ryung sadar dari pingsannya. Ia terkejut karena berada di rumah seorang bangsawan. "Siapa kau, Tuan?" tanya Ryung.
"Apa kau adalah Lee Geom?" tanya bangsawan itu. Bangsawan itu bernama Shim Ki Yoon, yang merupakan anggota parlemen.
"Apa lagi ini?" tanya Ryung takut. "Kau ingin membunuhku lagi?"
Ki Yoon tersenyum. "Tidak. Aku hanya ingin mengetahui kebenaran. Walaupun kau Geom atau bukan, aku tidak akan membunuhmu."
"Namaku Ryung dari NamMun." kata Ryung tenang.
"Benarkah?" tanya Ki Yoon ragu. "Aku kemari bukan untuk menyakitimu. Ayahmu dan aku adalah sahabat baik, jadi kau tidak perlu takut. Aku ingin menceritakan padamu bagaimana ayahmu mati dengan tidak adil."
"Ayahku masih hidup dan sehat." kata Ryung, meyakinkan.
"Aku juga tahu dimana ibu dan kakakmu. Apa kau tidak ingin bertemu mereka?"
Ryung menatapnya bingung. "Ah, aku benar-benar akan jadi gila!" seru Ryung mengusap kepalanya. "Ibuku ada di rumah dan aku adalah anak tunggal!"
"Benarkah?" tanya Ki Yoon, masih ragu. "Kalau begitu aku pasti salah orang. Kau boleh pergi sekarang."
Ryung berjalan pergi. Si Pemburu bertanya pada Ki Yoon dan pengawalnya. "Kenapa kalian membiarkan dia pergi?"
"Beraninya kau memberi informasi salah!" kata Pengawal marah. Namun si Pemburu bersikeras bahwa Ryung mengatakan sendiri bahwa dirinya adalah Geom.
Ki Yoon memerintahkan pada pengawalnya untuk mengawasi gerak-gerik Ryung. "Ada yang aneh dengan anak itu. 13 tahun yang lalu, jelas yang mati itu bukan Geom."
"Kenapa kau ingin mencari anak Lee Won Ho, Tuan?"
"Aku baru saja menemukan bahwa rencana pemberontakan Lee Won Ho dibuat oleh orang lain." kata Ki Yoon. "Jika putra Lee Won Ho masih hidup dan saat itu melihat sesuatu..."
Ryung bersembunyi di kamar Dae Shi. Ia meminta De Shi dan Heung Kyun agar mengatakan bahwa mereka menemukan Ryung di tempat berjudi.
Swe Dol datang sambil membawa sekop. Ia mengejar Ryung, ingin menghajar anak ini. "Kemari kau!" teriak Swe Dol. "Aku akan menguburmu di sini!"
"Ampun, Ayah!" teriak Ryung seraya mencoba melarikan diri. "Ampun! Ampun!"

"Apa benar Tuan Muda ingin membunuhmu?" tanya Swe Dol ketika ia sudah tenang dan makan bersama Ryung.
"Dia sangat menyukai." ujar Ryung berbohong. "Aku tahu bagaimana berpakaian dan bicara."
"Kalau begitu, mungkin saat itu Tuan Muda sedang mabuk dan bicara yang tidak benar." kata Swe Dol.
"Ayah.." Ryung mencoba bicara hati-hati. "Bisakah aku tidak pergi ke sekolah?"
Swe Dol memukul kepala Ryung. "Jika sudah selesai makan, ayo pergi! Cepat!"
Ryung pergi menemui Kong He, meminta uangnya dikembalikan. Namun Kong He menolak. Ryung menggunakan berbagai macam cara untuk membujuknya, mulai dari bujuk rayu sampai tipu menipu. Karena kesal, Kong He akhirnya bersedia mengembalikan uang Ryung.
Kong He melihat beberapa pria mengeroyok seorang pedagang lemah. Ia pura-pura menyenggol salah satu pria hingga jatuh. Tentu hal itu membuat para pria itu marah. Kong He pura-pura bodoh, mengelak setiap serangan para pria itu dan membuat mereka menjadi 'senjata makan tuan' sehingga kalah dengan sendirinya.

Shi Wan melapor pada polisi tentang tindak kekerasan yang dilakukan oleh Swe Dol padanya sehingga Swe Dol ditangkap.
"Kami akan memotong tangannya!" kata aparat polisi pada Ryung.
"Memotong tangannya?" seru Ryung kaget. Ia berlutut pada aparat polisi itu. "Tuan! Tuan! Tolonglah! Tuan Muda itu berpikir bahwa aku sudah mati dan membuangku di lubang."
"Orang rendahan! Kau masih bisa berkata omong kosong di sini?! Jika kau ingin menolong ayahmu, kau harus menemui Tuan Muda itu dan memohon maaf padanya. Hanya itu caranya."

Swe Dol dikurung dalam penjara. Dan Ee mengunjunginya dan menyalahkan Ryung.
Swe Dol berkata bahwa semua ini bukan salah Ryung. "Berhentilah menyalahkan dia."
"Kenapa hatimu begitu lembut?" tanya Dan Ee. "Kenapa kau selalu berkorban demi anak orang lain? Apa kau bodoh?"
Swe Dol tersenyum. "Aku bertemu dengan Ja Dol. Walaupun saat itu gelap, tapi aku bisa melihat bahwa ia sudah tumbuh dewasa."
Dan Ee pergi meninggalkannya tanpa bicara apapun. Ia bertemu dengan Ryung di perjalanan pulangnya. "Kau puas sekarang?" tanyanya, menatap tajam pada Ryung.

Ryung datang menemui Shi Wan dan memohon padanya untuk mengampuni Swe Dol. Shi Wan sedang berjudi bersama teman-temannya.
"Baik." kata Shi Wan. "Aku akan mengampuni ayahmu jika kau memberiku uang. Aku butuh uang sekarang, jadi berikan padaku."
"Hanya ini uang yang kupunya."" kata Ryung, menyerangkan sedikit uang pada Shi Wan. "Beri aku sedikit waktu, aku akan..."
"Besok." Shi Wan memotong kata-katanya. "Aku akan membawamu ke tempat dimana kau bisa mendapatkan uang."

Shi Hoo mengetahui masalah yang menimpa Swe Dol. Ia kemudian menarik Shi Wan. "Kau berencana membunuh anaknya." ujar Shi Hoo. "Kaulah yang berbuat salah terlebih dulu!"
"Aku? Kapan? Apa kau bermimpi?"
Shi Hoo marah dan hendak memukul Shi Wan, namun menahan niatnya. "Orang itu adalah... orang yang pernah mengasuhku."
"Apa?" Shi Wan tersenyum sinis. "Sangat menarik. Ayo, pukul aku! Aku akan membuat Swe Dol bukan hanya kehilangan tangannya, tapi kepalanya juga."
Shi Hoo melepas Shi Wan.
"Dia bukan ayah kandungmu, namun kau masih sangat menyayanginya." Shi Wan terus memanas-manasi Shi Hoo. "Inikah wajah aslimu? Kau sangat bersabar selama ini. Semakin jahat seseorang, maka karakternya akan semakin sabar. Mungkin ini karena pengaruh darah ibumu?"
Shi Hoo menahan kemarahannya dan berjalan pergi.
Eun Chae mendengar pembicaraan kedua kakaknya dan memohon pada ayahnya untuk mengampuni Swe Dol.
"Kau tidak usah ikut campur." kata Byun Shik. Namun Eun Chae terus membujuknya.

Shi Wan mengajak Ryung ke tempat pelatihan bela diri. Tempat itu adalah persiapan seseorang untuk ikut pertandingan adu kekuatan.
"Dia akan bertanding di ring." kata Shi Wan. "Berikan aku uangnya."
"Dia sangat tidak berguna. Deokba bisa menjatuhkannya dengan sekali pukulan." jelas Hee Bong, pemilik tempat itu sekaligus ketua gang.
"Jika dia mati, tidak akan ada yang minta pertanggungjawaban." kata Shi Wan.
"Benarkah?" tanya Hee Bong. "Jika dia mati, kami tidak akan bertanggung jawab? Baik, aku mengerti. Semua orang takut pada Deokba. Karena itulah ring menjadi kosong. Dia cukup bertanding satu babak. Ini uangnya."
Shi Wan tersenyum. Ia menemui Ryung dan berkata, "Jika menang, kau akan mendapatkan hadiah 200 perak. Berikan uang itu padaku. Jika kau kalah, maka ayahmu akan..." Shi Wan memegang tangannya.

Sinopsis Iljimae Episode 4 dalam Bahasa Indonesia

Shi Wan mengatakan pada temannya bahwa punya rencana yang menarik. "Aku akan membuat kedua anak bertarung sampai mati demi menyelamatkan ayah mereka. Hahahaha..."

Shi Hoo mengunjungi Swe Dol.
"Ibumu.. Kau pasti sangat merindukannya, kan?" tanya Swe Dol. "Ia akan kemari sebentar lagi. Temui dia dulu sebelum kau pergi."
"Tidak. Aku tidak ingin bertemu dengan ibu." ujar Shi Hoo sedih. "Ibu mengatakan padaku, jika kami bertemu, aku tidak diizinkan menyapanya. Aku akan memenuhi keinginannya."
Swe Dol menggenggam tangan Shi Hoo.
Dae Shi dan Heung Kyun melatih Ryung bertarung. Belum juga menyerang, Ryung sudah tersandung dan jatuh.
"Hah, kau hanya bisa pamer!" ujar Dae Shi meremehkan.
Hee Bong menunjukkan lawan Ryung di arena nanti. Lawannya adalah seorang laki-laki guendut. Ryung ciut, namun ia menghibur diri. "Tidak apa-apa... tidak apa-apa." katanya, membohongi diri sendiri. "Dalam sebuah pertarungan, tidak bisa hanya bergantung pada kekuatan. Otak juga sangat diperlukan."

Di lain pihak, Shi Hoo juga berlatih bela diri. Dibanding Ryung, kemampuan bela diri Shi Hoo sangat tinggi. Shi Wan menemuinya.
"Aku ingin memberimu kesempatan." kata Shi Wan. "Nanti malam ada pertandingan Gedou. Pemenang akan mendapatkan hadiah 200 perak. Jika kau bisa memberi uang itu padaku, aku akan meminta ayah agar tidak menyentuh ayah angkatmu. Kau harus menang."

Diam-diam, Ryung mempersiapkan sebuah senjata rahasia. Senjata itu tidak lain adalah besi-besi tajam yang akan ia sembunyikan di balik baju dan perlengkapannya.

Chun mendapat laporan dari Moo Yi. Ia mengatakan bahwa anggota parlemen Ki Yoon ingin membuka lagi kasus Lee Won Ho 13 tahun yang lalu. Ia juga mengatakan kalau Ryung masih hidup. "Bunuh dia!" Chun memerintahkan.

Hari pertarungan di mulai. Kong He dan Bong Soon datang untuk bertaruh. Kong He melihat gambar Ryung memakai penutup wajah. "Tunggu dulu, laki-laki itu sepertinya tidak asing." pikir Kong He.
Bong Soon ikut melihat. "Benar. Dia seperti laki-laki putih yang tidak bisa bertarung." kata Bong Soon polos.
Para petarung lewat. Kong He melihat Ryung dan sepertinya ia mengetahui identitas Ryung yang sebenarnya. Ia memasang taruhan pada Ryung, sedangkan Bong Soon memasang taruhan untuk Deokba, sang juara bertahan berturut-turut.

Eun Chae berkunjung ke kamar Shi Hoo, namun kakaknya tidak ada di sana. Ia bertanya pada seorang pelayan. "Apa kak Shin Woo sedang keluar?" tanyanya.
"Ini... sebenarnya... Nona..." Pelayan itu sepertinya mengatakan bahwa Shi Hoo ikut pertarungan Gedou.
Eun Chae bergegas menyusul kakaknya dengan menaiki kuda seorang diri. Pelayan itu berlari mengejar Eun Chae.
Deokba memenangkan pertarungan demi pertarungan dengan mudah. Semua orang yang bertarung melawannya babak belur. Ryung bersiap-siap maju, walau merasa sangat takut.
Eun Chae melihat Ryung yang memakai topeng, mengira Ryung adalah kakaknya Shi Hoo.
"Kakak!" seru Eun Chae pada Ryung. Ryung menoleh. Eun Chae langsung menggandeng tangan Ryung dan mengajaknya pergi. "Ayo!"
Ryung menahannya, bingung melihat seorang gadis tidak dikenal menggandengnya.
"Mereka penjudi profesional." kata Eun Chae. "Mereka akan melakukan segala macam cara agar menang. Kau akan helilangan nyawamu. Aku mengerti keinginanmu untuk menyelamatkan orang itu, tapi melakukan hal seperti ini tidak akan memperbaiki apapun. Aku mohon padamu, pulanglah."
Pelayan yang mengejar Eun Chae tiba. "Nona... Tuan Muda Shi Hoo ada di ruang pertarungan..." katanya sambil terengah-engah.
Eun Chae hendak melepas tangan Ryung, namun Ryung malah memegang tangan Eun Chae. Eun Chae kesal dan menampar Ryung. "Kurang ajar!" katanya.
Eun Chae bergegas menuju ke ruang pertarungan, namun Hee Bong tidak mengizinkannya masuk dan menyuruhnya pulang.
Akhirnya saat pertarungan terakhir, yaitu antara Deokba dan Ryung. Ryung ketakutan setengah mati. Ia memakai senjata paku tajamnya di tangan dan kepalanya, dan melapisinya dengan kain lain agar tidak terlihat.
Ryung bergaya lincah di atas ring. Ia memukulkan kepalanya sendiri ke kepala Deokba hingga berdarah.
"Kau harus mati!" seru Deokba marah. ia menghajar Ryung habis-habisan hingga Ryung terkapar di lantai tak berdaya. Ketika Deokba hendak melancarkan serangan terakhir untuk menghabisi Ryung, tiba-tiba.... Deokba memegangi pantatnya dan... BROOOTTT!! Suara buang anginnya sangat keras dan bau hingga membuat orang seisi ruangan tutup hidung. BROOOTT dan CRUUUTTT... Deokba buang air besar di celana (a.k.a mencret dicelana). OMG!!
Ternyata Ryung membeli obat pencahar dari Bong Soon dan Kong Hee. Obat itu ia campurkan ke dalam makanan dan diberikan pada Deokba.
BROOOTT dan CRUUUTTT... Karena malu, Deokba bersembunyi di pojokkan dan menyerah, lalu melarikan diri.
Ryung memenangkan pertandingan, namun Hee Bong memberikan kesempatan pada satu penantang untuk bertarung dengan Ryung. Ryung protes, namun ia tidak bisa berbuat apapun. Saat itulah Shi Hoo maju.
Ryung sedikit tenang melihat besar badan Shi Hoo yang hampir setara dengannya. Shi Hoo membuka baju atasnya dan Ryung menjadi sangat terkejut melihat badan Shi Hoo yang kekar. Dalam beberapa kali pukul saja, Ryung sudah terjatuh. Terlihat sekali kemampuan mereka yang jauh berbeda.
Shi Hoo memukuli Ryung habis-habisan. Kepala Ryung banyak mengeluarkan banyak darah. Secara samar-samar, muncul bayangan-bayangan masa lalunya. Ayahnya... Ibunya... Kakaknya... Rumahnya... Kebun bunga Mae Hwa milik keluarganya... Tawanya bersama keluarganya... Pembunuhan ayahnya... Mayat ayahnya yang hancur ditarik kuda... Semua kenangan itu muncul begitu saja.
Ryung benar-benar hancur dan babak belur. Dae Shi menangis melihatnya. Namun Ryung tidak mau menyerah, demi ayahnya.
Dan Ee dan Heung Kyun datang ke tempat pertandingan untuk bertemu Ryung. Penjaga tidak mengizinkan mereka masuk. Heung Kyun memegangi penjaga agar Dan Ee bisa masuk. Dan Ee masuk dan melihat putranya, Shi Hoo, memukuli Ryung habis-habisan.
Shi Hoo terkejut melihat ibunya hingga ia menjadi lengah. Ryung menyerangnya balik dan memukulinya.
Shi Hoo memandang ibunya sedih. "Ibu, kau menginginkan putramu menjadi seorang bangsawan. Tapi sekarang, melihat putramu seperti ini, kau melihatnya sendiri kan?" pikir Shi Hoo dalam hati.
"Jangan pukul lagi!" teriak Dan Ee. "Jangan pukul lagi!"
Ryung menoleh. "Ibu."
Dan Ee terkejut mengetahui bahwa pria bertopeng adalah Ryung. "Jangan seperti ini! Jangan bertarung lagi! Tolong jangan bertarung lagi!" teriaknya seraya menangis. Kini Shi Hoo menginjak-injak Ryung. "Hentikan! Jangan bertarung lagi!" Dan Ee menangis histeris.
Semakin dihajar habis-habisan, ingatan-ingatan masa lalu Ryung makin jelas. Kini ia bisa mengingat saat ia melempar ibu kandungnya dengan batu.
"Menyerahlah!" kata Shi Hoo pada Ryung.
"Tidak akan pernah!" seru Ryung.
"Jika kau tidak menyerah, aku akan membunuhmu!" teriak Shi Hoo.
"Bunuh saja aku!" kata Ryung.
"Aku mohon padamu untuk menyerah!" Shi Hoo masih terus memukuli Ryung.
"Tidak mungkin!" kata Ryung, menangis. "Aku tidak bisa melakukannya. Jika menyerah, aku tidak akan bisa melindungi tangan ayahku!"
"Apa?" Shi Hoo membuka penutup wajah Ryung. "Apa kau Ryung?"
"Apa kau mengenalku?" tanya Ryung.
Shi Hoo sangat shock. Ia berbaring di sisi Ryung sejenak, kemudian mengeluarkan papannya, tanda menyerah.
Ryung bangkit, melihat Shi Hoo dengan heran.
"Kenapa kau masih disini? Cepat pergi!" kata Shi Hoo.

Eun Chae menemui kakaknya di arena pertarungan. Shi Wan menolak bicara dengannya dan berjalan pergi.

Ryung mendapat uang hadiahnya dan mencari Shi Wan. Dae Shi menemui Ryung dan mengatakan kalau Shi Wan tiba-tiba menghilang. Ia bergegas menuju kantor polisi tempat tangan ayahnya akan dipotong. Namun ia tidak bisa berlari karena kepalanya terasa sangat pusing. "Ada apa? Apa yang terjadi padaku?" ujar Ryung pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba Moo Yi dan anak buahnya muncul di hadapan Ryung.
"Kau sangat beruntung." ujar Moo Yi.
Ryung berlari kabur dari mereka. Moo Yi mengejarnya dan melemparkan tombak, berhasil mengenai lengan Ryung. Ia kemudian mengikat badan Ryung dengan tali. Ryung melemparkan tombak ke kaki kuda sehingga kuda menjadi kehilangan kendali dan berlari ke arah jurang. Moo Yi terjatuh ke jurang, namun selamat karena ia masih terikat dengan tali ke badan Ryung. Ryung melepas ikatan tali itu dan mengikatnya di pohon, berusaha menyelamatkan Moo Yi.
"Jika kau Geom, kau tidak akan menyelamatkan aku." kata Moo Yi.
"Kini aku menyesal menyelamatkanmu!" teriak Ryung. "Kembalikan uangku!"
Moo Yi memotong rambut Ryung. "Aku mengampuni nyawamu bukan karena kau menyelamatkan nyawaku, tapi karena aku tahu kau bukan Geom."
"Bisakah kau mengampuni nyawaku dengan cara yang lebih baik?" tanya Ryung, memegangi rambutnya. "Kau merusak image-ku."
Anak buah Moo Yi datang. Moo Yi memukul kepala Ryung hingga pingsan. "Ia sudah mati." kata Moo Yi pada anak buahnya. "Ayo kita pergi!"
Salah seorang anak buah Moo Yi menendang Ryung sehingga Ryung terjatuh berguling-guling di bukit. Kepala Ryung terbentur batu.

Shi Wan datang ke tempat eksekusi Swe Dol. Ia tersenyum dan memberi isyarat pada para polisi untuk melakukan sesuatu. Eksekusi di mulai.

Bong Soon dan Kong He berjalan pulang. Bong Soon menemukan kantung uang milik Ryung yang terjatuh. Mereka lalu berebutan kantung uang itu.
"Hah!" Bong Soon melihat Ryung jatuh pingsan dengan kepala berdarah-darah. Ia minum air dan menyemprotkan air dari mulutnya ke wajah Ryung. Ryung sadar dan berjalan pergi dengan linglung.

Ryung menemui Swe Dol. "Ayah..." Ryung berkata takut-takut.
Swe Dol tertawa, menunjukkan tangannya yang masih utuh. Ternyata Byun Shik mengampuni Swe Dol, walaupun Shi Wan merengek-rengek minta keadilan. Sebagai gantinya, Byun Shik memerintahkan Shi Wan untuk mencabut satu gigi depan Swe Dol. Jadilah si Swe Dol ompong.
Byun Shik mengampuni Swe Dol atas permintaan Eun Chae, yang mengancam ayahnya. Jika ayahnya tidak mengampuni Swe Dol, maka Eun Chae tidak akan membantu pendirian penginapan yang ingin dibangun Byun Shik.
Kepala Ryung terasa sangat pusing. "Ada apa padaku? Apa yang terjadi?" katanya seraya memegang kepalanya yang sakit. Ia teringat kata-kata Ki Yoon, "Aku ingin memberi tahu mengenai bagaimana ayahmu mati dengan tidak adil."
Ryung berlari menemui Ki Yoon.
"Siapa aku?" tanya Ryung. "Aku tidak bisa mengingat masa kecilku sama sekali. Tapi kejadian-kejadian aneh selalu muncul di kepalaku belakangan ini."
"Namamu adalah Lee Geom." kata Ki Yoon. "Ayahmu sudah dibunuh dengan tidak adil. Aku baru saja menemukan kebenaran ini."
"Dibunuh?" tanya Ryung. "Siapa yang membunuhnya?"
"Dilakukan oleh seseorang yang sangat ia percayai." kata Ki Yoon, berpikir. "Itulah hal penting yang bisa kuketahui. Hubungan kami sangat dekat..."
Tiba-tiba pelayan Ki Yoon berteriak dari luar. "Tuan, ada masalah besar!"
"Pengkhianat Shin Ki Yoon! Bersiap menerima hukumanmu!" teriak seseorang dari luar.
Ki Yoon memberikan perhiasan milik Won Ho pada Ryung dan menyuruhnya bersembunyi di belakang papan. Beberapa aparat kepolisian masuk ke ruangan itu.
"Bagaimana bisa aku terlibat dalam rencana pemberontakan?" seru Ki Yoon. "Aku tidak akan meninggalkan rumahku walau selangkah! Bawa orang yang menuduhku kemari!"
Aparat polisi hendak menyeret Ki Yoon, namun pelayannya melindungi. Aparat polisi memukul pelayan Ki Yoon.
Ryung mengintip mereka dari balik papan. Tiba-tiba terbesit ingatan tentang kematian ayahnya. Kejadian yang hampir sama pernah ia lalui sebelumnya. Rumahnya.. Keluarganya.. Kini semuanya terlihat jelas.
Ryung menangis dan berlari menuju rumah keluarganya.
"Aku bilang bahwa aku tidak akan pernah melupakan tempat ini." ujar Ryung menangis, menatap sebuah pohon Mae Hwa yang sedang berbunga. "Tapi aku tidak pernah kembali selama 13 tahun. Ayah... Ayah... Ayah..."
Tiba-tiba terdengar suara pintu gerbang dibuka. "Nona, ini tempatnya." kata seorang wanita.
Ryung berlari dan bersembunyi di balik batang pohon Mae Hwa, tempat dulu ia dan Eun Chae naik untuk mendengar kicauan burung. Ia menutup mulutnya, menahan agar tangisnya tidak terdengar.
Ternyata yang datang adalah Eun Chae, bibi dan pelayannya.
Eun Chae tersenyum menatap pohon Mae Hwa yang berbunga. Ia berjalan ke pohon Mae Hwa tempat kenangannya bersama Geom kecil.

Ryung pulang ke rumah, menghapus air matanya dan bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi.
Ibunya duduk di depan rumah, menunggunya datang. Ketika melihat Ryung, ia memukul Ryung dengan sapu. "Aku menyuruhmu belajar, tapi kau malah berkelahi. Ayahmu menjadi seperti ini, kau malah bermain-main dan tidak pulang sampai larut malam."
"Ibu, aku salah." ujar Ryung, tidak mengelak dari pukulan ibunya.
"Akhirnya kau tahu kalau kau salah?"
Swe Dol menahan Dan Ee dan menyuruh Ryung pergi. "Kenapa kau berdiri di sana? Lari! Cepat!"
Ryung berjalan pergi.
"Lukanya belum sembuh benar. Kenapa kau memukulinya?" tanya Swe Dol.
"Apa kau senang?" tanya Dan Ee. "Kau memiliki dua orang putra yang baik."
"Apa maksudmu?"
Dan Ee tidak menjawab dan berjalan pergi.

Ryung berjalan seorang diri di desa yang sudah sepi.
"Ayah... Ibu..."

Sinopsis Iljimae Episode 5 dalam Bahasa Indonesia

Swe Dol melempar patahan giginya ke atap. "Peri Gigi, aku berikan kau gigiku, tolong ganti dengan yang baru!"
"Gigimu tidak bisa tumbuh lagi." ujar Ryung.
Swe Dol tidak bisa menerima itu, lalu bergi ke atap, mencari giginya lagi.
"Jangan sedih." kata Swe Dol.
"Aku memang seharusnya dipukul oleh ibu." kata Ryung.
"Biasanya kau akan lari, tapi kenapa tadi kau hanya berdiri?" tanya Swe Dol.
"Tidak apa-apa, Ayah. Aku hanya ingin membiarkan ibu memukulku."
"Kenapa kau tiba-tiba jadi pengertian begitu? Aneh sekali." kata Swe Dol tertawa, membersihkan patahan giginya.
"Ayah... Terima kasih."
"Terima kasih untuk apa?"
"Terima kasih untuk segalanya." ujar Ryung dengan ekspresi sedih.
"Antara ayah dan anak, tidak perlu berkata seperti itu." kata Swe Dol, menoleh melihat Ryung. "Jika kau merasa berterima kasih pada orang tuamu, lulus dalam ujian."
"Ujian, ujian." Ryung berkata kesal. "Aku sudah capek mendengarnya."
Ryung berbaring dan memunggungi ayahnya, menangis, sementara Swe Dol terus-terusan menasehatinya tentang belajar.

Keesokkan paginya, Ryung sudah bangun pagi-pagi. Namun kondisi agar terlihat seperti biasanya, ia pura-pura masih tidur sampai Swe Dol membangunkannya. Walaupun hatinya penuh kesedihan karena teringan nasib ayah dan keluarganya, Ryung berusaha keras berpura-pura bersikap seperti biasa dan tidak terjadi apa-apa.

Para pejabat berpendapat bahwa Raja tidak sepantasnya menangkap Shim Ki Yoon, namun Byun Shik meyakinkan mereka bahwa pemberontak memang sepantasnya dihukum.
"Shim Ki Yoon mungkin adalah pemberontak, namun dia adalah teman baik Yang Mulia." kata salah seorang pejabat.
Ryung berjalan di kota dan melihat arak-arakan prajurit yang membawa Shim Ki Yoon didalam sebuah kurungan kayu.
"Kudengar tubuhnya akan ditarik oleh empat ekor kuda." kata seorang warga.
"Apa yang membuatnya menjadi seorang pemberontak?" tanya warga yang lain.
"Banyak orang yang bilang bahwa dia diberi tuduhan palsu." jawab warga pertama.
Ryung mencoba memastikan dengan mendekati kurungan Ki Yoon.
"Pergi!" kata seorang pengawal. Ki Yoon menoleh dan melihat Ryung.
Ryung bertemu dengan Kong He, yang hendak membeli arak bagus. Ketika hendak membayar, Kong He mengeluarkan kantung uang milik Ryung yang dulu ditemukannya. Ryung melihat kantung uang itu. "Sepertinya aku mengenal kantung itu!"
"Apa maksudmu?" tanya Kong He. "Ini milikku. Milikku! Apa kau bisa membuktikannya? Apa di kantung ini ada namamu?"
Ryung merebut kantung itu dan memperlihatkan bagian dalam kantung. "Lihat!" Ia menunjukkan sulaman bertuliskan nama Ryung.
Kong he terkejut. "Bagaimana nama itu bisa muncul tiba-tiba?"
"Aku terbiasa melakukan ini. Barang apapun milikku, aku selalu menulis namaku disana." ujar Ryung seraya menunjukkan baju, celana, kantung dompet, yang semuanya tertulis nama Ryung.
Hee Bong dan kroninya mendatangi Eun Bok, putra si Pemburu Jang, untuk menagih hutang. Si Pemburu memohon-mohon agar memberi mereka waktu lagi. Jika mereka tidak membayar hutangnya, maka Eun Bok harus ikut mereka untuk dijual sebagai budak.
"Aku akan segera mendapatkan uang banyak." kata Pemburu Jang. "Beri aku sedikit waktu lagi."
"Baik. Aku beri kau waktu 10 hari lagi." kata Hee Bong. "Jika kau tidak bisa membayar maka aku akan menjual putramu. Mengerti!"
Ryung meminta Hee Bong untuk menemuinya.
"Kudengar kalian bekerja di tim investigasi?" tanya Ryung. "Apa kau bisa membantuku menemukan seseorang?"
"Tentu saja. Itu tugas kami."
"Aku sedang mencari seorang pelayan." kata Ryung.
"Dimana dia?"
"Aku juga tidak tahu." jawab ryung. "Aku hanya tahu namanya."
"Ini akan membutuhkan waktu lama dan butuh banyak uang juga."
"Asal kau menemukan orang ini, jangan khawatir masalah uang."
"Aku punya jaringan nasional jadi aku pasti bisa menemukannya. Tapi kau harus menyiapkan uangnya." kata Hee Bong setuju.
Kong Hee mengatakan pada Bong Soon bahwa kantung uangnya diambil oleh Ryung. Bong Soon kemudian mencoba mendekati Ryung, Ryung kesal setengah mati.
"Apa kau mencari seseorang?" tanya Bong Soon. "Hee Bong menyebut soal jaringan nasional, kan? Kamilah jaringan nasionalnya." Bong Soon berbohong.
"Apa?" tanya Ryung ragu. Ryung bertanya soal kasus pemberontakan.
"Aku yakin istana punya nama-nama dalam kasus itu." kata Bong Soon. "Aku akan menyuruh orang untuk mesuk ke istana melihat dokumen itu. Tapi kau tidak boleh mengatakan ini pada Hee Bong. Mengerti?"
Bong Soon mengajak Ryung bertemu dengan seorang pengawal istana dan ia meminta bayaran dari Ryung 200 tael, namun ternyata pengawal itu hanya di bayar 20 tael. "Kenapa hanya satu lembar dokumen saja mahal sekali?" keluh Bong Soon.
Pemburu Jang terus mengorek informasi tentang Ryung dari berbagai pihak yang dekat dengan Ryung. "Kudengar, kau dan Ryung adalah teman dekat sejak kecil?" tanya Pemburu pada Dae Shi ketika ia makan di kedai milik ibu Dae Shi. "Kudengar, Ryung bukan anak kandung keluarganya."
"Apa?!" seru Dae Shi. "Apa yang kau bicarakan? Gosip itu merebak karena bibi memperlakukan Ryung dengan buruk. Mungkin saja itu benar. Kurasa bibi adalah ibu tiri Ryung."
Heung Kyun datang dengan ayahnya. "Beri kami makanan." kata mereka.
Dae Shi mendekati mereka. "Apa benar Ryung bukan anak kandung keluarganya?" tanya Dae Shi.
"Apa yang kau katakan?" tanya Heung Kyun.
"Paman yang disebelah sana bertanya." ujar Dae Shi seraya menunjuk Pemburu Jang.
"Sejak kecil aku sering menggendong Ryung!" teriak Heung Kyun. "Ayah, apa kau ingat? Saat Ryung berumur 3 tahun, Ryung naik di punggungku dan terjatuh. Itu membuatnya kepalanya sakit." Heung Kyun menatap ayahnya dengan pandangan tertentu.
"O.. Benar. Sejak saat itu, dia menjadi anak yang bodoh." kata Ayahnya, terlihat sekali kalau dia berbohong.
"Itu tidak benar!" Dae Shi protes. "Otaknya sangat aktif!"
Heung Kyun memelototi Dae Shi dan memberi isyarat agar Dae Shi pergi.
"Itu dia! Itu dia orangnya!" Ayah Heung Kyun mengajak Swe Dol memata-matai si Pemburu.
"Dia! Dia orang yang mengamati rumahku!" kata Swe Dol. "Mati kau!"
Pemburu Jang bertanya pada warga tentang Ryung, namun tidak ada yang tahu. Swe Dol hendak mengancam Pemburu, namun tidak berhasil, malahan Swe Dol yang diancam.
"Kau bukan ayah kandung Ryung kan?" tanya Pemburu, menarik kerah baju Swe Dol.
"Apa maksudmu? Dia itu darah dagingku!" ujar Swe Dol berbohong.
"Dia anak pemberontak Lee Won Ho!" Pemburu itu bersikeras.
"Apa yang kau katakan?!" terdengar suara dari belakang. Dan Ee tiba-tiba muncul. "Ryung adalah anak yang kukandung selama 10 bulan." kata Dan Ee marah. "Kenapa kau bertanya-tanya tentang anak orang lain?!"
"Apa kalian tahu hukuman apa yang akan kalian terima jika menyembunyikan putra seorang pemberontak?" ancam Pemburu.
Dan Ee marah-marah pada pemburu itu, kemudian mengajak Swe Dol pergi. "Ayo!" katanya.

Pengawal istana mengembalikan uang yang diberikan Bong Soon.
"Kenapa?" tanya Bong Soon.
"Data pelayan yang kau cari ada di dalam ruang penyimpanan rahasia." kata Pengawal ketakutan. "Kau tidak akan diizinkan masuk ke sana. Bahkan orang yang jabatannya tinggi juga tidak diizinkan keluar masuk dengan bebas."
"Paman... Aku tambahkan 10 tael lagi..." bujuk Bong Soon.
"Walaupun kau memberiku 500 tael, hal itu tetap tidak mungkin!" tolak si Pengawal. "Aku ingin hidup lebih lama!"

Swe Dol memberi tahu semua orang bahwa jika ada yang menanyakan apakah Ryung adalah putra kandungnya atau bukan, mereka harus mengatakan bahwa Ryung adalah putra kandungnya.
Chun datang ke rumah Byun Shik. Di sana, ia bertemu dengan Shi Hoo, yang sedang berlatih memanah, namun meleset hingga nyaris mengenai Chun.
"Anda tidak apa-apa, Tuan?" tanya Shi Hoo.
Chun tersenyum, lalu menepuk pundak Shi Hoo. Shi Hoo keskitan. Rupanya ia masih terluka karena pertarungan dengan Ryung.
Chun menemui Byun Shik. "Kudengar kau memegang dua jabatan, sebagai Penasehat Stategis dan Pembicara Kerajaan." kata Chun.
Byun Shik tertawa bangga. "Karena itulah aku mengundang para pejabat untuk makan-makan di sini. Semuanya berkat kau. Hahaha.. Ah, bukan! Semuanya berkat Shim Ki Yoon. Hahaha.."
Ryung lari mencari-cari Bong Soon. "Kemana bajingan kecil itu pergi? Uangkuuuu!!!" teriaknya kesal.
Ia datang ke depan gerbang ruang penyimpanan dokumen (perpustakaan). "Baik!" tekadnya. "Aku akan menemukannya sendiri! Kakak! Ibu! Tunggu aku! Geom akan segera menyelamatkan kalian!"
Beberapa orang berpakaian pelajar, dipimpin oleh dua orang pejabat, masuk ke ruang penyimpanan. Ketika Ryung ingin ikut masuk, ia diusir oleh penjaga.
Di dalam, terjadi kericuhan. Para pelajar berusaha menyelamatkan buku dan membawa buku-buku itu keluar, namun pengawal istana mendorong mereka masuk ke ruangan lagi.
"Beraninya kalian!" teriak Byun Shik seraya memukuli para pelajar itu.
Kedua orang pejabat itu masuk ke dalam penjara untuk menemui Kwon Do Hyun, keponakan Shim Ki Yoon. Ia berkata pada kedua pajabat itu, "Besok, aku akan berdiri di depan Raja dan para pejabat untuk mengemukakan semua rahasia tentang konspirasi pemberontakan ini!" ujarnya.
Byun Shik masuk dan memerintahkan pengawal untuk membawa kedua pejabat itu keluar.
"Lepaskan aku!" seru mereka marah. "Kalian sangat kurang ajar!"
Kedua pejabat itu dibawa ke suatu ruangan, dan Byun Shik bicara dengan mereka.
"Kau tidak tahu apa-apa, namun berani menerobos masuk ke Kantor Penyimpanan Data Istana di tengah siang bolong." kata Byun Shik. "Meja hukum punya aturannya sendiri."
Salah satu pejabat hampir meledak marah, namun pejabat yang lain menenangkannya. "Beberapa hari yang lalu, kami memintamu untuk memberikan dokumen tentang konspirasi Shim Ki Yoon, tapi kau tidak juga memberikannya."
"Itu karena kau tidak membawa surat perintah." kata Byun Shik, meremehkan.
"Baik. Besok aku akan membawa surat perintah, dan kau harus menunjukkan dokumen konspirasi itu!" ujar Pejabat.
Pejabat yang lain berkata, "Kwon Do Hyun berkata bahwa besok dia ingin mengatakan segala kebenaran di balik konspirasi ini. Ia ingin mengatakan itu di depan Raja dan seluruh pejabat istana."
Byun Shik terkejut. "Kebenaran tentang konspirasi?"
Secara tidak sengaja, ibu Dae Shi berkata pada Pemburu Jang kalau waktu kecil Ryung pernah sakit parah. Ia melakukan itu untuk mencari-cari alasan ketika ditanya mengenai masa kecil Ryung. Pemburu Jang bergegas pergi untuk mencari Tabib Song, tabib yang mengobati Ryung kecil.
Heung Kyun dan ayahnya mengendap-ngendap membuntuti Pemburu itu. "Jika menemukan Tabib Song, semuanya akan terbongkar!"
Ayah Heung Kyun berpura-pura menabrak Pemburu Jang dan mencuri sebuah kertas yang digunakan si Pemburu untuk mencari tabib itu. Sementara Heung Kyun pergi entah kemana.
Akhirnya Pemburu Jang menemukan Tabib Song. "Apakah benar, Ryung dulu pernah sakit?"
"Ooo.. Benar!" kata tabib. "Dia pernah sakit parah hingga membuatnya seperti orang bodoh."
"Umur berapa dia saat itu?"
"Saat itu?" si tabib berpikir. "Umurnya... 2 tahun!"
"Apa?! Bukan saat ia berumur 9 tahun?" tanya Pemburu tidak percaya.
"Kau pikir aku tidak bisa membedakan anak umur 2 tahun dengan anak umur 9 tahun?" seru tabib marah. Pemburu Jang pergi, kemudian Heung Kyun keluar dari tempat persembunyiannya.

Ryung memotong sebuah bambu, yang akan digunakannya untuk melompot melewati tembok pagar Ruang Penyimpanan. Ia terus mencoba, namun selalu gagal. Ryung menunduk putus asa.

Byun Shik melaporkan pada Raja bahwa ia diminta kedua pejabat untuk menyerahkan dokumen konspirasi. Kwon Do Hyun juga ingin mengemukakan kebenaran tentang konspirasi itu di depan semua pejabat. Raja kemudian memerintahkan Byun Shik agar membuat Kwon Do Hyun dan dokumen-dokumen itu lenyap.
Byun Shik mengunjungi Kwon Do Hyun dan mengatakan padanya, "Kau ingin mengungkap kebenaran tentang konspirasi itu? Hahaha.. Terserah padamu!"
Ketika Byun Shik sudah pergi, Kwon Do Hyun meminta salah kepala penjara agar ia diperbolehkan berpakaian yang layak karena akan bertemu dengan raja.
"Aku sudah mempersiapkan pakaian untukmu." kata kepala penjara itu seraya berjalan keluar.
"Terima kasih." ujar Kwon Do Hyun. Ia lalu merobek baju yang sedang dipakainya saat itu.

Hari sudah malam. Ryung mencoba melompati tembok pagar agar bisa masuk ke Ruang Penyimpanan Dokumen. Sulit baginya untuk mencoba karena pengawal terus-terusan mondar-mandir tanpa henti. Tiba-tiba ia melihat seseorang berpakaian hitam melompati tembok dengan mudah. "Apa itu?!" pikirnya, terkejut.

Kwon Do Hyun menyerahkan baju lamanya yang penuh darah pada kepala penjara. "Terima kasih. Walaupun aku sudah ada di dunia lain, aku tidak akan pernah melupakan kebaikanmu." kata Kwon Do Hyun. Kepala penjara itu tersenyum.
Orang berbaju hitam yang sebelumnya dilihat oleh Ryung sedang melompati tembok, ternyata adalah Moo Yi. Moo Yi masuk ke ruangan itu untuk membakar semua dokumen yang tersimpan di dalamnya
"Ada apa?" tanya Ryung, melihat warga beramai-ramai menonton kebakaran itu.
"Dokumen data terbakar!" jawab seorang warga.
Ryung mengendap-ngendap masuk bersama para pemadam api, dan dengan nekad masuk ke ruangan penuh api untuk mencari dokumen, namun gagal menemukannya. Ia malah di kejar-kejar oleh para pengawal, lalu bersembunyi masuk ke dalam penjara.
Di penjara itu, Moo Yi sedang melakukan pembunuhan terhadap Kwon Do Hyun tanpa mendobrak pintu penjara. Ia membunuh dengan menggunakan kait panjang.
Ryung tanpa sengaja melihat kejadian itu dan terkejut. Namun tidak mengerti apa yang terjadi, ia bersembunyi. Moo Yi menyadari kedatangannya dan menoleh. Beruntung para pengawal yang tadi mengejar Ryung datang, dan mengejar Moo Yi. Ryung bergegas melarikan diri.

Setelah berhasil lolos dari kejaran, Ryung terjatuh di tanah. Usahanya untuk mencari tahu keberadaan kakak dan ibunya gagal. Ia menangis. "Ayah... Ibu... Kakak... Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Kedua pejabat yang sebelumnya meminta dokumen konspirasi melihat ruangan dokumen sudah hangus tak bersisa. Mereka kemudian meminta Byun Shik menyerahkan Kwon Do Hyun, namun Kwon Do Hyun sudah ditemukan tewas di dalam penjara. Saksi dan bukti-bukti konspirasi pemberontakan sudah lenyap.
Shi Hoo datang ke penjara untuk memberikan pakaian ayahnya. Saat itu Byun Shik dan kepala penjara sedang berdebat mengenai tewasnya Kwon Do Hyun. Shi Hoo berpendapat, "Kurasa kepala penjara benar. Pria ini tewas dibunuh. Coba lihat tiga titik darah dibajunya. Pembunuh itu menggunakan kait untuk menarik pria itu kemudian membunuhnya."
Byun Shik menatap putranya, marah. "Siapa kau? Memangnya kau Anggota Investigasi?"
"Tapi itu masuk akal." kata Kepala Penjara. Byun Shik memarahinya. Bagaimanapun logisnya pendapat yang diutarakan, Byun Shik tetap bersikeras bahwa Kwon Do Hyun tidak dibunuh.
Kepala penjara membawa mayat Kwon Do Hyun untuk dibuang di tengah hutan. Entah bagaimana, Ryung sudah berada di gerobak itu bersama mayat Kwon Do Hyun, berniat keluar dari istana. Samar-samar ia mendengar suara seseorang dipukul dan terjatuh.
Ryung melihat ada sebuah kain putih di balik rambut mayat dan mengambilnya. Belum sempat ia membaca, seorang pria berpakaian pengawal istana membuka tikar penutup mayat.
"Siapa kau?!" tanya Pengawal. Ia mencoba merebut potongan kain yang di pegang Ryung. Potongan kain itu sobek menjadi dua. Sebagian besar berhasil di ambil para pengawal dan sebagian kecil dipegang Ryung. Ryung segera melarikan diri. Ternyata pengawal istana itu menyerang para pengawal penjara yang membawa mayat Kwon Do Hyun.
Ryung berhasil kabur.
Kedua pengawal yang menyerang pengawal penjara membaca potongan kain itu, yang ditulis dengan darah.
"Tolong katakan pada Geom. Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu, karena itulah aku menulis ini dengan terburu-buru. Orang yang membunuh ayahmu tidak lain adalah..."
Ternyata kedua pengawal itu adalah pelayan Shim Ki Yoon, yang menyamar untuk mengambil mayat Kwon Do Hyun.
Ryung membaca secuil potongan kain itu, namun tidak bisa diartikan apa-apa karena hanya sedikit sekali tulisan.

Byun Shik bicara pada Chun. Ia mengatakan bahwa dokumen yang terbakar di Ruang Penyimpanan adalah dokumen palsu. Dokumen yang asli masih ada ditangannya. Ia tertawa licik dan penuh kemenangan. Byun Shik juga mengatakan bahwa semua trik mereka nyaris terbongkar karena Shi Hoo. Shi Hoo melihat tiga titik darah dipakaian Kwon Do Hyun dan menyimpulkan bagaimana pembunuhan terjadi.
Chun bertanya, "Bukankah pakaiannya penuh darah? Bagaimana ia bisa melihat tiga titik darah?"
Byun Shik menjawab bahwa Kwon Do Hyun telah mengganti bajunya dengan yang baru. Chun curiga ada sesuatu yang aneh.
Shi Hoo menatap rumah lamanya dari jauh. Ia melihat Dan Ee, ibunya, sedang menjahit.
Ryung pulang ke rumah. Ia menghapus air matanya dan kembali berakting. "Ibu, aku lapar!" serunya ceria. Ia mengambil makanan yang diletakkan di samping Dan Ee. "Ibu, bermain di tempat judi sekarang sulit sekali. Karena kehilangan banyak uang, aku jadi tidak bisa makan." kata Ryung berbohong.
"Ayahmu tidak bisa tidur karena memikirkanmu yang tidak pulang semalaman." kata Dan Ee.
"Ah, ayah terlalu protektif..." Dan Ee melihat ke belakang Ryung. Ryung menoleh. Ternyata ada ayahnya di sana.
Swe Dol mengamuk dan mengejar Ryung, memukulnya dengan sapu.

Shi Hoo melihat mereka dari kejauhan. "Kau ingin aku menjadi seorang bangsawan. Dengan penampilan yang seperti ini... Ini adalah harapanmu, bukan harapanku. Aku... sangat iri pada anak itu." pikirnya sedih.

Chun melihat pakaian lama Kwon Do Hyun yang penuh darah. Ternyata kecurigaannya benar, ada bagian di pakaian itu yang disobek. Ia lantas memerintahkan Moo Yi untuk mencari sobekan kain itu.

Dan Ee mengatakan pada Ryung bahwa ada seseorang yang mencarinya. "Mereka menunggumu di jembatan NamMun." kata Dan Ee.
Ryung bergegas berlari menuju jembatan. Di sana, ia melihat dua orang pria, yang diingatnya sebagai pelayan Shim Ki Yoon (dan juga merupakan orang berpakaian pengawal yang mengambil mayat Kwon Do Hyun).
Kedua pelayan Shim Ki Yoon berjalan ke arah Ryung.

Sinopsis Iljimae Episode 6 dalam Bahasa Indonesia

Ryung melihat dua orang yang dikenalnya sebagai pelayan Shin Ki Yoon. Kedua pelayan itu berjalan menuju Ryung, namun di tengah perjalanan, mereka berdua melihat Moo Yi sedang memata-matai mereka. Mereka berjalan lagi dengan sikap biasa, namun menggeleng, memberi isyarat pada Ryung agar terus berjalan melewati mereka seperti tidak saling mengenal. Mereka ingin melindungi Ryung.
Ryung menoleh ke arah mereka dengan bingung, namun tiba-tiba ia melihat Moo Yi melewatinya. Ryung terkejut dan akhirnya mengerti. Ia membuntuti Moo Yi dari belakang, tapi sayang ia kehilangan jejak.

Moo Yi menyerang salah satu pelayan Shin Ki Yoon dan membunuhnya. Ia mencari-cari surat di badan si pelayan, tapi tidak menemukan apapun. Ia bergegas mengejar pelayan yang satu lagi. Pelayan yang lain itu terluka di lengannya, berusaha kabur menyelamatkan surat Kwon Do Hyun. Tanpa sengaja, si pelayan menabrak Seung Seung, pelayan Eun Chae.
Moo Yi berhasil mengejar si pelayan di tengah hutan. Dengan sekali tebas saja, Moo Yi langsung bisa menjatuhkan si palayan hingga terluka parah dan merebut surat yang dibawanya. Beruntung saat itu Shi Hoo, yang hendak menjemput Eun Chae, melihat penyerangan itu dan berusaha menolong. Tapi kemampuan bela diri Shi Hoo kalah dari Moo Yi sehingga Shi Hoo kalah dan terluka. Eun Chae dan pelayan-pelayannya masuk ke hutan dan menolong Shi Hoo.
Moo Yi menyerahkan surat Kwon Do Hyun pada Chun.
Eun Chae mengobati luka Shi Hoo. "Kakak, kau terluka seperti ini, bagaimana kau akan mengikuti ujian?"
Shi Hoo malah memarahi Eun Chae karena Eun Chae berani masuk ke hutan di tengah malam.
Ryung bertanya pada Hee Bong apakah dia sudah menemukan orang yang dicari oleh Ryung. Hee Bong tertawa, "Kudengar kau sudah kena tipu dan kehilangan semua uangmu."
"Aku tidak kena tipu." ujar Ryung berbohong. "Aku hanya merasa kasihan pada mereka, karena itu aku memberi mereka sedikit uang. Aku adalah Ryung. Apa kau takut aku tidak punya uang?" Ryung tertawa.
"Benarkah?" tanya Hee Bong. "Kalau begitu, berikan uangnya dulu. Aku akan melakukannya setelah melihat uangnya."
"Baik, baik. Aku akan memberi uang itu. Tapi kau harus menemukan mereka, mengerti?"
Diam-diam Pemburu Jang mendengar percakapan mereka. Ia bertanya pada salah satu polisi apakah Lee Won Ho masih punya keluarga yang masih hidup.
"Aku ingat!" ujar polisi. "Sudah lebih dari 10 tahun kan? Keluarganya? Oh benar! Istri dan putri Lee Won Ho hilang."
Pemburu Jang tersenyum licik.

Ryung berlari berkeliling kota mencari Bong Soon dan Kong He, namun tidak juga menemukan mereka.
Di lain pihak, Kong He sedang bicara dengan seorang wanita. Ia ingin mencarikan Bong Soon seorang suami.
"Kau lihat orang itu?" tunjuk wanita itu. "Garam di tepi laut In Choen semua adalah miliknya. Dia tidak hanya kaya, tapi juga baik hati. Semua orang bilang begitu. Coba lihat itu!" Kong He melihat pria kaya yang dimaksud sedang membantu rakyat miskin mengangkat jerami. "Karena Bong Soon tidak memiliki ibu, maka aku akan mengatur segalanya untuk dia."
Kong He memberi tahu Bong Soon bahwa Bong Soon akan menikah dengan seorang pria kaya. Mereka berkunjung ke rumah pria itu.
"Aku mencari Tuan Muda pemilik rumah ini!" teriak Kong He pada pelayan di rumah si pria kaya.
"Aku sudah bilang. Di keluarga ini hanya punya 3 orang putri dan tidak punya putra." kata pelayan.
"Aku melihatnya sendiri!" Kong He berkata marah.
"Kau ditipu oleh wanita itu dan anaknya." kata pelayan. "Kau adalah orang ketujuh dalam bulan ini."
Bong Soon lemas dan terjatuh. "Uangku... Uang yang sudah tabung seumur hidupku... Uangkuuu!!!"

Ryung menunggu Bong Soon dan Kong He di depan kamar mereka sampai larut malam, namun mereka tidak juga pulang. Ryung menggunakan sedikit tipuan. Ia menulis pesan di pintu kamar mereka yang berisi pemesanan barang oleh Rumah Bordil Wol Hyang. Jika barang tersebut tidak diantar dalam waktu 3 hari, maka mereka akan membeli dari toko lain.

Shi Hoo frustasi mempersiapkan ujiannya. Tangannya kanannya yang terluka tidak memungkinkannya untuk memanah dengan benar. Ia mengamuk dan mematahkan semua panah.
Chun kemudian datang dan menunjukkan cara memanah dengan tangan kiri. "Ini tidak akan mudah." kata Chun. "Kau harus berlatih untuk memperkuat lenganmu dulu."
Shi Hoo terus berlatih memanah dengan tangan kirinya siang dan malam tanpa beristirahat. Lama kelamaan, ia mulai terbiasa memanah dengan baik.
Pancingan Ryung berhasil. Bong Soon datang ke Rumah Bordil Wol Hyang untuk mengantarkan pesanan. "Berikan uangnya!" seru Bong Soon.
"Kaulah yang harus memberikan uang padaku!" kata Ryung, tiba-tiba muncul dari belakang. "Kutangkap kau, Anak Penipu! Kembalikan uangku 200 tael!"
Karena Bong Soon tidak bisa mengembalikan uangnya, maka Ryung membawanya ke kantor polisi dan memenjarakannya.
"Bong Soon! Putriku!" Kong He menangis melihat anaknya di penjara. Ia berlutut di depan Ryung dan memohon. "Aku sudah bilang padamu! Aku kehilangan semua uangku! Aku bangkrut sekarang! Tangkap saja aku!"
Tiba-tiba Swe Dol muncul dari belakang sambil menangis. Ia melihat-lihat isi sel, mencari Ryung. "Ryung, apa yang telah kau lakukan? Kenapa kau dipenjara? Ryuuuunggg...." serunya sambil menangis. Ryung menyembunyikan wajahnya dengan tangan, malu atas kelakuan ayahnya.
Swe Dol melihat Ryung dan berlari memeluknya. "Ryung!!!"
Akhirnya, Ryung dan pihak Kong He mengadakan perjanjian untuk menyelesaikan masalah ini. Ryung membaca surat perjanjian itu. "Ryung berhak mengambil alih semua barang dagangan milik Kong He dan putrinya. Jika penipu Kong He dan putrinya mencoba melarikan diri, masing-masing dari mereka akan dipukul dengan tongkat sebanyak 50 kali. Tertanda, Kepala Departemen Penangkapan Penjahat."
"Cap jempol di sini." kata salah satu aparat polisi.
"Kalau bukan karena ayahku, aku tidak akan mau perjanjian seperti ini!" omel Ryung.
Karena takut Kong He dan Bong Soon kabur, mereka disuruh bekerja di restoran milik ibu Dae Shi sebagai tawanan sampai hutang mereka lunas. Dae Shi dan ibunya protes, namun kalah jumlah dalam berargumen.

Ryung membawa barang dagangan Kong He dan menjualnya. Uang yang diperoleh kemudian diberikan pada Hee Bong.
"Ini uang mukanya, 20 tael." kata Ryung. "Jika kau menemukan mereka, aku akan membayar sisanya."
"Bagus!" ujar Hee Bong senang. "Aku akan mencari mereka sekarang juga."
Hee Bong kembali menemui Pemburu Jang dan putranya, Eun Bok, untuk menagih hutang. Ia menarik Eun Bok untuk dijual sebagai budak. Namun Pemburu Jang berbisik pada Hee Bong. "Ada yang ingin kukatakan padamu."
"Apa?! Dia adalah putra seorang pemberontak melarikan diri?" tanya Hee Bong.
"Jika kau bisa menangkap anak itu, kau akan mendapat hadiah yang besar." kata Pemburu Jang. "Ayo kita bekerja sama, dan kita akan berbagi hadiahnya. Bagaimana menurutmu?"
"Kau mengarang cerita itu karena kau tidak punya uang, kan?" kata Hee Bong tidak percaya.
"Tolong percaya padaku!"
"Aku akan memberimu waktu setengah bulan lagi. Berikan uangnya padaku, mengerti?" Hee Bong mengajak anak buahnya pergi.
Setelah Eun Chae selesai melihat pembangunan penginapan ayahnya, ia dan pelayan-pelayannya berjalan pulang.
"Aku sudah meminta ayahku untuk menambal lampion ini, tapi angin masih bisa masuk." keluh Seung Seung, pelayan Eun Chae, melihat lampion yang dibawanya mati.
Seung Seung ketakutan karena berjalan di tengah kegelapan.
Shi Hoo, seperti biasanya, menjaga Eun Chae diam-diam. Ia melepaskan panah api untuk menyalakan lampion di sepanjang jalan. Seung Seung memanggil Eun Chae agar keluar.
Eun Chae terpesona melihat pemandangan itu. Ia melihat lubang panah di lampion dan mengetahui kalau Shi Hoo-lah yang melakukan itu.
"Yang bisa kulakukan untukmu hanyalah menghidupkan lentera." ujar Shi Hoo dalam hati. "Aku akan selalu berhutang padamu, Eun Chae."
Ryung berjalan seorang diri malam itu. Tiba-tiba pelayan Shim Ki Yoo yang terluka parah muncul dihadapannya. "Paman! Kau tidak apa-apa? Paman!" seru Ryung panik. Namun pelayan itu sekarat hingga tidak sadarkan diri. Ryung mencari surat dibadan si pelayan tapi tidak menemukan apapun.
"Ryung! Ryung!" Dae Shi datang berlari-lari. "Hee Bong menyuruhmu datang ke perkemahan di gunung. Dia ingin memberitahu padamu kalau dia sudah menemukan orang itu."
"Benarkah?" tanya Ryung senang. Ia meminta Dae Shi membawa pelayan Shim Ki Yoon ke tabib dan menjaganya, lalu bergegas pergi dengan kuda.

Chun memberikan surat yang diterimanya dari Moo Yi ke Raja. Raja melihat surat itu. "Ini bukan tulisan Kwon Do Hyun." kata Raja. "Shim Ki Won dan Kwon Do Hyun adalah temanku. Bagaimana bisa aku tidak mengenali tulisan mereka?"
Dae Shi membawa pelayan Shim Ki Yoon ke tabib Song. Pelayan itu terus-menerus memanggil nama Geom dan menunjuk-nunjuk kaos kakinya. Ternyata pelayan itu memalsukan surat Kwon Do Hyun, sedangkan surat yang asli disimpan di dalam kaos kakinya.
Si pelayan meninggal. Tabib Song memanggil tabib istana dan pengawal untuk menginvestigasi kematian pelayan itu. Salah satu pejabat istana masuk. "Apakah dia dari rumah keluarga Shim Ki Yoon?" tanya pejabat itu.
"Ya." kata pengawal.
Tabib istana yang memeriksa menemukan sebuah kertas di kaos kaki yang dipakai si pelayan. Ia memberikan surat itu pada pejabat. Pejabat itu membacanya.

Hee Bong berhasil menemukan kakak Ryung, Yeon. Ia berbisik pada Yeon, "Adikmu sedang mencarimu."
Yeon menoleh sejenak ke arahnya, lalu berkata, "Kau salah orang. Aku tidak punya adik."
"Seseorang bernama Ryung sedang mencarimu." kata Hee Bong. "Ia bilang kau akan mengerti bila aku menyebutkan nama Geom."
"Ge.. Geom?"
Yeon lemas dan terjatuh ke tanah. Tiba-tiba salah seorang penjaga datang dan menarik Yeon. "Apa yang kau lakukan?" teriak Yeon.
Penjaga itu berkata bahwa uangnya hilang dan temannya melihat salah satu dari pelayan wanita disanalah yang mengambilnya.
"Aku harus melihat apakah kau menyembunyikan uang itu ditubuhmu!" seru si penjaga, memaksa Yeon membuka bajunya. Yeon melawan sekuat tenaga.
Hee Bong membantunya. "Maaf menganggu." katanya. "Aku merasa ada masalah dengan udang asin, jadi..." Ia menoleh pada Yeon dan membentaknya, "Kau! Aku sudah ingin pergi! Masuk dan bawa udang itu padaku! Ayo!" Hee Bong hendak mengajak Yeon pergi, namun si penjaga menghentikannya dengan memukul kepala Hee Bong.
"Aku masih bisa menerima jika kau memukulku di tempat lain. Tapi jika kau memukulku di kepala, aku bisa gila!" Hee Bong marah dan menyerang si penjaga. Penjaga yang lain maju dan memukul Hee Bong. "Kalian membuat skenario agar bisa melihat wanita-wanita ini tanpa pakaian, kan?!" seru Hee Bong marah, menghajar kedua penjaga.
Kedua penjaga kabur dan memanggil banyak penjaga lain. Hee Bong dikeroyok hingga babak belur. Yeon maju untuk melindunginya. "Hentikan!"
"Aku akan mengubur orang ini hidup-hidup!" seru penjaga yang memukul kepala Hee Bong.
"Aku akan membuka bajuku!" seru Yeon hendak membuka bajunya, namun ia kemudian berteriak, "Jika kau tidak menemukan uang itu di tubuh para pelayan disini, aku akan mengajukan petisi pada duta besar agar ia bicara pada Tuan Kang. Jika kalian semua membuat kami melepas baju dan tetap tidak menemukan uang itu, itu menunjukkan bahwa Tuan Kang telah melakukan hal yang tidak bisa dipercaya!"
Yeon hendak membuka bajunya lagi, namun kepala penjaga, Tuan Kang, melarangnya. "Baik baik!"
Para penjaga pergi. Yeon mengobati luka Hee Bong. "Maafkan aku karena membuatmu terlibat." kata Yeon.
"Tidak, tidak." ujar Hee Bong cepat. "Sifatku memang begitu, tidak bisa melihat ketidakadilan."
"Kau dan Geom..."
"Kami seperti saudara." kata Hee Bong berbohong. "Tidak ada rahasia diantara kami."
"Benarkah?" Yeon berkata lega, lalu memegang tangan Hee Bong. "Terima kasih."
Hee Bong tersenyum malu. "Tengah malam nanti, pergilah ke dermaga Deok Cheon. Ryung... Ah, bukan... Geom dan aku akan menyiapkan perahu kecil dan menunggumu disana. Jangan khawatir. Kau akan bisa hidup dengan adikmu selamanya."

Malamnya, salah satu penjaga menarik Yeon dan hendak memperkosanya. Namun Yeon memukul kepala penjaga itu hingga pingsan, lalu melarikan diri. Di perjalanan, ia bertemu dengan seseorang yang naik kuda, namun bersembunyi. Orang berkuda itu adalah Ryung, namun Yeon tidak tahu.
Hee Bong bertemu dengan Ryung dan mengajaknya menunggu Yeon di dermaga.
"Aku sudah mendengar tentangmu dari Jang Bong Kyo (si pemburu)." kata Hee Bong. "Mulanya aku ingin memanggilmu kemari dan menyerahkanmu pada polisi untuk mendapatkan hadiah uang. Tapi aku berubah pikiran."
"Kenapa?" tanya Ryung.
"Kenapa? Kau tanya kenapa?" gumam Hee Bong. "Itu karena... karena... karena orang itu... kakakmu... Entah kenapa, aku ingin menolongnya. Dia membuat hatiku berdebar. Ah, aku bisa gila!"
Ryung tersenyum. "Terima kasih."
"Ya, ya, kau hanya bisa berterima kasih." ujar Hee Bong. "Mulai sekarang, panggil aku 'kakak', mengerti."
Ryung mengangguk. "Kakak."

Yeon berlari menuju dermaga, namun dari kejauhan ia melihat banyak pengawal mendekati dermaga kecil itu. Yeon bersembunyi.
Para pengawal bertanya pada Hee Bong dan Ryung.
"Apa kalian melihat seorang wanita mencurigakan?" tanya salah seorang dari mereka. "Ada seorang pelayan yang memukul penjaga kemudian melarikan diri."
Hee Bong menjawab bahwa mereka tidak tahu apa-apa. Para pengawal hendak pergi, namun kemudian kembali lagi karena anjing pelacak berlari ke arah berlawanan. Bau Yeon tercium oleh anjing pelacak.
Ryung melihat kakaknya berlari dari jauh dan hendak berlari menolong. Hee Bong menahannya.
"Lepaskan aku!" teriak Ryung.
"Apa kau ingin mati? Kau ingin mati tragis?"
Ryung menangis. "Kakakku sedang dikejar di sana!"
"Jika kau menolongnya, kau malah akan membahayakan jiwanya!"

Hari sudah terang. Hee Bong mendapat informasi bahwa para pengawal itu tidak berhasil menangkap Yeon. "Dia pasti sudah pergi jauh." kata Hee Bong. "Aku akan menyuruh mata-mataku di Bong Hwa untuk mencarinya. Kau tunggu saja."
"Terima kasih, Kakak." Ryung berkata sedih.
"Jangan khawatir, Nak! Aku akan segera mengirimkan kabar baik."
"Aku pergi." Ryung hendak kembali ke rumahnya.
"Mungkin dia akan pergi ke Hanyang." seru Hee Bong. "Aku mengatakan padanya bahwa kau tinggal di Hanyang."
Ryung senang mendengarnya dan bergegas menaiki kudanya.
"Dia sangat cantik." ujar Hee Bong, tersenyum-senyum sendiri. "Kalian berdua sangat mirip. Kalian pasti akan langsung saling mengenali jika kalian berdua bertemu, karena kalian satu darah."
Ada pengumuman bahwa ujian Ryung akan diadakan besok. Dan Ee membeli kertas untuk Ryung. "Aku ingin membeli kertas."
"Apa Ryung akan mengikuti ujian?" tanya penjual. "Tunggu sebentar. Ini dia, kertas rumput."
Dan Ee melihat kertas itu. "Apa ada kertas yang lebih bagus?"
"Tentu saja ada kertas Ja Moon. Tapi kertas itu terlalu mahal dan hanya anak-anak bangsawan yang biasa menggunakannya."
"Ya." ujar Dan Ee, melihat kertas Ja Moon yang ada di rak.
Swe Dol memegang sapi, menjaga Ryung yang sedang belajar agar tidak kabur. Dan Ee pulang dan menyerahkan kertas pada Swe Dol.
"Aku membantu seseorang menjahit pakaian. Mereka bilang mereka tidak memiliki uang dan memberi kertas tidak terpakai itu padaku." kata Dan Ee berbohong, kemudian masuk ke dalam rumah.
Swe Dol memberikan kertas itu pada Ryung. "Wah, apa ini kertas Ja Moon?" tanya Ryung terkesan. "Ibu! Apa ibu memberikan kertas ini padaku sebagai hadiah? Ini hebat! Aku akan memamerkan kertas ini pada semua orang."

Ryung berlari pergi, namun bukan untuk memamerkan kertas melainkan menanyakan kabar dari Hee Bong.
"Belum ada kabar apapun." kata anak buah Hee Bong.
Ryung kecewa. "Kakak, dimana kau?"
Shi Hoo juga akan mengikuti ujian dan berlatih pedang di rumahnya. Swe Dol mengintip dari tembok pagar dan tersenyum padanya. Shi Hoo keluar untuk menemui Swe Dol, dan menemukan sebuah bungkusan berisi permen gula.
Shi Hoo mengejar Swe Dol, dan melihat ayah angkatnya itu dengan sedih. Swe Dol tersenyum padanya dan memberi isyarat agar Shi Hoo masuk.

Shi Wan bertanya pada ayahnya bagaimana caranya 'lulus ujian'. Untuk menjaga harga dirinya, Byun Shik berkata bahwa Shi Wan harus menggunakan kemampuannya sendiri untuk lolos. Tapi jika, Shi Hoo berhasil lolos sedangkan Shi Wan gagal, Byun Shik akan menghapus nama Shi Wan dari daftar keluarga.
Shi Wan kemudian merencanakan sesuatu untuk membuat Shi Hoo gagal.

Dan Ee berdoa, mendoakan kedua putranya, Ryung dan Shi Hoo. Swe Dol mendekatinya dan berkata bahwa ia menemui Shi Hoo dan memberikan permen gula.
"Kau berdoa untuk siapa?" tanya Swe Dol, tersenyum. "Ryung atau Ja Dol?"

Eun Chae menemui Shi Hoo untuk memberikan penyangga jari untuk memanah. "Ini untuk keberuntunganmu, Kakak."
"Tidak perlu." kata Shi Hoo dingin. "Aku akan menggunakan yang biasanya." Lalu pergi.
Pelayan Shi Hoo mengambil penyangga jari dari tangan Eun Chae dan berlari mengejar Shii Hoo.
Ryung pergi ujian dengan diantar oleh teman-temannya.
"Memangnya aku mau pergi perang?" tanya Ryung malu. "Kau membuatku malu, Ayah. Pergi sana."
Swe Dol dan teman-temannya menyiapkan kejutan untuk membuat Ryung semangat. Mereka menempelkan tulisan di badan mereka dan bertingkah layahnya cheerleaders, "Hidup Ryung! Hidup Ryung!"
Ryung malu setengah mati dan memberi isyarat agar mereka pergi.

Pintu gerbang tempat ujian dibuka. Tiba-tiba Hee Bong datang dan menarik lengan Ryung. "Aku sudah menemukan kakakmu."
Ryung menemui orang yang telah menolong kakaknya. "Aku tidak tahu berapa lama ia kelaparan." kata orang itu. "Ia hampir menjadi pencuri. Dia juga makan tidak berhenti-henti. Ck ck ck.. Apa kau adiknya? Kalian sangat mirip. Dia juga berkata bahwa dia ingin mencari adik dan ibunya di Hanyang."
"Ibu?" tanya Ryung.
"Aku dengar dia dan ibunya sudah berpisah sejak ia masih kecil. Dia ditangkap dan dijadikan budak sementara ibunya dipaksa menjadi wanita penghibur. Dia menangis ketika menceritakan itu. Andai kau datang sedikit lebih cepat."
"Kemana dia pergi?" tanya Ryung cemas.
"Aku memberinya beberapa barang. Mungkin ia berniat mencari ibunya di rumah bordil di Hanyang."

Shi Hoo mengikuti ujian memanah. Ia menggunakan penyangga jari yang diberikan Eun Chae. Dengan mudah Shi Hoo bisa memanah tepat sasaran dan akhirnya lolos. Namun ketika ujian memanah di atas kuda, kuda yang digunakan Shi Hoo kehilangan kendali. Shi Hoo berusaha tetap memanah tepat sasaran.

"Kudengar kau gagal." kata Shi Wan ketika ia mendekati Shi Hoo yang sedang duduk selesai ujian. "Tapi jangan khawatir. Tidak peduli apakah anak haram lolos atau tidak dalam ujian, dia tidak akan pernah bisa bekerja di pemerintahan." Shi Hoo terkejut. "Kau tidak tahu?" tanya Shi Wan, melihat ekspresi Shi Hoo. "Kau pasti tidak tahu."
Eun Chae berusaha menghibur Shi Hoo. "Hasil ujian belum keluar. Tenanglah, kak."
Ibunya masuk dan menyuruh Shi Hoo menjembut Shi Wan yang sedang bersenang-senang di rumah bordir.
Pada saat yang sama, Ryung pergi ke wilayah rumah bordor untuk mencari kakaknya. "Apa kalian melihat seorang gadis penjual barang?" tanyanya pada setiap orang yang lewat. Namun jawaban mereka selalu 'tidak'.
Ryung melihat salah satu rumah bordir yang tertutup. "Yang ini sudah tutup." gumamnya, dan berbalik pergi.
Shi Hoo memasuki rumah bordil yang tutup itu untuk menjemput Shi Wan. Di sana, ia melihat seorang gadis yang menjual barang pada salah seorang pekerja rumah bordil itu. Gadis itu tidak lain adalah Yeon, kakak Ryung.
"Maaf.. apa disini ada wanita penghibur yang sebelumnya adalah pelayan di rumah seorang bangsawan?" tanya Yeon pada gadis rumah bordil. "Umurnya sekitar 40 tahun."
"Sepertinya tidak ada." jawa gadis itu.
Shi Hoo menoleh mendengar percakapan mereka.
"Bisakah kau mengambilkan air?" ujar Yeon pada gadis rumah bordir.
"Tunggu sebentar." gadis itu pergi ke belakang.
Dari luar, terdengar suara orang sedang mencari pelayan yang memukul penjaga lalu kabur. Yeon mendengar itu dan berniat pergi. Melihat Shi Hoo, ia berpura-pura mencari toilet.

Para polisi masuk dan bertanya pada Shi Hoo apa ia melihat seorang gadis mencurigakan.
"Ada masalah apa?" tanya Shi Hoo.
"Seorang pelayan melarikan diri. Dia adalah putri dari seorang pemberontak. Karena itu dia sedang dicari-cari di semua wilayah."
"Aku tidak melihat siapapun." kata Shi Hoo. Ia menoleh dan melihat Yeon bersembunyi.
Shi Hoo pergi. Yeon menatap Shi Hoo dan berpikir sedih, "Jika Geom tumbuh dalam lingkungan yang baik, ia pasti akan menjadi seorang bangsawan seperti laki-laki itu."

Shi Hoo ternyata keluar untuk melihat gambar buronan. Ia mencari lukisan wajah wanita yang dicari-cari polisi. Ternyata benar, itu adalah wanita yang dilihatnya di rumah bordir. Shi Hoo teringat kata-kata Shi Wan yang mengatakan kalau anak haram tidak bisa bekerja di pemerintahan.
Yeon keluar dari rumah bordil itu. Tiba-tiba beberapa polisi mengejar dan menangkapnya. Yeon menoleh, melihat Shi Hoo yang berdiri tidak jauh darinya. Shi Hoo-lah yang melaporkan Yeon pada para polisi.

Sinopsis Iljimae Episode 7 dalam Bahasa Indonesia

Ryung menarik perhatian gadis-gadis penghibur dengan menunjukkan lukisan-lukisan 'porno' di buku yang ia punya, kemudian bertanya tentang Yeon. Namun sebelum ada yang sempat menjawab pertanyaannya, beberapa polisi datang dan menangkap Ryung dengan tuduhan menyebarkan buku ilegal.
Ryung dikurung dalam penjara. Ia berteriak-teriak marah pada penjaga, namun para penjaga tidak mengacuhkannya. Ia duduk lemas. "Pada saat seperti ini..." gumamnya sedih.
Di dalam penjara itu ada dua orang lagi selain Ryung. Yang satu adalah seorang pria tidak tahu diri dan yang satunya adalah seorang gadis. Gadis itu tidak lain adalah Yeon, kakaknya sendiri namun Ryung tidak mengenalinya.
Pria tidak tahu diri itu menggoda Yeon dan hendak berlaku tidak senonoh.Ryung kesal melihatnya dan menarik pria itu menjauh dari Yeon.
"Ah, paman!" teriak Ryung. "Kita bertemu lagi! Aku senang bertemu denganmu disini. Tapi, aku ingin meminta tolong sedikit padamu." Pria itu menatap Ryung marah, namun Ryung tidak memedulikannya dan terus bicara. "Aku sedang ada sedikit masalah, jadi aku butuh ketenangan untuk berpikir."
Pria itu menarik kerah baju Ryung. "Beraninya kau mencampuri urusanku!"
Ryung tertawa. "Aku ditangkap karena menjual buku lukisan 'porno' secara ilegal." katanya. "Tapi penulisnya terus menyuruhku untuk merahasiakan siapa pembelinya. Pembeli juga akan mendapatkan hukuman yang lebih berat dibandingkan penjual. Apa kau ingin aku menyebutkan nama-nama mereka?"
Pria itu kesal dan menjauh dari mereka.
"Terima kasih."ujar Yeon pada Ryung. Ryung tidak menjawab dan kembali ke pojokan.

Shi Hoo berbincang dengan salah satu pejabat kepolisian. Ia bertanya apa yang akan dilakukan polisi terhadap gadis itu. Pejabat polisi itu menjawab, "Ia akan diberi cambukan dan dipindahkan ke rumah lain sebagai budak. Bantuan Tuan Muda akan kami laporkan pada atasan kami. Ayahmu pasti akan bangga padamu."
Swe Dol datang menjenguk Ryung dan memberinya makanan buatan Dan Ee. Ryung makan dan minum dengan lahap. Swe Dol melihat Yeon kelaparan dan merasa kasihan. "Nona, kemarilah dan makan sedikit." ujarnya ramah.
Ryung menoleh ke ayahnya. "Ayah selalu ikut campur urusan orang lain." katanya kesal. "Untukku saja tidak cukup."
Swe Dol memarahi Ryung dan menyuruhnya memberikan makanan pada Yeon.
"Terima kasih, Paman." kata Yeon.
"Apa kau tidak merasa bersalah bersikap seperti itu padanya?" Swe Dol berkata marah pada Ryung.
Ryung berbisik padanya, "Apa Ayah tahu kejahatan apa yang dilakukannya? Dia berzina."
Swe Dol memukul kepala Ryung dan menutup mulutnya.
Chun dan Byun Shik melaporkan bahwa surat dari Kwon Do Hyun yang berada bersama mayat pelayan Shim Ki Yoon merupakan pertanda bahwa putra Lee Won Ho, Geom, masih hidup.
"Jadi mereka ingin memberikan surat itu pada Geom?" tanya Raja. "Berarti mereka sudah lama tahu bahwa Geom masih hidup."
"Begitulah yang kupikirkan." kata Byun Shik.
"Aku berpikir apakah anak itu sudah pernah membaca surat itu atau belum." kata Raja.
"Mungkin belum." kata Byun Shik ragu. "Tapi kalaupun sudah, kita bisa menangkap dan membunuhnya."
"Kalau begitu cepat cari dan temukan dia!"

Hari sudah malam. Swe Dol masuk menunggui Ryung di penjara. Ryung sudah tidur, Swe Dol menatap Yeon. "Apakah kau tidak ingin tidur? Kau harus tidur agar tidak jatuh pingsan." katanya. "Apa kau tidak punya keluarga? Kenapa tidak ada seorangpun yang menjengukmu?"
Yeo berusaha mengumpulkan tenaganya dan berkata lemah, "Ya."
Swe Dol berusaha menghibur Yeon. "Tempat ini memang menyeramkan. Tapi lama-kelamaan kau akan terbiasa."
"Ya." kata Yeon. "Kau sangat baik pada putramu."
"Aku tidak bisa melakukan apapun selain itu." kata Swe Dol. Ia menatap Ryung yang tidur dengan tubuh melingkar. "Ryung! Luruskan kakimu!"
Yeon terkejut, menatap Ryung. Ia teringat Hee Bong mengatakan bahwa sekarang nama Geom adalah Ryung. Yeon menangis, menatap adiknya.
Beberapa polisi menarik Yeon keluar dan menyiksanya. Byun Shik menginterogasi Yeon.
"Aku tanya sekali lagi." kata Byun Shik. "Dimana adikmu?"
"Aku tidak punya adik." jawab Yeon.
Byun Shik menunjukkan senjata, berupa dua buah kayu yang disambungkan dengan rantai, pada Yeon. "Aku tanya lagi, dimana adikmu... Lee Geom?"
"Pada malam yang sama dengan kematian ayahku 13 tahun yang lalu, adikku juga terbunuh." Yeon bersikeras. "Tolong temukan pembunuh mereka untukku, Tuan."
Byun Shik memberi isyarat pada polisi untuk memukuli Yeon dengan senjata tadi. Darah Yeon terciprat ke wajah Byun Shik. "Gadis yang tangguh." ujarnya.

Setelah selesai dengan interogasi, Yeon dibawa ke penjara dengan tubuh penuh darah. Ia mencoba bangkit dan menyeret tubuhnya mendekati Ryung yang masih tidur. Yeon menatap dan mengusap rambut Ryung. "Adikku masih hidup." bisiknya. "Masih hidup... Syukurlah..." Yeon menangis. "Adikku... Geom... Kau ada tepat di depanku, tapi aku tidak bisa bicara padamu." Yeon mendekatkan kepalanya ke kepala Ryung.
Ryung terbangun dan mendorong Yeon dengan kasar sampai terjatuh. "Apa yang dilakukan wanita ini!" serunya marah. "Benar-benar! Pantas saja aku bermimpi buruk!"
Yeon hanya bisa menatap Ryung dari jauh, sementara Ryung tidur membelakangi Yeon. Ryung menangis. "Kakak... Dimana kau?"

Keesokkan paginya, polisi membangunkan Ryung. "Kau bebas." katanya. Ryung melompat senang, lalu bicara pelan pada Yeon. "Kau juga akan dibebaskan sebentar lagi. Jangan khawatir."
Yeon tidak menjawab, menatap kepergian Ryung sambil menangis. Kali ini dia tidak bisa menahan tangisnya, dan menangis dengan kencang.
Ryung pergi ke kedai ibu Dae Shi. Ia meminta Dae Shi memijatnya dan dengan seenaknya menyuruh-nyuruh Bong Soon agar membuatkannya makanan tahu. Ryung makan dengan lahap.
Beberapa aparat polisi datang dan makan di kedai itu juga. Mereka berbincang-bincang tentang seorang gadis yang akan dihukum gantung. Salah satu polisi juga menunjukkan tali gantung yang akan digunakan untuk eksekusi itu.
"Ini adalah tali yang sangat kuat!" pamer si polisi.
"Kenapa tiba-tiba ia akan dihukum gantung?" tanya salah satu polisi.
"Karena mereka ingin gadis itu memberi tahu dimana adiknya berada." jawab polisi yang lain. "Mereka menggunakan berbagai cara untuk menyiksanya, tapi gadis itu benar-benar keras kepala. Karena itulah mereka ingin memberinya hukuman mati."
Ryung terkejut dan menoleh, mendengar pembicaraan mereka. "Siapa dia?" tanya Ryung pada mereka.
"Siapa lagi!" jawab polisi. "Apa kau tidak tahu? Kau dan dia berbagi suka dan duka di penjara yang sama."
Ryung menjatuhkan mangkuk makannya, teringat saat Yeon mendekatkan kepalanya pada Ryung namun Ryung mendorongnya hingga terjatuh.
Ryung tersenyum pada para polisi itu, kemudian membersihkan pecahan mangkuk. Kata-kata Hee Bong terngiang dikepalanya, "Ia seorang gadis yang cantik. Kalian sangat mirip. Hanya dengan sekali lihat, kalian pasti akan langsung bisa saling mengenal. Karena kalian adalah kakak beradik."
Ryung menangis. "Maaf.. Maafkan aku kakak.." tangisnya dalam hati. "Maaf karena aku tidak mengenalimu... Kakak..."
Ryung kemudian bangkit dan berlari mencari madu. "Dimana madu?" tanyanya pada Bong Soon. "Aku bertanya dimana madu!!" serunya tidak sabar.
Bong Soon memberikan botol madu padanya. Ryung mengoleskan madu itu di kedua telapak tangannya dan mendekati para polisi. "Kapan eksekusinya?" tanya Ryung ceria.
"Kenapa? Kau mau menonton?" tanya salah satu polisi.
"Tentu saja!" seru Ryung, dengan diam-diam mengoleskan madu yang ada ditangannya pada tali yang gantung yang dibawa polisi itu, kemudian menandainya dengan darah.
"Dia akan dieksekusi lusa."

Hee Bong sengaja mencari masalah dengan para polisi dengan cara buang air kecil di dalam kantor mereka. Polisi marah dan mengurung Hee Bong di penjara. Di sana, ia melihat Yeon yang terluka parah dan menjadi sedih.
"Geom bilang, ia akan mencari cara untuk membebaskanmu. Jangan khawatir." kata Hee Bong.
"Karena aku kau..." Yeon berkata lemah pada Hee Bong. "Terima kasih. Terima kasih."
"Tidak perlu begitu... Kita..."

Ryung datang ke kantor polisi dengan alasan menjenguk Hee Bong. Namun ia malah pergi mencari ruang penyimpanan tali dan melepaskan beberapa ekor tikus di sana. Setelah itu, ia mencuri satu baju polisi.

Ryung menipu tukang jagal dan para polisi untuk mencuri sapi. Sapi itu digunakannya untuk membobol jeruji penjara.
Hee Bong tiba-tiba berteriak dari penjara sebelah dengan khawatir dan mengatakan kalau Yeon sudah dibawa pergi. "Mereka bilang, eksekusinya tidak jadi besok, tapi sekarang!" serunya cemas dan sedih.
Yeon dibawa ke alun-alun tempat eksekusi hukuman gantung. Banyak warga yang berdatangan untuk menonton.
"Ayah.." ujar Yeon dalam hati. "Yeon akan datang untuk menemuimu. Beberapa tahun ini aku hidup menderita. Mulai saat ini, aku akan hidup damai di sisimu, Ayah." Yeon menatap langit. "Selain itu, aku sudah mendapat kesempatan bertemu lagi dengan Geom. Aku sangat berterima kasih pada langit. Ibu... Geom... Geom pasti akan segera menemukanmu."
Salah satu aparat polisi memasang tali gantungan di leher Yeon.
"Jika ada diantara kalian adalah kakak gadis ini, cepatlah maju!" kata kepala polisi. "Jika tidak, gadis ini akan mati di tiang gantungan. Tetap tidak ada yang maju?"
Chun dan Moo Yi berada diantara pada warga yang menonton, bersiap-siap mengambil tindakan jika Geom muncul.
Polisi menunggu beberapa saat, namun tidak juga ada yang maju. "Aku memberimu satu kesempatan lagi untuk menyelamatkan kakakmu. Aku hitung sampai tiga. Satu! Dua! Tiga!"
Kepala polisi hendak mengibarkan bendera tanda eksekusi akan dimulai. Namun tiba-tiba terdengar seruan seseorang. "Tunggu!"
Moo Yi bersiap menarik keluar pedangnya.
"Tolong jangan bunuh dia!" Ternyata Shi Hoo-lah yang berteriak.
Chun memberi isyarat agar Moo Yi menyimpan pedangnya dan menunggu.
"Apa yang terjadi?! Bukankah kau berjanji padaku tidak akan membunuh gadis itu?" seru Shi Hoo.
"Ini perintah dari pejabat tinggi." kata polisi.
Shi Hoo meledak marah dan berteriak, "Bukankah kau berjanji padaku tidak akan membunuhnya?!!!!"
Kepala polisi meyuruh anak buahnya membawa Shi Hoo pergi. Ia berkata pada Yeon, "Sampai akhir, adikmu tidak peduli apakah kau hidup atau mati. Aku memberimu kesempatan terakhir. Dimana adikmu?"
"Adikku... sudah lama mati." jawab Yeon.
Kepala polisi mengangkat benderanya tinggi-tinggi. Saat itulah Ryung berlari datang. Yeon melihatnya.
Ryung menepuk dada kirinya. "Tunggulah, adikmu akan menyelamatkanmu." Ryung berkata tanpa suara.
Yeon tersenyum.

Flashback saat Ryung melakukan uji coba dengan tali gantung. Ryung mengoleskan madu ke tali gantung dan melepaskan tikus agar si tikus bisa menggigit tali itu. Tali gantung yang digigit si tikus akan rapuh dan membuat tali tersebut putus jika ada beban berat yang diikatkan pada tali itu. Ryung mencobanya dengan menggantung dirinya sendiri dan itu berhasil.
Yeon tersenyum. Kayu tempat Yeon berdiri didorong sehingga membuat Yeon tergantung dan mati.
Ryung shock. Tali itu tidak putus. Ternyata sebelum eksekusi para polisi memeriksa tali yang digigit tikus dan menggantinya dengan yang baru.
Ryung menangis. Tiba-tiba pemburu Jang menepuknya dari belakang. "Benar-benar kejam... Melihat kakakmu dieksekusi di depan matamu sendiri." Pemburu Jang tertawa. "Itu sudah bisa diperkirakan. Saat kau masih kecil, kau bahkan melempar kepala ibumu sendiri dengan batu."
Ryung menggenggam tangannya erat-erat. Segala emosi berkecambuk di dalam dirinya. Sedih. Marah. Menyesal. Ia menghapus air matanya dan menoleh pada pemburu Jang, berkata acuh. "Paman, apa kau belum sembuh juga dari gigitan anjing gila? Bagus, ikuti saja aku seumur hidupmu. " Ryung berjalan pergi sambil ngedumel. "Benar-benar membosankan. Aku seharusnya tidak datang kesini."
Di rumahnya, Swe Dol menangisi kematian Yeon. "Gadis yang malang." tangisnya. "Aku tidak percaya ternyata gadis itu adalah kakak Ryung. Aku akan mengambil mayatnya."
Swe Dol bangkit dari duduknya.
"Apa kau mau menyebabkan Ryung terkena masalah?" Dan Ee berkata sedih.
Swe Dol menangis. "Ryung... Jika kelak ia tahu tentang cerita ini..."
"Ayah! Ibu! Apa ada sesuatu yang bisa dimakan?" terdengar Ryung berseru ceria. "Aku lapar!"
Swe Dol menghapus air matanya dan Dan Ee bergegas melakukan pekerjaannya lagi.
"Ayah! Ibu! Tadi aku baru dari pasar..." Ryung hendak bercerita. Dan Ee dan Swe Dol saling berpandangan. "Aku melihat apa yang seharusnya tidak dilihat. Sangat menyedihkan!" Ryung melihat makanan di meja dan kemudian memakannya. Ia tertawa-tawa dan bersikap seperti tidak terjadi apapun.
Moo Yi ternyata merasa curiga dan mengikuti Ryung. Melihat Ryung yang terlihat tidak sedih sama sekali karena Yeon meninggal, Moo Yi tersenyum, merasa konyol dengan kecurigaannya itu.
Ryung makan dan tersedak. Ia berlari masuk ke dapur untuk mengambil minum. Di sanalah ia menangis histeris. Menangis sejadi-jadinya. Dan ketika malam tiba, ia pergi ke rumah lamanya dan menangis lagi di depan pohon Mae Hwa.
Melihat lambang yang pernah diukirnya di pohon itu, dan teringat kenangan-kenangan menyedihkan tentang kakak dan pembunuhan ayahnya... Kemarahan membakar hatinya. Ia berlari ke tukang tatoo dan mengukir lambang pembunuh Lee Won Ho di dadanya.
"Jangan sampai ada kesalahan walau sedikit." kata Ryung pada pembuat tatoo. "Ukir lambang itu di sini." Ia menunjuk dada kirinya.
"Ayah.." Ryung berkata dalam hati. "Aku ingin melupakan segalanya. Yang aku inginkan hanyalah menemukan ibu dan kakakku. Tapi hari ini, kakakku mati. Aku, yang dulu melihat namun berpura-pura tidak melihat. Aku, yang dulu mendengar namun berpura-pura tidak mendengar. Aku tidak akan hidup seperti itu lagi. Aku pasti akan menemukan orang yang telah membunuh ayah dan kakakku. Aku akan membuatnya membayar semua rasa sakit yang selama ini kurasa. Pasti. Aku pasti akan melakukannya."

Shi Hoo murung dan bersedih sepanjang hari. Eun Sung mendekatinya dan membawa satu ikat bunga. "Kakak, aku sudah mendengar semuanya. Kakak, pergi dan hormati arwahnya."
Shi Hoo merebut bunga yang dibawa Eun Sung dan menginjak-injak bunga itu. "Menghormati? Kenapa aku harus melakukan itu?" seru Shi Hoo. "Wanita itu adalah penjahat. Dia melukai panjaga dan melarikan diri. Orang seperti itu pantas dihukum mati!"

Chun, Byun Shik dan Moo Yi mencari cara lain untuk menangkap Geom. Chun mengusulkan untuk memancing Geom menggunakan ibunya. Namun Byun Shik mengatakan bahwa ibu Geom telah meninggal karena kebakaran.

Hee Bong sengaja menunggu Ryung semalaman di pinggir jalan. "Aku mengkhawatirkanmu." katanya. "Apa kau baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja, Kak." jawab Ryung. "Aku tidak akan melupakan semua kebaikanmu." Ryung berjalan pergi, namun Hee Bong menariknya.
"Aku pasti akan menemukan ibumu." hibur Hee Bong.
"Tidak usah." ujar Ryung. "Kakakku... Jika aku tidak mencoba mencarinya, ia pasti tidak akan mati. Aku tidak ingin membahayakan ibuku. Aku tidak akan mencarinya. Aku yakin ia sedang hidup dengan baik di suatu tempat. Aku percaya itu."
Shi Hoo berjalan pulang dalam keadaan mabuk. Ia berpapasan dengan Shi Wan dan teman-temannya.
Teman Shi Wan meledek Shi Hoo habis-habisan soal Yeon. "Orang seperti dia ternyata sangat menakutkan. Hati-hati padanya, jika tidak kalian akan...."
Kali ini Shi Hoo tidak bisa bersabar. Ia maju dan memukul teman Shi Wan. Namun ia malah dikeroyok balik oleh kroni-kroni Shi Wan.
Shi Hoo terkapar dipinggir jalan dan terluka. Seorang wanita menolong dan membawa Shi Hoo ke ruangannya. Di ruangan wanita itu terdapat sebuah hiasan lilin kupu-kupu, yaitu hiasan yang dimiliki oleh keluarga Lee. Wanita itu adalah istri Lee Won Ho, Nyonya Han.
Nyonya Han merawat Shi Hoo yang sakit. Dalam tidurnya, Shi Hoo memanggil-manggil ibunya dan menangis. "Ibu... Ibu... Aku seorang pembunuh. Aku tidak percaya akulah yang telah membunuhnya. Kenapa? Kenapa kau membawaku ke rumah itu? AKu tidak bisa memaafkanmu."
Nyonya Han memegang tangan Shi Hoo untuk menenangkannya. Umur Shi Hoo yang hampir sepadan dengan anaknya membuatnya teringat. "Geom, pasti sudah tumbuh dewasa sepertimu." pikirnya sedih.
Shi Hoo terbangun keesokkan paginya. Seorang gadis penghibur masuk. "Koki di tempat kami memasakkan itu untukmu dan menyuruhmu memakannya jika sudah bangun."

Geom bertanya pada seorang ahli pedang tentang lambang pedang yang diingatnya sebagai pembunuh Lee Won Ho.
"Kau tidak akan bisa menemukannya." kata ahli pedang. "Pedang berharga semacam itu hanya akan ditemukan di dalam rumah para bangsawan. Mereka pasti menyimpan pedang seperti itu di ruang berharga mereka."
Hasil ujian telah keluar. Ryung gagal dalam ujian itu (tentu saja, karena Ryung memang tidak ikut). Shi Wan lolos dan menjadi peringkat pertama. Shi Hoo juga lolos, namun ia sama sekali tidak terlihat senang.
Pelayan Shi Hoo mengambil perkamen tanda kelulusan dan hendak memamerkannya pada anggota keluarga.
Malamnya, Shi Wan menyuruh pelayan Shi Hoo mengembalikan perkamen tersebut namun di dalamnya berisi jantung. Shi Hoo marah besar.
"Lihat saja!" seru Shi Hoo. "Suatu hari nanti, aku akan berdiri di atasmu!"

Hee Bong dan anggota gengnya (Geng Ajik) bertengkar dengan anggota geng lain (geng Tokjik). Mulai dari adu mulut, pertengkaran itu merembet menjadi adu otot. Ryung mengintip mereka dari jauh. Pihak Hee Bong mengalami kekalahan. Ryung menolong mereka melarikan diri.
Ryung bertanya pada Hee Bong mengenai gengnya. Hee Bong mejawab bahwa gengnya punya hubungan khusus dengan para bangsawan dan kerap kali masuk ke rumah para bangsawan untuk menolong mereka mengerjakan sesuatu.
Ryung berniat menggunakan kesempatan ini. Ia meminta Hee Bong menerimanya sebagai anggota geng Ajik, namun Hee Bong menolak. Ryung tidak pantas melakukan pekerjaan seperti itu. Gagal membujuk Hee Bong, Ryung kemudian memohon pada atasan Hee Bong. Dan usahanya kali ini berhasil. Atasan Hee Bong ingin melihat dulu apa yang bisa dilakukan oleh Ryung.

Karena Shi Hoo adalah anak haram, maka walaupun ia lolos ujian, ia tetap tidak bisa menjadi seorang pejabat. Shi Hoo terpaksa hanya menjadi seorang prajurit istana. Dan kepala prajurit adalah Shi Wan.

Pelayan Shi Hoo datang ke tempat Dan Ee membawa buku-buku Shi Hoo karena walaupun lolos ujian, Shi Hoo tetap saja tidak bisa menjadi pejabat istana. Pelayan itu juga menceritakan bahwa Shi Hoo menyerahkan Yeon ke polisi demi lolos ujian masuk. Dan Ee sedih mendengar hal itu dan merasa menyesal telah membawa Shi Hoo ke rumah Byun Shik.
"Hanya karena aku tidak ingin ia hidup sepertiku, aku menekan perasaanku dan membawanya ke rumah itu." Dan Ee menangis. "Apa yang harus kulakukan? Dia adalah adikmu.. Dia adikmu sendiri..."
"Apa maksudmu?" tanya Swe Dol bingung.
"Ja Dol-lah orang yang telah melaporkan kakak Ryung." ujar Dan Ee. "Karena itu dia mati."
"Apa?" Swe Dol terkejut. "Ya Tuhanku..."
Geng Hee Bong membuat keributan di pasar dan menganggu pedagang-pedagang di sana. Ryung tidak tega melihat pedagang itu, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa dan terpaksa ikut menginjak-injak barang pedagang itu.
Ketika geng Hee Bong sudah pergi, Ryung berbalik dan membantu merapikan barang dagangan yang telah dihancurkan. Seorang gadis kecil (putri si pedagang) melihatnya dari jauh.
Bong Soon marah melihat Ryung dan gengnya memporak-porandakan barang dagangan orang. Ia berteriak mencaci Ryung.
"Jangan marahi dia." kata si gadis kecil. "Aku akan menikah dengannya suatu saat nanti, jadi tolong jangan marahi dia."
Bong Soon bingung. "Aku mengakui bahwa penampilannya memang lumayan." kata Bong Soon. "Tapi dia sudah menghancurkan dagangan!"
"Kau tidak tahu apa-apa!" seru si gadis kecil marah.

Geng Hee Bong bekerja di rumah seorang bangsawan bernama Lee Myung. Ryung memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari tahu letak ruangan penyimpanan barang berharga milik bangsawan itu.
Ryung pulang ke rumah. Ia sangat terkejut melihat kelakuan ayah dan ibunya yang tidak biasa. Bahkan Dan Ee memotongkan daging untuknya.
Ryung berkata bahwa ia tidak ingin sekolah lagi dan akan mengikuti ujian untuk menjadi seorang prajurit. Swe Dol menjewer telinganya dan mengajaknya pergi. Di sepanjang jalan, Swe Dol memarahi Ryung.
Tiba-tiba seorang pria menabrak Ryung, kemudian mencuri dompet milik seorang wanita. "Maling! Maling!" jerit wanita itu.
Swe Dol ikut berteriak-teriak, "Tangkap maling itu!"
Ryung memeriksa bajunya. Ternyata barang miliknya juga dicuri. Tanpa pikir panjang lagi, Ryung bergegas berlari mengejar so pencuri. Wuzzz... Swe Dol terkejut Ryung bisa berlari begitu cepat.
Ryung mengejar pencuri itu sampai ke sungai dan mengambil kembali barang miliknya yang dicuri, yaitu perhiasan pemberian Lee Won Ho yang sangat berharga untuknya.
Ryung menyeret si pencuri kembali ke desa dan menyerahkannya pada polisi.
"Hidup!" seru Swe Dol, diikuti oleh warga yang lain. "Hidup! Hidup! Dia adalah putraku! Kami mirip kan? Hidup! Ayo bersalaman dengan pahlawan ini!"

Kejadian itu membuat Swe Dol mengizinkan Ryung untuk menjadi seorang prajurit. Ryung senang. Namun tiba-tiba ia malah meminta Swe Dol mengajarinya mencuri.
"Kau ingin menjadi prajurit karena ingin menangkap pencuri. Tapi kenapa kau malah ingin belajar mencuri?" tanya Swe Dol.
"Tentu itu penting agar bisa menangkap pencuri." kata Ryung. "Kita harus tahu metode yang digunakan si pencuri agar kita bisa menangkapnya."
Swe Dol setuju, asal Ryung tidak bercerita pada Dan Ee. (Kena dia!)

Malam itu, Ryung berdiri di atas bukit menggunakan pakaian hitam dan penutup wajah. Inilah awal munculnya Iljimae.

Sinopsis Iljimae Episode 8 dalam Bahasa Indonesia

Iljimae episode 8 ini agak sulit untuk dideskripsikan karena banyak sekali adegan-adegan yang susah digambarkan dengan kata-kata. Banyak teka-teki. Banyak flashback. Tapi aku akan coba. Aku juga memperbanyak gambar biar lebih mudeng. Kalau ga ngerti, jangan segan-segan untuk tanya ya! Hehehe...

Ryung menggunakan pakaian hitam dan penutup wajah, menyelinap ke dalam rumah bangsawan Lee Myung. Ia melakukan hal itu sesuai dengan ajaran Swe Dol yang sebelumnya pernah diajarkan.

Flashback
Swe Dol mengajari Ryung cara mencuri. Pertama-tama, Swe Dol menunjukkan cara melompati pagar tembok. Ryung mencoba berlari dan melompat, namun gagal dan gagal lagi.
"Pikirkan bahwa aku bukan manusia." kata Swe Dol. "Aku adalah burung. Pegang tembok dengan kuat. Aku adalah burung! Pegang dengan kuat!" Swe Dol menyemangati Ryung dan ikut melompat-lompat di belakangnya. "Gunakan tangan untuk memegang dan kaki untuk naik." Akhirnya Ryung berhasil melompati tembok pagar dengan susah payah.

Saatnya belajar mendarat di tanah. "Lakukan pose seperti orang hendak buang air." kata Swe Dol mengajarkan. Dengan beberapa kali mencoba, Ryung sudah berhasil.
Kini giliran pelajaran berlari tanpa menimbulkan suara. "Gerakan seorang pencuri adalah seperti hantu." ujar Swe Dol. "Pencuri yang amatir akan menimbulkan suara, namun pencuri yang profesional tidak akan menimbulkan suara. Untuk menangkap seorang pencuri, kau butuh pendengaran yang baik."
Mata Ryung ditutup dengan menggunakan kain. Swe Dol menyuruh Ryung menangkapnya.
Swe Dol berlari dengan suara yang seminimal mungkin. Ryung mendengarkan dan kemudian dengan mudah menangkapnya.
"Kau mendengarku? Ah, kemampuan mencuriku sudah musnah!" seru Swe Dol kesal.
"Bukan karena suaramu, Ayah, tapi baumu!" Ryung berkata seraya menutup hidungnya. "Tolong pergi mandi, Ayah!"
Sekarang giliran Ryung yang harus berlari tanpa menghasilkan suara. Swe Dol membawa sebuah kelinci dan menunjukkan cara berjalannya pada Ryung. Ketika Swe Dol berjalan, kelinci tersebut tidak bergerak, namun ketika Ryung yang berjalan, si kelinci langsung berlari.
Swe Dol menunjukkan ujung kaki dengannya. "Kunci agar tidak menimbulkan suara ada disini." kata Swe Dol. Untuk lebih mudahnya, aku menyebut metode ini 'Berjinjit'. Hehe..

Saatnya belajar hal yang paling penting bagi seorang pencuri, yaitu membuka gembok pintu.
"Membuka gembok pintu tidaklah mudah." kata Swe Dol. Ia lalu mengajak Ryung pergi ke sebuah rumah tua kecil yang tidak berpenghuni. Dulu rumah itu adalah tempat Swe Dol muda bekerja sebagai pandai besi. Di ruangan itu, ada banyak gembok dan alat pembukanya. Swe Dol menyuruh Ryung membuka gembok itu.
Keterangan: Rumah ini nantinya akan menjadi markas Iljimae dan kawan-kawannya.
Flashback End
Pajabat yang menemukan surat dari Kwon Do Hyun menunjukkan surat itu pada kedua temannya. Mereka sangat terkejut.
"Karena Jenderal Shim Ki Yoon dan Kwon Do Hyun sudah mengetahui segalanya maka mereka kemudian difitnah melakukan pemberontakan?" tanya salah satu pejabat. "Tidak bisa! Kita harus melaporkan hal ini pada Divisi Anti Kriminalitas!"
"Jika mereka mencurigai kita, kita semua akan berada dalam bahaya!" tolak pejabat yang lain. "Kita harus menunggu sampai ada kesempatan yang baik."
Ryung berhasil masuk ke ruang penyimpanan benda berharga milik Lee Myung. Ia mencari-cari pedang dengan lambang pembunuh ayahnya, namun tidak menemukan pedang yang dimaksud.
Lee Myung datang dan terkejut melihat gembok telah terbuka. Para pengawalnya masuk dan bersiap menyerang, namun di dalam ruangan itu tidak ada siapapun. "Apa aku lupa mengunci pintu?" pikir Lee Myung. Ia membawa temannya untuk memamerkan kekayaan yang dimiliki. Mereka adalah satu dari banyak bangsawan yang melakukan korupsi. Kedua bangsawan itu keluar.
Ryung juga keluar dari persembunyiannya (disini belum dikasih tahu dimana Ryung bersembunyi). Tanpa sengaja matanya menemukan sebuah tabung kecil. Ia hendak membuka tabung tersebut, namun para penjaga (yang melihat jejak kaki di pagar tembok) berteriak dari luar. "Ada pencuri! Ada pencuri!"
Kepala penjara dan Shi Hoo berjalan masuk membawa lilin. Ryung memanfaatkan kegelapan malam untuk menyelinap keluar tanpa suara dan tidak diketahui oleh mereka (padahal Ryung menyelinap tepat di samping mereka).
Shi Hoo melihat keadaan sekeliling dengan curiga.
Ryung membuka tabung yang dibawanya. Ternyata isinya hanyalah selembar kertas. Ia kecewa dan dengan sembarangan membuang kertas tersebut di jalan.
Beberapa saat kemudian Dae Shi datang dan memungut kertas tersebut. (Hanya kertasnya saja, tidak dengan tabungnya)

Lee Myung cemas bukan main. Byun Shik berkata meremehkan. "Hanya sebuah kertas saja yang hilang, kau sampai membangunkan orang-orang ditengah malam buta!"
"Apa kau tahu berapa harga kertas itu?" tanya Lee Myung. "Harganya 500.000 tael!"
Byun Shik terloncat kaget. "500.00 tael?! Hanya sebuah kertas?!"
"Itu adalah... lukisan Tao Yuan Ming."
Lukisan Tao Yuan Ming dilukis oleh seorang pelukis terkenal bernama Jin Hong Soo dari dinasti Cing.
Dae Shi menempel lukisan yang ditemukannya di dinding kamar. "Itukah ayahmu?" tanya Kong He. Bong Soon dan ibu angkatnya melihat lukisan itu, diam saja.
"Aku yakin, di Negara Cing ada yang bertemu dengan ayahku kemudian melukisnya!" kata Dae Shi.

Pihak pengawal dan kepolisian diperintahkan untuk mencari lukisan itu hingga ketemu. Namun Shi Wan malah menyuruh Shi Hoo untuk mengganti alas jerami di dalam penjara.

Ryung kesal karena Hee Bong hanya mondar-mandir di kota. Ia bertanya kapan mereka akan bekerja di rumah bangsawan lagi.
"Tidak akan lama lagi." jawab Hee Bong. Tapi sekarang ia harus menjalankan tugas dari atasannya untuk menekan orang-orang di bagian selatan.

Setelah mengganti alas jerami penjara, Shi Hoo pergi keluar. Dari jauh, ia melihat para pengawal dan bersembunyi. Di dalam semak-semak tempatnya bersembunyi, ia menemukan sebuah tabung yang sedang dicari-cari oleh polisi.

Shi Wan dan anak buahnya masih mencari pencuri. Ia mendatangi orang-orang yang pernah ditahan karena kasus pencurian, termasuk Swe Dol. Namun ia tidak menemukan Swe Dol karena Swe Dol sudah ditangkap terlebih dahulu oleh Lee Myung.
"Aku sudah berhenti mencuri sejak bertahun-tahun yang lalu." kata Swe Dol.
Namun Lee Myung mengacuhkannya. "Bawa dia!"

Shi Hoo berlari menemui Shi Wan. Shi Wan marah dan menendang-nendang kaki Shi Hoo. "Bukankah aku menyuruhmu mengganti alas jerami?!"
Shi Hoo tidak berkata apa-apa dan menyerahkan tabung yang dipegangnya pada Shi Wan. Namun sayang tabung tersebut kosong.
"Aku menemukan ini di semak-semak." ujar Shi Hoo. "Disana ada jejak kaki si pencuri."
Byun Shik datang ke tempat konstruksi bangunan yang dipimpin Eun Chae. Ia mengingatkan Eun Chae agar hati-hati jika pulang di malam hari karena telah terjadi pencurian di rumah Lee Myung.
"Bagaimana pencuri itu melewati melewati pagar tembok dan dinding besi?" tanya Eun Chae antusias.
"Aku juga tidak tahu. Tapi kakakmu pasti bisa menangkap pencuri itu." jawab Byun Shik. "Dan kita akan tahu bagaimana caranya mencuri."
Eun Chae tersenyum senang. "Kalau yang kecurian adalah rumah Lee Myung (kepala kehakiman), aku berharap pencuri itu tidak tertangkap."
"Eun Chae!"
Shi Wan mendatangi rumah Dae Shi dan berhasil menemukan lukisan di kamarnya.
"Apa kau mencuri lukisan ini?" tanya Shi Wan.
"Aku tidak mencurinya!" jawab Dae Shi ketakutan. "Aku memungutnya di jalan."
Shi Wan tidak mempercayai ucapannya dan menangkap Dae Shi.
Dae Shi dibawa ke penjara oleh Shi Wan dan disiksa habis-habisan.
"Aku tidak mencurinya!" seru Dae Shi.
"Lalu kenapa kau tahu bahwa lukisan itu berasal dari Dinasti Cing?" tanya Shi Wan.
"Ayahku pergi ke Negeri Cing." jawab Dae Shi.
"Kenapa ayahmu pergi ke sana?!" bentar Shi Wan.
"Ketika terjadi kekacauan di Byungja, ayahku ditangkap dan dibawa ke sana seebagai tawanan." kata Dae Shi ketakutan. Ia menangis. "Ayah! Ayah! Kau masih hidup, Ayah?!"
"Lalu apa itu?" tanya Shi Wan menunjuk ke topeng.
"Aku ingin menunggu ayahku,lalu mengenakan topeng itu dan menari bersamanya." Dae Shi menangis. "Kami juga berjalan di atas tali."
Byun Shik menarik Shi Wan. "Shi Wan, apa yang dikatakan? Apa kau yakin kau telah menangkap orang yang benar?"
"Perutku... Perutku.. Tolong beri aku nasi.." ujar Dae Shi memohon-mohon.
Bukannya mendapat nasi, Dae Shi malah mendapatkan besi panas di tubuhnya.
Shi Hoo melihat proses interogasi tersebut dari luar. Ia berpikir bahwa mereka pasti menangkap orang yang salah. Pria gemuk seperti Dae Shi tidak mungkin bisa menaiki pagar tembok.

Begitu mengetahui Dae Shi ditangkap, Ryung bergegas berlari ke penjara untuk menemui Dae Shi.
"Ryung!" Dae Shi menangis. "Aku tidak mencuri lukisan itu. Kau percaya padaku kan? Aku belum sempat bertemu dengan ayah, tapi aku sudah hampir mati. Jika suatu saat nanti ayahku datang, tolong katakan padanya bahwa aku ingin menemukan ayah setelah aku bisa mengumpulkan uang yang banyak."
Ryung sedih melihat sahabatnya itu. Ia menahan air matanya dan mencoba menghibur Dae Shi. "Laki-laki tidak boleh merusak image-nya seperti itu, jadi jangan menangis! Siapa yang bilang kau akan mati? Jangan khawatir. Aku.. Aku akan menyelamatkanmu! Mengerti?!"
"Benarkah?"
"Pasti!"

Swe Dol pulang ke rumah dan membawakan seekor ikan untuk Dan Ee. Selain itu, ia juga membawa beberapa tael.
"Dari mana kau dapat semua ini?" tanya Dan Ee.
"Sebenarnya... Tapi jangan bilang siapa-siapa..."

Ryung mencari cara untuk membebaskan Dae Shi. Dimulai dengan cara legal dan baik-baik.
Ryung datang ke kepala penjara dan memohon pembebasan Dae Shi. "Pencuri mana yang akan mengundang semua orang datang ke rumahnya untuk melihat lukisan yang dicurinya?" Ryung berusaha meyakinkan si kepala penjara.
"Kata-katamu memang beralasan, tapi aku tidak punya kuasa."
"Tuan! Tolonglah Dae Shi!" Ryung memohon-mohon dikaki kepala penjara.
Kepala penjara kesal. "Ini anak... Apa kau benar-benar mau menyelamatkan temanmu?"
"Apa kau punya ide?"
Ryung mengatakan rencananya pada Heung Kyun.
"Maukah kau membantuku?" tanyanya.
Heung Kyun sedikit ragu. "Itu..."
"Kita harus menyelamatkan Dae Shi. Kita tidak bisa diam di sini, melihatnya mati."
Tiba-tiba Bong Soon datang dengan membawa kentongan seng. "Ayo, semua sudah siap!" katanya.

Ryung, Bong Soon dan Heung Kyun datang ke pintu gerbang istana. Di sana, mereka melihat banyak orang duduk dan tidur.
"Apa yang mereka lakukan?" tanya Bong Soon.
"Sepertinya mereka datang untuk meminta keadilan." jawab Heung Kyun.
"Semuanya?" gumam Ryung. "Kenapa begitu banyak orang yang merasakan ketidakadilan?"
"Banyak orang di Chosun yang mengalami ketidakadilan." kata Heung Kyun. "Pedulilah sedikit pada situasi negara kita."
"Aku tidak tertarik pada hal lain selain urusanku sendiri." kata Ryung acuh.
Mereka bertiga mulai bertindak. Bong Soon memukul kentongan dan berteriak minta keadilan. Ryung berdebat dengan penjaga dan memaksa masuk ke dalam. Namun para penjaga dengan mudah menangkap dan melemparnya pergi.
Beberapa saat kemudian, satu per satu orang-orang di depan gerbang istana mulai menghilang. "Kemana perginya orang-orang?" tanya pengawal heran.
Ternyata orang-orang itu dikumpulkan oleh Ryung. Ia meminta mereka membantunya melakukan sesuatu. "Aku akan menjadi perwakilan kalian." kata Ryung. "Aku harus bertemu langsung dengan raja dan memberitahukan keluhan kalian."
"Duduk disana 100 hari hanya akan membuat bokong kalian sakit." tambah Bong Soon, memprovokasi. "Kalian tidak akan mendapat kesempatan bertemu dengan raja."
Orang-orang bergumam menyetujui.
"Kalian semua, kemari!" Ryung dan yang lainnya berkumpul memberitahu rencananya.
Orang-orang kembali datang ke depan gerbang pengadilan dan mendorong-dorong penjaga, memaksa masuk. Mereka melakukan hal tersebut untuk mengalihkan perhatian para penjaga agar Ryung bisa melompat masuk lewat tembok.
Ryung berhasil masuk dan bertemu Raja. Raja saat itu sedang menonton pertandingan sepak bola antar para pejabat dan bangsawan. Bahkan dalam sebuah permainan saja, Byun Shik mengancam lawan dengan kuasanya agar bisa memenangkan pertandingan. (please deh...)
Perhatian para pejabat dan bangsawan beralih pada keributan di atas genteng. Di sana, Ryung memasang spanduk dan memukul-mukul kentongan. "Yang Mulia!" teriaknya. "Temanku sudah diperlakukan tidak adil!" Teng Teng Teng. "Yang Mulia! Aku mohon padamu, tolong bantu aku menyelesaikan kesalahpahaman ini! Yang Mulia!"
Para pengawal berusaha naik dengan tangga, namun Ryung memukuli kepala mereka dengan pemukul kentongan.

Ryung ditangkap dan dibawa ke hadapan raja. Inilah pertama kalinya Ryung bertemu dengan musuhnya yang sesungguhnya.
"Ketidakadilan apa yang membuatmu berani memasuki istana?" tanya Raja tersenyum ramah.
"Temanku..." Ryung mendadak kagok. "Temanku secara tidak sengaja menemukan lukisan di jalan, namun dituduh mencuri. Dia disiksa oleh para pengawal istana. Aku mohon, Yang Mulia, tolong selidiki kembali masalah ini agar temanku bebas dari tuduhan ini."
Raja tersenyum dan memanggil menteri kehakiman untuk menyelidiki masalah ini lebih lanjut. Ryung berterima kasih pada raja, ia kemudian teringat orang-orang di depan gerbang. "Yang Mulia! Saat para bangsawan sedang bersenang-senang di sini, rakyat sedang meminta keadilan siang dan malam di depan gerbang istana. Aku mohon agar Yang Mulia bersedia mendengar keluhan mereka."
Para pejabat dan bangsawan mendengus.
"Benarkah?" tanya Raja. "Kenapa kau tidak melaporkan hal ini padaku?" tanyanya pada menteri kehakiman.
Menteri kehakiman terpaksa keluar dan memanggil orang-orang untuk masuk ke istana. Raja bersedia mendengar keluhan mereka. Ia juga mengumumkan bahwa pengadilan ditunda dan akan dilakukan penyelidikan ulang.
Song Soon membereskan kentongannya. Di sana ia melihat perhiasan pemberian Lee Won Ho milik Ryung terjatuh. Bong Soon teringat pada Geom, dan menyimpan perhiasan itu.
Orang-orang yang meminta keadilan bersujud di depan Raja. Raja memegang tangan salah satu dari mereka dan berkata agar mereka tidak perlu mencemaskan masalah ini lagi.
Setelah selesai, Raja mencuci tangannya (kurang ajar bgt nih raja). Ia melakukan semua itu demi mendapatkan dukungan rakyat untuk melawan ancaman yang datang dari negara Cing.
Ibu angkat Dae Shi tidak mau makan. Kong He membujuknya dan berniat menyuapinya, namun Bong Soon memelototi Kong He.
Para pengawal dan polisi datang ke kedai milik ibu Dae Shi dan memeriksa tempat itu. Kong He marah melihat para polisi menggoda ibu Dae Shi dan Bong Soon. Ia mendatangi dan menatap mereka dengan pandangan matanya yang tajam. Para polisi yang melihat tubuh Kong He dipenuhi luka tebasan pedang, langsung ciut dan bergegas pergi. Kong He sudah menampakan wajah aslinya.
Menteri kehakiman mengumumkan bahwa semua kasus sudah diluruskan, kecuali kasus pencurian lukisan. Setelah diselidiki kembali, mereka tetap menyatakan bahwa Jang Dae Shi-lah pencurinya.
Ryung sangat kecewa dan mengunjungi kedai. Di sana, ibu angkat Dae Shi menangis histeris. "Laporan kalian tentang ketidakadilan yang dialami Dae Shi malam membuat Dae Shi mendekati kematian. Mereka mengatakan kalau Dae Shi akan dihukum mati."
"Dihukum mati?!" seru Ryung terkejut. Ryung teringat perkataan Lee Myung bahwa ia akan menyembunyikan kekayaannya di Negeri Cing. "Lee Myung, awas kau!"

Seperti biasanya, Ryung mencoba terlihat ceria di depan semua orang dan berlagak tidak memikirkan apapun. Ia mencuri kapak milik Heung Kyung dan berlatih melempar kapak tersebut ke batang pohon. Kini saatnya melakukan usaha penyelamatan ilegal.

Malamnya, Ryung hendak menyusup lagi ke ruang penyimpanan barang berharga milik Lee Myung. Namun kini kondisinya berbeda. Gembok yang lama telah diganti dengan gembok yang baru. Gembok kali ini tidak memiliki lubang kunci (loh?).

Flashback ke scene saat Swe Dol membawakan ikan dan uang untuk Dan Ee. "Jangan bilang siapa-siapa ya." bisik Swe Dol. "Pencuri yang menyusup ke rumah Kepala Kehakiman, sepertinya bukan pencuri biasa. Jadi aku merancang gembok rahasia. Bahkan hantu saja tidak akan bisa membukanya!" Swe Dol berkata bangga.
Lee Myung memamerkan lukisan Tao Yuan Ming pada Byun Shik.
"Walaupun harganya sangat mahal, tapi kelihatannya lukisan ini biasa saja." kata Byun Shik. Matanya terpaku pada sebuat topeng yang tergantung di dinding gelap. "Apa itu?"
"Itu adalah topeng Mushin." jawab Lee Myung. "Topeng itu digunakan pada masa Dinasti Shilla. Matanya terbuat dari emas."
Byun Shik dan Lee Myung mengamati topeng itu dari dekat.
"Bisakah aku mengenakannya?" tanya Byun Shik.
"Tentu saja." jawab Lee Myung. Byun Shik mengulurkan tangan hendak mengambil topeng.

Siang harinya, Dae Shi akan dieksekusi. Ibu angkatnya menangis histeris. Teman-temannya hanya bisa melihat tanpa bisa melakukan apa-apa. Dae Shi menangis sambil memanggil ayahnya. "Ayah! Ayah!"
Lee Myung memerintahkan pasukannya untuk membawa seluruh harta kekayaannya ke negeri Cing dengan menggunakan gerobak. Di tengah perjalanan, mereka melewati seorang petani yang sedang mencangkul kebunnya. Tiba-tiba terjadi ledakan keras. Dan dalam sekejap, gerobak yang ditarik oleh pasukan Lee Myung menghilang begitu saja.
Pasukan mencari gerobak itu dimana-mana, namun tetap tidak menemukannya.

Adegan berpindah ke Lee Myung, yang menemukan gemboknya terbuka. Lukisan Tao Yuan Ming yang dipajangnya di dinding sudah dicoret-coret. Di sisi lukisan Tao Yuan Ming tersebut terdapat lukisan lain, yaitu lukisan bunga Mae Hwa.
Dae Shi menangis ketakutan, teringat ayahnya.
Kong Hee siap bertindak dengan pedang ditangannya. Namun tiba-tiba polisi datang dan membisikkan sesuatu di telinga Shi Wan. Shi Wan terkejut dan meninggalkan tempat eksekusi. Dae Shi dibebaskan karena pencuri yang sebenarnya sudah muncul.
Kong Hee menyimpan pedangnya lagi. Ibu Dae Shi, Swe Dol yang lainnya tertawa lega.
Ryung datang, menangis senang melihat sahabatnya dibebaskan sekaligus menangis sedih karena teringat ia gagal menyelamatkan kakaknya. "Kakak... Kita tidak gagal kali ini."

Lee Myung dan para polisi bingung. Bagaimana semua ini bisa terjadi? Saat ia masuk malam hari, gembok masih terkunci, namun siangnya gembok sudah terbuka.
Shi Hoo memeriksa dengan teliti. "Ketika Tuan membuka pintu, sengkel gembok sudah terpotong." kata Shi Hoo. "Pencuri itu sudah ada di dalam."
"Apa maksudmu?" tanya Lee Myung.
"Sebelum Tuan datang, pencuri itu memotong sengkel. Setelah itu, ia menggunakan benang untuk memperbaiki gembok agar tidak terlihat kalau sengkel sudah terpotong. Dia kemudian menunggu sampai kau keluar ruangan, lalu memotong benang ini."
"Tapi dia ada di dalam." kata Lee Myung. "Tidak mungkin ia tidak bisa kulihat."
"Benar." ujar Shi Hoo. "Tidak ada tempat bersembunyi di ruangan itu. Karena itulah ia bersembuyi di sana." Shi Hoo menunjuk tempat topeng Mushin tergantung.

Flashback Byun Shik hendak mengambil dan memakai topeng. Namun tiba-tiba pelayan Lee Myung datang dan mengatakan kalau makan malam sudah siap. Mereka berdua berbalik pergi. Saat itu, Ryung sedang bersembunyi dibalik topeng.

"Apa?! Jadi dia di depanku?" seru Lee Myung.
"Ya." jawab Shi Hoo. "Pencuri itu pasti menggunakan pakaian hitam. Selama ia memakai topeng ini, kau tidak akan bisa melihatnya walaupun ia ada di depanmu."
"Tolong bantu aku menemukan uangku kembali." kata Lee Myung panik. "Uang itu adalah hasil kerja kerasku. Uangku lenyap."

Shi Hoo pergi ke tempat hilangnya gerobak untuk menyelidiki. Sebelumnya Shi Wan sudah ada di sana, namun tidak bisa mendapatkan apapun. Ia marah melihat Shi Hoo datang.
"Kepala Kehakiman menyuruhku datang kemari." kata Shi Hoo.
Pertama, Shi Hoo melihat bekas kapak di pohon, kemudian bubuk mesiu di tanah.

Dae Shi dan yang lainnya makan bersama untuk merayakan keselamatan Dae Shi, namun Dae Shi tidak kelihatan senang dan menjadi murung. "Apa karena Ryung tidak ada?" tanya Heung Kyun, tapi Dae Shi tidak menjawab.
Swe Dol menemukan baju pengawal yang pernah dipakai Ryung. Ia mengira Ryung berhasil menjadi prajurit. Tapi Bong Soon menceritakan pada Swe Dol bahwa Ryung bergabung dengan geng Ajik. Swe Dol marah besar dan pergi hendak mencari Ryung.

Dae Shi berjalan menuju ruang tempatnya bekerja membuat topeng. Tiba-tiba muncul orang mengenakan topeng dari ruangan itu,membuat Dae Shi terkejut hingga terjatuh.
"Ryung.."
Ryung membantu Dae Shi berdiri dan menunjukkan ke dalam ruangan. "Aku sudah menggantung semua topeng buatanmu." katanya tertawa. Ia menoleh ke arah Dae Shi. "Maafkan aku."
"Apa?"
"Tidak apa-apa."
"Kudengar, demi menyelamatkan aku, kau bersujud di depan kepala penjara." Dae Shi memeluk Ryung. "Terima kasih Ryung!"
Ryung pulang ke rumah. Swe Dol sudah menunggunya, siap dengan tongkat di tangan.
"Aku tidak bernah berkata aku menjadi prajurit, Ayah." kata Ryung menjelaskan. "Kaulah yang menyimpulkan sendiri."
"Lalu apa ini?" Swe Dol menunjukkan baju prajurit ditangannya.
"Itu bukan milikku."
"Jika kau tidak lolos menjadi prajurit, baguslah. Kau sekarang hanya perlu fokus untuk ujianmu."
"Aku tidak mau. Aku akan terus menjadi anggota geng Ajik." kata Ryung keras kepala. "Aku mau ikut ujian itu karena kaulah yang memaksaku. Hukum memang mengizinkan semua orang untuk ikut ujian. Tapi apa ayah pernah melihat ada rakyat biasa yang lolos ujian? Hanya anak bangsawan yang bisa lolos. Kau hanya memberi kesempatan pada para anak bangsawan itu untuk menyiksaku. Itulah kenyataannya Ayah! Tolong berhenti bermimpi konyol!"
"Tapi kenapa harus dengan geng itu?" Swe Dol berkata dengan sedih. Matanya berkaca-kaca.
"Walaupun mereka anggota geng, selama ku menemukan tempat yang tepat untukku, aku akan hidup dengan nyaman. Aku akan menghasilkan uang dengan cara itu."
Swe Dol shock, tidak bisa berkata apa-apa. Tiba-tiba Dan Ee membawa sapu dan memukul Ryung. "Beraninya kau bicara begitu pada ayahmu! Apa kau tidak tahu betapa besar ayahmu menyayangimu?"
Swe Dol menahan Dan Ee. Ryung hanya diam dan menangis.

Malam itu, Swe Dol jongkok di depan rumahnya, menunggu Ryung pulang. Dan Ee mendekatinya.
"Ryung tidak mengatakan hal yang salah." Swe Dol menangis. "Dia anak yang sangat malang. Dia berasal dari keluarga bangsawan, namun ia bertemu dengan orang tidak berguna seperti aku."
"Apa yang kau katakan? Tanpamu, ia pasti sudah mati bertahun-tahun yang lalu."
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Swe Dol menangis.

Shi Hoo masih penasaran. Ia kembali ke rumah Lee Myung untuk melihat lukisan Tao Yuan Ming yang disampingnya dilukis bunga Mae Hwa.
"Mungkin dia melakukan ini untuk menyelamatkan seseorang dari tuduhan salah." kata Shi Hoo pada kepala penjara. "Tapi... kenapa bunga Mae Hwa berwarna merah?

Ryung duduk di pagar tembok rumah lamanya, menatap pohon Mae Hwa yang berbunga.
"Ayah, apa kau tahu arti dari Mae Hwa merah yang kulukis?"
Rumah keluarga Lee Won Ho kini di akan ditempati oleh bibi Eun Chae. Eun Chae senang berjalan-jalan dan melihat bunga Mae Hwa yang mekar di rumah itu.
Ia naik perlahan dan duduk di atas pohon Mae Hwa besar dekat pagar. Di sana, ia melihat seseorang sedang tidur di atas tembok pagar. Eun Chae ingin melihat lebih dekat siapa laki-laki itu. Laki-laki itu membuka matanya dengan tiba-tiba, membuat Eun Chae kaget dan kehilangan keseimbangan. Laki-laki itu memegangi tangannya agar tidak jatuh.

Sinopsis Iljimae Episode 9 dalam Bahasa Indonesia

Ryung terbangun, terkejut melihat seorang gadis tiba-tiba berada di sampingnya. Ryung tersenyum, teringat gadis cantik yang ditemuinya saat pertandingan di ring.
"Siapa kau? Dan kenapa kau berbaring di tembok rumah orang lain?" tanya Eun Chae, turun dari pohon Mae Hwa.
"Aku... Aku mendengar burung hitam memanggil, karena itu aku..."
Eun Chae menoleh. "Apa kau tahu tentang burung itu?"
"Nona, apa kau tahu tentang burung itu juga?" tanya Ryung.
"Ketika aku masih kecil, ada anak laki-laki yang memberi tahu aku tentang burung itu." jawab Eun Chae.
"Nona, apa kau mau duduk di sini dan melihat burung itu?" tanya Ryung. Ia membantu Eun Chae naik.
"Aku pernah mendengar bahwa burung itu memiliki sebuah kisah sedih." Eun Chae bercerita. "Tapi pada akhirnya, aku tidak pernah bisa mendengar cerita itu."
"Apa kau mau aku menceritakan kisah itu?"
Eun Chae sedikit terkejut, menatap Ryung. Ryung memandang ke arah burung hitam berada, persis sama seperti yang dilakukannya saat masih kecil. "Pada zaman dahulu, ada seorang koki yang memiliki tunangan yang sangat cantik. Tapi mendekati hari pernikahan, tunangannya meninggal dunia. Koki itu duduk di depan makam tunangannya setiap hari. Menangisi kematian tunangannya."
Eun Chae mendengarkan cerita Ryung dengan penuh perhatian. Secara tidak sadar, mereka seperti kembali ke masa lalu saat mereka masih kecil. Duduk di pohon yang sama dan meneruskan cerita yang dulu tidak sempat dilanjutkan.
"Suatu ketika, pohon Mae Hwa tumbuh di sebelah makam itu. Si koki menganggap pohon tersebut sebagai jiwa tunangannya yang sudah meninggal, karena itulah ia menjaga pohon Mae Hwa dengan segenap hatinya. Ketika pohon tersebut tumbuh tinggi, umur koki itu juga semakin menua seiring dengan bertambahnya waktu. Ia mulai merasa khawatir, 'Jika aku mati, siapa yang akan menjaga pohon Mae Hwa ini?'. Suatu hari secara tiba-tiba koki itu menghilang."
"Kemana dia pergi?" tanya Eun Chae.
"Semua orang di desa cemas dan mencari koki tua itu ke makan tunangannya." lanjut Ryung. "Namun koki itu tidak ada di sana. Yang ada hanya sebuah vas porselin cantik. Dari dalam vas tersebut, seekor burung hitam kecil terbang. Burung itu terbang dan hinggap di pohon Mae Hwa."
"Koki tua itu meninggal dan bereinkarnasi menjadi burung hitam." kata Eun Chae.
"Bahkan ketika dia sudah meninggal, dia tidak bisa meninggalkan pohon Mae Hwa. Itulah takdirnya."
"Takdir..." Eun Chae menatap Ryung. "Apa kau percaya pada takdir?"
Ryung menoleh, menatap Eun Chae. Belum sempat Ryung menjawab, tiba-tiba Seung Seung memanggilnya.
"Nona!" panggil Seung Seung. "Masuklah ke dalam rumah."
"Aku akan kesana sebentar lagi. Masuklah terlebih dulu." kata Eun Chae. Ia menoleh lagi mencari Ryung, namun Ryung sudah tidak ada.
Di pihak lain, Bong Soon mengunjungi tempat kematian kakaknya. Kong He melihatnya dari jauh.
Bong Soon seakan berbincang dengan kakaknya, menunjukkan perhiasan milik Ryung. "Kau ingat ini, kakak?" tanya Bong Soon. "Ternyata dia masih hidup. Aku harap dia selamat dan hidup dengan baik. Aku.. ingin membayar hutangku padanya."

Shi Hoo masih penasaran dengan trik yang dilakukan oleh si pencuri. Ia teringat pedagang sayuran berkata, "Beberapa hari yang lalu ada seorang pemuda yang datang dan membeli semua sayuran." Shi Hoo menyadari sesuatu. Ia bergegas pergi ke kebun tempat gerobak menghilang. Saat itu sedang hujan cukup deras. Sesampainya di kebun, ia mencabut salah satu sayur dari tanah, ternyata sayur itu hanya diletakkan di sana, bukan benar-benar sayuran hidup. Ia mengangguk-angguk, mulai mengerti.
Shi Hoo berjalan perlahan, mencoba mencari sesuatu lagi. Tiba-tiba ia melihat aliran air hujan turun ke sebuah celah di dalam tanah. Ternyata itu adalah sebuah lubang besar yang ditutup dengan papan. Shi Hoo mendorong papan hingga memperlihatkan sebuah lubang besar.
Shi Hoo mencoba menarik kesimpulan dari bukti-bukti yang ia dapat.

Pertama, si pencuri menyalakan api dengan bubuk mesiu untuk membuat ledakan.
Benar. Ryung membuat bahan peledak (bom)-nya sendiri. Si pencuri sengaja mencari keributan agar ledakan vom asap bisa terjadi sebelum para penarik gerobak pergi.
Kedua, setelah bom asap meledak, si pencuri naik ke atas gerobak dengan membawa kapak. Kapak tersebut digunakan untuk melepaskan ikatan gerobak dengan kuda, kemudian kapak itu dilemparkan untuk memutus tali penahan papan yang diikatkan ke pohon. Papan yang menutupi lubang terbuka. Gerobak jatuh ke dalam lubang.
Shi Hoo memperagakan trik tersebut. Katika papan didorong, mereka memang melihat gerobak di dalam lubang tersebut, namun sudah tidak ditemukan harta milik Lee Myung lagi. Benda yang ditinggalkan pencuri di atas gerobak adalah sebuah kertas yang berlukiskan bunga Mae Hwa dan satu keping uang. (Kena mereka!) Kepala penjara menatap Shi Hoo dengan bangga.
Para prajurit meminta kedua pedagang sayur untuk menjelaskan ciri-ciri si pembeli sayur dan mencoba melukisnya. "Aku tidak yakin... Ia memiliki dua buah mata yang panjang dan sipit." kata pedagang laki-laki.
"Tidak! Tidak sepanjang itu!" protes pedagang wanita ketika melihat si pelukis menggambar mata yang salah. "Matanya bercahaya seperti cahaya rembulan. Hidungnya sangat mancung. Hatiku sampai berdebar melihatnya. " katanya dengan kagum.
"Kenapa kau menggambar hidunya seperti pisau begitu?" protes pedagang pria. Si pelukis mengganti kertas lagi. "Di pipi sebelah kanan, ada tahi lalat besar."
Selesailah gambar wajah di pencuri. Para polisi menyebarkan gambar tersebut ke masyarakat.
"Iljimae?" gumam Swe Dol ketika melihat gambar wajah si pencuri yang ditempel di dinding kota.
"Dia meninggalkan lukisan bunga Hwa Hwa setelah melakukan pencurian." ujar Ayah Heung Kyun dengan antusias dan penuh kekaguman. "Karena itulah orang-orang memanggilnya Iljimae. Ranting bunga Mae Hwa, Iljimae."
"Orang itu luar biasa." kata Swe Dol. "Mencuri barang saja sudah butuh banyak waktu, dan dia masih sempat menggambar. Tapi, kenapa harus Iljimae?" Maksud Swe Dol adalah kenapa pencuri itu harus menggabar bunga Mae Hwa) dan bukan yang lain. Tapi Ayah Heung Kyun salah mengartikan.
"Bukankah tadi aku sudah bilang?" protes Heung Kyun. "Kenapa kau lebih bodoh dari aku? Artinya ranting bunga Mae Hwa."
"Aku bertanya padamu, kenapa harus Iljimae?" Swe Dol bertanya kesal. Sebelum Heung Kyun sempat menjawab, Ryung datang.
"Bukankah pencuri itu mirip denganku, Ayah?" tanya Ryung.
"Mirip apanya?" tanya Swe Dol. "Nak, hanya dengan sekali lihat saja, kau akan tahu bahwa orang itu dilahirkan untuk menjadi orang jahat. Lihat matanya, panjang sekali."
"Mataku juga panjang. Lihat, Ayah!" Ryung bersikeras. Swe Dol mengatakan padanya agar jangan bicara lagi.

Swe Dol pergi ke pasar, menunjukkan pada Ryung sebuah tempat kecil di sana. "Aku memutuskan akan membuka toko kunci di sini." katanya.
"Dari mana Ayah dapat modal?" tanya Ryung.
"Aku banyak bekerja pada orang-orang dan menabung pendapatanku." kata Swe Dol.
"Siapa orang yang akan mencari pencuri makanan untuk membuat gembok dan kunci untuk mereka?"
"Apa kau tidak tahu kalau gembok rahasia Tuan Lee Myung dibuat oleh ayahmu?" tanya Swe Dol dengan bangga.
"Kau yang membuatnya?" Ryung berkata kaget. "Gembok yang tidak memiliki lubang?"
"Wah, berita cepat sekali menyebar." kata Swe Dol senang. "Mau ada satu atau dua Iljimae, kita harus punya rencana. Jika ia adalah Dewa Kunci, maka aku akan menjadi Dewa Gembok."
Ryung kelihatan tidak senang.

Lee Myung menemui Byun Shik. "Tidak apa-apa jika uang itu hilang. Tapi aku ingin kau menemukan Mutiara Hitam untukku. Nama mutiara itu adalah Air Mata Laut." kata Lee Myung. "Aku hendak memberikan mutiara itu pada seorang Jenderal Istana."
"Ah, mutiara." Byun Shik bergumam. "Berapa harga mutiara itu?"

Ryung mencari sebuah mutiara hitam yang sedang dicari-cari orang-orang dari istana. Ia mengambil mutiara itu dan datang ke seorang ahli untuk bertanya harga mutiara tersebut.
"Aku belum pernah melihat benda yang begitu tidak berharga seperti ini." kata orang itu. Ryung mengambil mutiara itu kembali dan berjalan pergi. "Tu..tunggu sebentar." panggil orang itu.
Eun Chae melihat pohon bunga Mae Hwa di tempat lain dan mendongak ke atas. Di ranting pohon tersebut tidak ada Burung Hitam. Hanya di pohon Mae Hwa besar di rumah Lee Won Ho-lah yang Burung Hitam mau bersarang. "Burung itu tidak ada di sini." pikir Eun Chae.
Ryung berjalan, masih memikirkan soal Mutiara Hitam. Dari kejauhan ia melihat para prajurit sedang melakukan inspeksi mencari Iljimae. Secara naluriah, Ryung langsung berbalik dan berlari ka arah berlawanan. Kepala polisi menlihatnya dan menyuruh Shi Hoo mengejar.
Di sisi, lain, setelah melihat pohon Mae Hwa, Eun Chae berjalan dengan Seung Seung menuju tempat pembangunan. Namun di tengah jalan ia bertemu seorang pria mata keranjang yang menggodanya. Pengawal pria itu menghentikan Eun Chae.
"Apa kau tidak tahu siapa nona ini?" seru Seung Seung marah.
"Apa kau tidak tahu siapa tuan muda ini?" pengawal pria itu menantang. "Tuan Muda ini adalah Putra Duta Besar Cina, Tuan Muda Jung Myung Seo."
"Aku berpikir dimanakah letak kecantikan gadis-gadis di Nanyang." kata Jung Myung Seo. "Ternyata kecantikan mereka semuanya ada di sini. Aku belum alam berada di Nanyang. Kau harus menemaniku berkeliling."
Eun Chae tidak memedulikannya dan berjalan pergi. Jung Myung Seo menarik tangannya. "Tuan Muda, ini sangat tidak sopan." kata Eun Chae marah.
Di saat yang sama, Ryung sedang berlari menghindari pengawal. Ia melihat Eun Chae sedang diganggu seorang pria dan berjalan ke arah mereka. Ketika Jung Myung Seo ingin menampar Eun Chae, Ryung menahan tangan pria itu. Diam-diam, Ryung meletakkan Mutiara Hitam di dalam mantel Eun Chae.
"Bukankah dia sudah bilang kalau dia tidak mau?" tanya Ryung. Eun Chae kelihatan sangat senang bertemu lagi dengan Ryung.
"Siapa kau?" tanya Jung Myung Seo.
Ryung membisiki pria itu. "Kenapa mata Tuan Muda tidak bisa menilai? Aku akan membawamu ke rumah bordir. Disana ada banyak sekali gadis cantik. Sebut saja namaku dan Tuan Muda akan diberi potongan harga."
Jung Myung Seo marah dan memukul wajah Ryung. Pengawal-pengawalnya menendangi Ryung hingga babak belur. Eun Chae menangis hendak menolong, namun Seung Seung menahannya. Shi Hoo dan prajurit lain datang.
"Orang itu... karena menolongku..." Eun Chae menangis. "Kakak, tolonglah dia!"
Shi Hoo bicara pada Jung Myung Seo. "Tuan. Laki-laki ini dituduh melakukan pencurian di rumah seorang bangsawan." katanya. "Kami ingin membawanya untuk diinterogasi. Tolong serahkan dia pada kami. Kami juga akan menghukumnya karena bersikap tidak sopan pada Anda."
"Aku akan menghukumnya sendiri!" kata Jung Myung Seo.
"Lalu bagaimana dengan putri Tuan Byun Shik?" Shi Hoo mengancam dengan halus. Setelah mendengar nama Byun Shik, akhirnya Jung Myung Seo setuju dan berjalan pergi.
"Kakak, pria ini tidak ada sangkut pautnya dengan..." Eun Chae hendak membela Ryung, namun Shi Hoo menyuruhnya jangan ikut campur.
Para prajurit memeriksa tubuh Ryung dan menyamakan wajah Ryung dengan gambar Iljimae. Sama sekali tidak mirip. Mereka meninggalkan Ryung dan pergi begitu saja.
"Aku akan mengantarmu pulang. Ayo." ajak Shi Hoo pada Eun Chae. Sebelum pergi, Eun Chae memberikan sebuah sapu tangan pada Ryung. Ia tersenyum lembut pada Ryung.

Hari sudah malam. Shi Hoo mendatangi kamar Eun Chae. "Apa kau baik-baik saja?"
Eun Chae cemas. "Orang itu akan baik-baik saja, kan?"
Ryung pulang ke rumah. Ia menatap sapu tangan Eun Chae dan teringat masa kecilnya bersama seorang gadis kecil, pertemuan pertamanya dengan Eun Chae di arena pertandingan serta pertemuan mereka lagi di dahan pohon Mae Hwa. Ryung hendak membuang saputangan itu, namun berubah pikiran dan menyimpannya.
Byun Shik menampar Shi Hoo karena Shi Wan menceritakan padanya kalau Eun Chae diganggu oleh seorang pria. Eun Chae datang untuk membela Shi Hoo. "Dia adalah putra Duta Besar China. Bagaimana bisa Kakak menangkapnya?" ujar Eun Chae.
Byun Shik berbalik ke arah Shi Wan. "Kenapa kau tidak mengatakannya?" Ia menoleh lagi pada Shi Hoo, terlalu malu untuk meminta maaf. "Apa pukulanku sakit? Ehm.. Kau melakukan hal yang benar."
Shi Hoo kemudian menemui Nyonya Han di rumah bordir. "Bisakah aku meminta untuk dibuatkan sup ikan?" tanya Shi Hoo.
Wanita itu sedang bekerja di dapur, namun langsung berdiri begitu melihat Shi Hoo. "Tuan Muda, apa kau belum makan malam?" tanyanya keibuan. "Tolong tunggu sebentar, Tuan Muda."
Shi Hoo tersenyum dan Nyonya Han menyiapkan pesanannya. Shi Hoo makan dengan lahap. "Saat aku masih kecil, ayahku sering mabuk. Karena itu ibuku sering memasak sup ikan. Rasanya sama persis dengan masakanmu."
"Sepertinya Tuan Muda memiliki ibu yang sangat baik hati." kata Nyonya Han. "Tuan Muda tumbuh menjadi pria yang baik seperti ini, pasti karena kasih sayang dan perhatian ibumu."
Shi Hoo hanya bisa tersenyum. "Apa kau punya anak?"
"Aku punya seorang putra yang seumuran denganmu. Dan juga seorang putri." Nyonya Han menjawab dengan sedih.
"Kalian tidak hidup bersama?"
Nyonya Han tidak menjawab dan tersenyum. "Kapan saja kau ingin makan sup ikan, Tuan Muda bisa datang kemari."
Ryung menunggu di depan pintu gerbang rumah lamanya untuk mencari Eun Chae. Namun penjaga berkata bahwa di rumah tersebut tidak memiliki seorang nona. Ryung bersikeras, menunjukkan saputangan yang dipegangnya. Si penjaga kesal. "Baik, tunggu sebentar!"
Tidak lama kemudian keluar seorang wanita tua. "Kau mencariku? Ada apa?" tanya wanita itu.
"Aku datang mencari putrimu."
"Putri apa? Aku tidak punya anak." kata wanita itu, mulai marah. "Anak ingusan ini! Apa kau mau membodohi aku?!" Wanita itu menyuruh penjaganya mengusir Ryung. Ryung berpura-pura pergi, namun ternyata bersembunyi.
Penjaga tersebut kemudian pergi menemui Shi Wan untuk melaporkan bahwa ada seorang pria yang mencari Eun Chae. Ryung membuntutinya. "Oh, ternyata gadis itu adalah adiknya!"

Shi Hoo putus asa. "Kita harus menangkapnya."
"Maksudmu Iljimae?" tanya kepala polisi. "Bagaimana kita bisa menangkapnya kalau kita tidak punya petunjuk. Peti, koin, lukisan bunga Mae Hwa. Kita tidak punya petunjuk lain selain itu."
Shi Hoo melihat peti dengan seksama dan membaliknya. Ia terkejut melihat sesuatu.
Shi Hoo dan beberapa pengawal mendatangi pedagang sayuran. Saat itu putri pedagang sayur-lah yang sedang menjaga barang dagangan. (Inget kan, anak kecil yang mau menikah sama Ryung?)
"Namamu Nyang Soon kan?" tanya Shi Hoo pada gadis kecil itu. Gadis itu tidak menjawab. "Aku diperintahkan istana untuk mengadakan penyelidikan."
Tiba-tiba ayah Nyang Soon datang. Shi Hoo bertanya soal peti kayu yang dibawanya.
"Di kota ini bukan hanya aku yang menjual sayuran, Tuan." kata pria itu, seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
"Aku menemukan kertas ini di balik peti yang ada di dalam geronak." kata Shi Hoo. Ia menyimpulkan bahwa pedagang tersebut adalah teman si pencuri dan kemudian menangkapnya.
Pedagang itu diinterogasi dan menyatakan bahwa dialah yang memberikan peti apel tersebut pada Lee Myung. "Apa yang bisa kulakukan? Pria itu bukan manusia. Jika kami pedagang tidak memberinya peti (berisi uang) padanya, maka kami tidak akan bisa berdagang dengan tenang."
Laporan ini sampai pada para pejabat. Beberapa pejabat meminta agar Lee Myung dihukum karena telah menyimpan kekayaan pribadi dan mengirim ke luar negeri. Namun Byun Shik tidak setuju. "Lee Myung pernah menjadi pahlawan. Jika Yang Mulia menghukum seorang pahlawan, maka pemerintahanmu akan goyah."
Yang Mulia memutuskan untuk tetap menghukum Lee Myung sesuai dengan hukum yang berlaku.
Setelah itu, Byun Shik menemui kepala polisi dan memarahinya. "Kenapa kau menyebarkan hal ini keluar?" tanyanya marah. "Seharusnya kau bisa mencegah hal seperti ini terjadi. Apa kau tahu, hanya karena satu orang pencuri, bisa menyebabkan masalah yang begitu besar seperti ini!"
Ryung datang bersama istri si pedagang dan memohon-mohon agar istri pedagang diizinkan menjenguk suaminya. Ryung berlutut di kaki Byun Shik. "Apa aku pernah melihatmu sebelumnya?" tanya Byun Shik, mencoba mengingat. Ia menolak permohonan Ryung. "Tidak! Pergi sana!"
"Kalau begitu, aku akan datang ke istana dan menemui Raja." ancam Ryung.
Byun Shik menoleh. "Ah, aku ingat. Kau adalah orang yang... Ah, kau membuat kepalaku pusing. Baiklah. Biarkan istri pedagang itu masuk!"

Byun Shik melakukan protes di depan istana untuk membela Lee Myung. Melihat itu, para pejabat lain ikut-ikutan. Byun Shik melirik sekelilingnya, ini semua hanya sebuah skenario. Raja akhirnya menarik kembali hukuman Lee Myung dan meminta Iljimae segera di tangkap.
Pedagang ayah Nyang Soon di bebaskan, namun semua uang dan barang dagangan diambil oleh para polisi. Ryung bingung memikirkan semua masalah ini.
Nyang Soon menunjukkan sekeping uang pada Ryung dan menaruh uang tersebut di tangan Ryung. "Apa ini?" tanya Ryung.
"Ini bayaran untukmu." kata Nyang Soon. "Kau harus membantu ayahku memberi pelajaran pada para bajingan itu. Kau anggota geng Ajik yang baik. Aku tahu itu. Jika kau bersedia, aku akan menikah denganmu jika sudah besar nanti."
Ryung membereskan peti hasil curiannya. Dari belakang masing-masing peti, ia menemukan kertas dengan nama-nama toko. Ia berpikir sesuatu. Peti berisi uang ini adalah milik toko yang namanya tercantum di belakang peti.

Keesokkan harinya, di depan rumah ayah Nyang Soon ada sebuah bungkusan berisi banyak kepingan uang. "Semua uangnya kembali!" seru istri pedagang senang.
Ayah Heung Kyun datang dan berkata bahwa uang milik semua toko yang lain juga sudah dikembalikan.

Swe Dol mulai membuka sebuah toko kunci kecil di pasar. Ia dan teman-temannya membuat selamatan agar toko tersebut sukses dan bisnisnya lancar. Namun Ryung dan Bong Soon tidak datang.

Bong Soon sedang mondar-mandir di depan gerbang istana untuk mencari orang yang memiliki perhiasan Lee Won Ho. Sayang usahanya tidak membuahkan hasil.

Ryung berkeliaran lagi dengan geng Ajik, bertanya kapan mereka akan pergi ke rumah para bangsawan lagi. Namun Hee Bong belum tahu. Tiba-tiba ia melihat sebuah toko baru dan mendatangi mereka. Ryung kabur dan bersembunyi karena toko itu adalah milik Swe Dol dan Dan Ee.
Hee Bong meminta Swe Dol memberi uang perlindungan padanya. Jelas saja Swe Dol dan Ee menolak dan mengusir mereka. Hee Bong memerintahkan anak buahnya untuk menghancurkan toko Swe Dol, namun Shi Hoo tiba-tiba muncul dan mencegah mereka. Hee Bong terpaksa pergi. "Sepertinya aku pernah melihat orang itu." pikir Hee Bong. "Dia adalah..."
"Ja Dol..." Swe Dol tersenyum.
"Aku adalah pengawal kerajaan. Itu adalah tugasku." kata Shi Hoo dingin. "Jika tidak ada lagi yang kau butuhkan, aku mohon diri." Shi Hoo berbalik dan berjalan pergi, bersikap seolah tidak mengenal Dan Ee. Dan Ee menangis.
Hee Bong menunggu Shi Hoo di jembatan.
"Enyah dari hadapanku!" kata Shi Hoo angkuh. Hee Bong menatap Shi Hoo tajam dan mengepalkan tangannya. Ryung melihat mereka, lalu berusaha membawa Hee Bong pergi. Hee Bong tidak bergerak sedikitpun dari posisinya. "Maafkan kami." kata Ryung mewakili Hee Bong.
"Apa kau ingin mengatakan sesuatu padaku?" tanya Shi Hoo pada Hee Bong.
"Mana mungkin kami ingin mengatakan sesuatu." kata Ryung. "Silahkan lewat. Ah! Kau adalah orang yang di arena waktu itu. Apa kau ingat aku?"
Tanpa menjawab, Shi Hoo berjalan melewati mereka.
"Kakak, apa yang lakukan?" tanya Ryung. "Dia orang baik."
"Dia adalah bajingan yang waktu itu." kata Hee Bong. "Dia adalah orang yang melaporkan kakakmu pada polisi!"
Ryung sangat terkejut dan marah. Ia hendak berlari mengejar Shi Hoo, namun kali ini Hee Bong menahannya. "Apa yang mau kau lakukan?"
"Lepaskan aku!" teriak Ryung. "Lepaskan aku!"
"Kendalikan dirimu! Apa kau ingin mati?"
Kemarahan benar-benar sudah meledak dalam diri Ryung. "Lepaskan aku!"

Setelah Ryung agak tenang, Hee Bong mengajak Ryung minum di sebuah restoran. "Jika dipikirkan baik-baik, dia tidak terlalu bersalah juga. Ia berpikir bahwa kakakmu adalah budak yang melukai penjaga."
Ryung hanya diam. Tiba-tiba terdengar keributan dari arah belakang mereka. Shi Wan sedang dalam keadaan mabuk dan bertengkar dengan seseorang pria jalanan. Shi Wan tidak menerima kekalahannya dalam berjudi. "Baik." kata pria jalanan itu. "Aku akan melawanmu lagi. Tapi kali ini taruhannya bukan uang, aku ingin hal yang lain." Pria jalanan itu ingin bertaruh jari tangan. Orang yang kalah akan kehilangan jarinya.
Shi Wan setuju.
Hee Bong bercerita bahwa Shi Wan adalah saudara Shi Hoo. Shi Hoo berasal dari hasil hubungan Byun Shik dengan seorang pelayan. "Benarkah?" tanya Ryung. Sepertinya ia sedang memikirkan sebuah rencana di kepalanya.
Shi Wan kalah dalam perjudian. Pria jalanan dan anak buahnya hendak memotong jari Shi Wan, namun Ryung datang menolongnya. "Berjudi adalah untun bersenang-senang." kata Ryung. "Kenapa kau ingin memotong tangannya?"
"Siapa kau?"
"Kalau kau tidak pernah mendengar nama Ryung, si raja judi, maka aku yakin kau pasti bukan orang sini."
"Jadi aku Ryung?" tanya pria itu.
"Kau sudah pernah mendengar tentangku?" tanya Ryung. "Ayo bermain denganku. Jika aku menang, tolong ampuni Tuan Muda itu. Jika aku kalah, kau bisa mendapatkan tangannya dan tanganku juga." Ryung mengeluarkan pisau dari sakunya dan menusuk pisau tersebut di meja, dekat tangannya.
Hee Bong cemas. "Apa yang kau lakukan, bodoh?"
"Benar." kata pria jalanan. "Aku dengar kau sangat berani. Baiklah kalau begitu, aku ingin melihat sampai dimana tingkat keberanianmu."
Perjudian antara Ryung dan pria jalanan dimulai.
Pria itu menetakkan sebuah kartu tertutup di depan Ryung. "Tebaklah." tantang pria itu. "Jika kau bisa menebak dengan benar, maka kau memang pantas mendapatkan gelar penjudi terbaik di NamMun."
Ryung berpikir. Ia kemudian menarik napas dalam-dalam dan menggeleng putus asa pada Hee Bong. Hee Bong panik bukan main. Shi Wan ketakutan.
"Baik, tangan siapa yang mau dipotong terlebih dahulu?" tanya si pria jalanan, mengambil pisau Ryung. "Kurasa tangan Tuan Muda lebih berharga."
Ryung mengambil pisaunya. "Ini pisauku. Kalau kau mau, pakai pisaumu sendiri."
Shi Wan berteriak marah padanya. "Beraninya kau menggunakan cara ini untuk menyiksaku!"
"Karena kau, ayahku memohon sebuah gigi pada tikus." ujar Ryung acuh.
Pria jalanan mengangkat pisaunya untuk menebas tangan Shi Wan. Tiba-tiba Ryung berkata, "Soo Joo nomor 7."
Hee Bong membuka kartu tertutup dan melihatnya takut-takut. "Soo Joo nomor 7!" teriaknya senang. Inilah awal pertemanan Shi Wan dengan Ryung.
Shi Wan bertanya bagaimana cara Ryung menebak kartu dengan benar. Triknya adalah dengan menggunakan pisau yang ditusukkan Ryung ke meja.
Shi Wan mengajak Ryung makan di sebuah restoran mewah di rumah bordir. Ia berubah menjadi orang yang teramat sangat baik pada Ryung. "Jika ada masalah apapun, jangan segan mengatakannya padaku." kata Shi Wan.
"Bolehkah aku mengunjungi rumahmu?" tanya Ryung. "Aku mendengar ada 99 kamar di rumahmu, yang lebih mewah dibandingkan istana. Impianku adalah untuk melihatnya sendiri dengan mataku, dengan begitu aku bisa mati dengan tenang."
"Tidak masalah!" kata Shi Wan. "Ayo berkunjung ke rumahku!"
"Bagaimana jika besok?"
Shi Wan merasa bersalah. "Aku harus bekerja besok dan lusa." katanya. "Seorang bangsawan di Yong Jong tiba-tiba harus pergi ke Cing untuk menjadi duta besar. Jadi akan ada pesta perpisahan dari para anggota Jeonwoohoe di rumahnya. Ayahku juga termasuk anggota Jeonwoohoe. Aku heran, dirumahnya sudah ada tiga pengawal, tapi kenapa harus memanggil prajurit istana. Dia juga bisa menggunakan pedang kalau mau."
"Pedang?" tanya Ryung penasaran. Ia memakan sup ikan dengan lahap. "Apa nama makanan ini? Ini enak sekali. Kupikir makanan yang dimasak ibuku adalah makanan paling enak di dunia. Tapi koki disini juga tidak buruk. Aku ingin tahu siapa yang memasaknya."
"Kau ingin memesan ini lagi?" Shi Wan memanggil seorang wanita untuk membawakan sup ikan lagi.
Wanita itu meminta Nyonya Han memasakkan lagi sup ikan untuk Shi Wan. "Akhir-akhir ini banyak sekali pelanggan yang memesan sup itu. Kenapa kau begitu pandai memasak?"
Nyonya Han tertawa. "Ini adalah sup yang sangat disukai putraku."
"Jika sudah jadi, antar sup itu ke kamar tamu, ya!"
Nyonya Han mengantarkan sup itu ke kamar, namun Ryung dan Shi Wan sudah pergi. Nyonya Han membereskan makanan.
Ryung ternyata pergi ke toiler dan Shi Wan berjalan-jalan di luar. Ketika Ryung hendak masuk ke dalam kamar, Shi Wan memanggilnya. "Aku harus pergi sekarang, Ryung!"
Padahal pertemuan Ryung dengan ibunya tinggal selangkah lagi.

Dan Ee murung. Swe Dol memberi tahu kalau Hee Bong adalah anggota geng Ajik. Dan Ee meminjam pisau dari pedagang lain dan pergi bersama Swe Dol untuk menemui Hee Bong.
Swe Dol langsung menyerang Hee Bong begitu melihatnya. Hee Bong marah dan berganti menyerang Swe Dol.
"Hah, jadi kau orang yang kehilangan gigi?" tanya Hee Bong.
Dan Ee melempar pisau di depan Hee Bong. "Gunakan pisau itu untuk memotong jari tanganku." katanya. "Aku akan memberi semua jariku padamu. Tolong ampuni putraku."
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Hee Bong. "Hari ini kalian menunjukkan sifat asli kalian? Kenapa juga aku ingin mengambil jarimu, Bibi?"
Swe Dol juga berkata pada Hee Bong, "Bagaimana jika aku memberikan gigiku padamu? Aku masih punya banyak. Kau boleh memilih satu."
Dan Ee menangis dan berteriak, "Jika kau ingin, aku akan memotong tanganku untukmu. Tapi tolong biarkan putraku pulang ke rumah!"
"Ya sudah, berikan tanganku. Aku tidak tahu siapa kalian, tapi aku bisa membebaskan orang itu."
Dan Ee mengambil pisau, namun Swe Dol melarangnya. "Lebih baik potong tanganku saja!" Ia menerjang Hee Bong dan menarik kerah bajunya.
"Siapa pula putramu?" tanya Hee Bong kesal.
"Tolong, tolong ampuni putraku, Ryung!" kata Dan Ee. "Asal kau membebaskannya, aku akan memberikan jantungku padamu!"
"Ryung?!" seru Hee Bong terkejut. Ia mendadak berubah baik pada Swe Dol dan Dan Ee, bahkan mengajak mereka minum bersama. "Aku sudah menganggapnya sebagai adikku sendiri. Aku membiarkannya masuk ke geng karena ia bersikeras. Tapi aku benar-benar tidak ingin dia menjadi orang sepertiku."
"Apakah kami bisa mempercayaimu?" tanya Dan Ee.
"Tentu saja!"
Dan Ee menuangkan minum untuk Hee Bong. "Tolonglah kami."
"Jangan khawatir, Bibi."

Pejabat istana yang menemukan surat Kwon Do Hyun bicara pada Raja. "Kenapa Yang Mulia bertindak seperti itu?" tanyanya. "Inilah kesempatan Yang Mulia untuk melenyapkan pejabat yang berbuat korupsi."
"Aku tidak punya pilihan lain." kata Raja.
"Yang Mulia! Apa alasan kita menurunkan Raja sebelumnya, Gwang Hae? Itu karena para pejabat yang ada dibawahnya melakukan korupsi. Tapi Gwang Hae malah melindungi pelaku korupsi itu dan mendorong negara ini pada jurang tanpa harapan. Yang Mulia! Kenapa kau mengulangi kesalahan Gwang Hae?"
"Jadi, kau berpikir bahwa Gwang Hae lebih baik daripada aku?"
Pejabat itu tidak menjawab. (tidak menjawab adalah jawaban 'iya' secara tidak langsung).

Sinopsis Iljimae Episode 10 dalam Bahasa Indonesia

Ryung teringat informasi yang diberikan Shi Wan dan melakukan survei. "Ada sekitar 50 pengawal yang menjaga rumah Tuan Shim. Istana terlarang ada sekitar 30 pengawal. Para bandit tidak akan bisa melewati pagar tembok. Sebelum pesta, tidak ada satu orang pun dari luar yang diperbolehkan masuk. Anggota Jeonwoohoe akan ditemui dan diantar langsung oleh Tuan Shim."
"Woi, sedang apa kau?" tanya Ryung ketika ia melihat Bong Soon sedang mendandani seseorang. Ryung mengintip siapa nyonya yang sedang dimake-up oleh Bong Soon. Ryung shock setengah mati melihat nyonya itu mengedipkan mata padanya. Ia menangis memanggil ayahnya sambil menunjuk-nunjuk si nyonya. "Ayah! Ayah! Itu!"
Swe Dol melihat ke arah yang ditunjuk Ryung dan melompat kaget. Nyonya itu adalah Kong He.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Kong He, menyuruh Ryung dan Swe Dol menilai dandanannya.
"Tidak ada yang harus dibanggakan dengan penampilan seperti itu!" seru Ryung. "Apa kalian tidak hal lain yang bisa dikerjakan?"
Bong Soon berkata ia akan menjadi penata rias. "Selama menghasilkan uang, aku akan melakukan apapun." kata Bong Soon. Dengan diam-diam, Ryung mengambil salah satu alat make up Bong Soon dan menyembunyikannya di dalam baju. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu ada sesuatu yang hilang.
Bong Soon hendak pergi dan dengan kasar menarik rambut palsu yang sedang dikenakan Kong He.
"Gadis ini sangat kasar." gumam Swe Dol. "Ryung, jika suatu saat kau bilang ingin menikahi gadis ini, aku mungkin akan mencabut semua gigiku yang tersisa. Bahkan di dalam mimpi pun, jangan pernah berpikiran menikahi gadis ini." Swe Dol menoleh pada Ryung, namun Ryung sudah menghilang entah kemana.
Ryung baru sadar bahwa ia kehilangan perhiasan milik ayahnya. Ia menjadi sangat panik dan mencari perhiasan tersebut. Di saat yang sama, Bong Soon kembali lagi ke depan gerbang istana ntuk mencari pemilik perhiasan itu. Ia melihat Ryung disana, sedang bertanya-tanya pada orang-orang apakah mereka melihat perhiasan miliknya. Bong Soon terkejut dan perlahan mendekati Ryung.
"Apa kau mencari ini?" tanya Bong Soon hati-hati. "Ini milikmu, kan?"
"Kenapa bisa ada padamu?" tanya Ryung. Ryung kesal dan merebut perhiasan itu. "Aku menghabiskan banyak waktu untuk mencari ini. Kembalikan padaku!"
Bong Soon menggenggam perhiasan itu erat-erat. "Bagaimana perhiasan ini bisa menjadi milikmu?"
"Kenapa kau bertanya begitu? Dari awal ini memang milikku." Ryung mengambil perhiasan itu dan pergi meninggalkan Bong Soon.
Bong Soon menangis dan tertawa sekaligus. "Tidak, itu tidak benar. Tidak."

Setelah melihat Bong Soon mendandani Kong He, Swe Dol berniat membelikan Dan Ee sebuah lipstik. "Ini adalah lipstik." katanya. "Aku dengar, kau bisa memakainya di bibir."
"Dari mana kau mendapat benda yang berharga seperti ini?"
"Aku membelinya." jawab Swe Dol. "Apa kau meragukan aku?"
"Darimana kau dapat uang?"
"Kau benar-benar meragukan aku?" tanya Swe Dol sedih. "Kau tidak percaya padaku? Kau berpikir bahwa aku mencurinya?" Swe Dol menangis. "Aku hanya berpikir, jika Dan Ee-ku memakai lipstik itu, dia pasti akan kelihatan sangat cantik... jadi aku..." Swe Dol berbalik dan menangis dengan sangat sedih.
Dan Ee tidak tega melihatnya. "Aku mengerti. Terima kasih." katanya.
Swe Dol berbalik dan tertawa senang. "Pakailah."
"Aku akan memakainya nanti."

Ryung bermain ke tempat latihan Hee Bong. Di sana, ia berbincang dengan salah seorang anggota geng. "Aku bergabung dengan geng ini karena tahu tentang Pembunuh Legendaris."
"Pembunuh Legendaris?" tanya Ryung. "Siapa mereka?"
"Tidak ada yang tahu siapa mereka. Tapi yang kutahu, mereka bisa membuat anak yang menangis menjadi diam. Berdasarkan gosip yang kudengar, sekali mereka mengeluarkan pedang, semua musuh akan mati. Salah satu dari pembunuh itu ada di istana dan yang satu lagi lenyap entah kemana."
"Kenapa?" tanya Ryung menasaran.
"Aku tidak tahu. Mungkin ia ingin menyingkir dari kehidupan manusia agar bisa hidup dengan bebas."

Padahal, di saat yang sama, si Pembunuh Legendaris yang lenyap tersebut sedang makan banyak di kedai ibu angkat Dae Shi.

Seung Seung bertanya pada Eun Chae, apakah Eun Chae mengenal laki-laki yang menolong mereka dulu. "Aku rasa Nona dan laki-laki itu sudah pernah bertemu sebelumnya."
Eun Chae terlihat senang membicarakan Ryung. "Saat itu, aku sudah mengira bahwa dia masih hidup dan akan kembali kemari."
"Apa? Laki-laki itu?" tanya Seung Seung bingung. Ia berpikir sejenak. "Apa dia adalah Tuan Muda yang menjadi cinta pertama nona?"
"Aku sangat ingin bertemu dengannya lagi." kata Eun Chae. "Apakah dia akan datang ke sini lagi?"

Malam hari waktu dilangsungkan acara perpisahan Tuan Shim telah tiba. Para pejabat dan bangsawan berdatangan. Tuan Shim sendiri yang menyambut mereka.
"Aku Kim Moo Ryul, Hakim Pu Pyung." kata salah seorang bangsawan.
Tuan Shim melihat daftar tamunya. "Oh, Tuan Kim! Selamat datang. Silahkan masuk."
Semua tamu sudah berkumpul dan pintu gerbang ditutup.
Di dalam, Byun Shik menyombong-nyombongkan dirinya. Para pejabat berusaha mengalihkan pembicaraan. "Aku melihat banyak orang baru di sini."
"Benar." kata Byun Shik. "Selain sebagai acara perpisahan untu Tuan Shim, acara ini juga diadakan untuk menyambut anggota baru Jeonwoohoe."
Tuan Shim memperkenalkan anggota baru bernama Kim Moo Ryul, Hakim Pu Pyung. Kim Moo Ryul membungkuk, memberi hormat pada para tamu.

Flashback
Dae Shi memamerkan topeng terbarunya yang sangat mirip wajah manusia pada Ryung. "Aku menempelkan lapisan kulit babi ke topeng." kata Dae Shi, memeragakan cara membuat topeng. "Kemudian, aku mencampur kertas Han dan lem bersama-sama. Setelah itu, aku mengoleskannya pada topeng. Kelihatan seperti kulit manusia." "Tapi, apa semuanya lengket dengan kuat?" tanya Ryung. "Tentu saja." Ryung mengulurkan tangan hendak menyentuh topeng yang belum jadi. "Jangan sentuh itu! Hal yang buruk akan terjadi. Jika bahan itu lengket di kulit, satu jam kemudian, kulitmu akan bersatu dengan campuran adonan."

Ryung kemudian pergi ke tempat kerja pembuatan sepatu milik Heung Kyun. Ia mencuri satu lembar kulit babi yang digantung disana.
Flashback End
Tuan Shim memamerkan sebuah benda berharga miliknya berupa hiasan Kura-kura Emas pada para tamu. "Aku bisa menjadi duta besar di Cina, semuanya berkat Tuan Kim!" katanya senang.
Kim Moo Ryul melihat Kura-kura Emas tersebut dengan seksama. Setelah semua orang keluar, dengan diam-diam, ia membuka gembok dan menyusup masuk ke ruang penyimpanan barang berharga.

Semua pejabat dan bangsawan sedang minum dan makan-makan bersama. Tiba-tiba seseorang berteriak, "Pencuri! Ada Pencuri!"
Byun Shik memerintahkan semua pengawal agar menutup jalan masuk. "Pencurinya pasti masih ada di dalam." teriaknya. "Jangan biarkan siapapun keluar!"
Tuan Shim memeriksa barang apa yang hilang. "Kura-kura Emasku!" teriaknya shock. Kura-kura Emas tersebut sudah tidak ada, digantikan oleh sebuah kertas berlukiskan bunga Mae Hwa.
Para pengawal memeriksa tubuh pada pejabat dan bangsawan untuk mencari barang yang dicuri. Shi Wan memeriksa tubuh Kim Moo Ryul.
"Kenapa Anda banyak berkeringat, Tuan?" tanya Shi Wan. Shi Hoo menoleh dengan curiga. Setelah selesai memeriksa dan tidak menemukan apapun, Shi Wan mempersilakan Kim Moo Ryul lewat.
"Tunggu sebentar, Tuan!" panggil Shi Hoo. Shi Hoo berjalan perlahan mendekati Kim Moo Ryul dan mengamati wajahnya yang berkeringat (dan meleleh) baik-baik.
"Iljimae ada di sana!" teriak seseorang. Shi Hoo dan pengawal lain bergegas pergi ke arah yang dimaksud. Iljimae sedang berada di atas genting rumah.
Keributan tersebut dipergunakan oleh para bangsawan dan pejabat untuk melarikan diri. Kim Moo Ryul mengambil selembar kertas untuk menyerap keringat (lelehan) diwajahnya.
Para pengawal mengepung Iljimae dan mengarahkan panah padanya. Namun Iljimae tidak beranjak ataupun bergerak sama sekali. Byun Shik menyuruh Shi Hoo memanah. Shi Hoo mengarahkan panahnya pada tali yang menggantung di badan Iljimae. Iljimae terjatuh ke tanah.
Shi Wan melepas topeng yang dikenakan Iljimae. Ternyata itu hanyalah sebuah boneka jerami. Mereka ditipu mentah-mentah.
Di tempat yang lain, Kim Moo Ryul melepas topeng kulitnya dan tersenyum melihat para pengawal yang gagal menangkapnya.
Di saat yang bersamaan, namun ditempat yang berbeda, Moo Yi dan anak buahnya mengejar-ngejar seseorang. Orang yang dikejar tertangkap dan melemparkan suatu barang berbentuk tabung ke air terjun. Moo Yi marah dan menebas orang itu sampai mati.
Moo Yi mencari tabung tersebut di sekitar air terjun sampai pagi hari, namun hasilnya nihil. Ia tidak bisa menemukan apapun.
Ryung kembali ke tempatnya bersembunyi dan melepas semua perlengkapan menyamarnya. Ia mengeluarkan barang curian yang disembunyikan di perutnya. Tanpa sadar, ia masih saja memegang selembar kertas yang dibawanya dari rumah Tuan Shim. Ryung membaca tulisan di kertas itu. "Jeonwoohoe?" gumamnya.
Ryung teringat masa lalunya ketika di rumahnya diadakan sebuah acara. Ibunya berkata bahwa acara tersebut dihadiri oleh teman-teman baik ayahnya. Secara tidak sengaja, ia dan kakaknya, Yeon. melukis di sebuah kertas yang bertuliskan tentang Jeonwoohoe.
Ia juga teringat kata-kata Shim Ki Yoon, "Ayahmu dibunuh oleh orang-orangnya sendiri."
Ryung berpikir. "Benar. Musuhku ada di dalam Jeonwoohoe."

Raja berpikir soal perbincangannya dengan pejabat yang menemukan surat Kwon Do Hyun. "Orang yang ingin diberi surat oleh Kwon Do Hyun bukanlah putra Lee Won Ho, melainkan Kim Yi Hee." katanya. "Tebakanku salah."
"Yang Mulia!" seru Byun Shik. "Aku akan segera mengeksekusi mereka dengan tuduhan pemberontakan."
"Hentikan." kata Raja. "Kau tidak bisa selalu menggunakan tuduhan pemberontakan. Jika begitu, orang-orang akan curiga. Kasus pemberontakan Shim Ki Yoon adalah salah satu dari tuduhan itu, dan para pejabat sedang memperbincangkan masalah itu saat ini."

Bong Soon mengamati Swe Dol baik-baik. "Tidak mirip." gumamnya. "Sama sekali tidak mirip. Paman, Ryung bukan putra kandungmu, kan?"
"Apa?" tanya Swe Dol. "Ryung sama persis denganku! Apa kau tidak bisa melihat kesamaan kami? Coba teliti lagi, kami sangat mirip."
"Dari tinggi saja kalian tidak mirip." Bong Soon bersikeras.
"Dia putra kandungku!" seru Swe Dol mulai kesal.
Dae Shi bertanya ada Dan Ee apa itu lipstik. Bong Soon menuduh Dae Shi telah mencuri lipstik miliknya. Dan Ee terdiam, curiga pada Swe Dol.
Dan Ee mengembalikan lipstik yang diberikan Swe Dol dan meminta Swe Dol mengembalikan lipstik itu pada pemiliknya. Swe Dol bingung.
"Aku yang akan mengembalikannya sendiri." kata Dan Ee.
"Apa?" tanya Swe Dol sedih. "Kau mencurigai aku? Aku sudah berhenti mencuri sejak Ja Dol pergi. Kau juga tahu itu. Kenapa kau bersikap seperti ini padaku? Apa menurutmu aku tidak bisa marah? Kau tidak bisa menuduhku seperti ini. Kenapa kau sangat kejam padaku?" Swe Dol menangis dan pergi.
Swe Dol sangat sedih. Ayah Heung Kyun menemaninya. Ia tahu bahwa Dan Ee tidak mungkin memberikan hatinya untuk Swe Dol karena Dan Ee hanya mencintai Lee Won Ho. "Di hatinya hanya ada pria itu." kata Swe Dol putus asa. "Hari ini adalah hari kematian pria itu."
Di rumah, Dan Ee bersembahyang untuk Lee Won Ho.
Raja membersihkan pedang yang terukir lambangnya di sebuah sungai, tempat ia dan Lee Won Ho dulu pernah melakukan hal yang sama.

Dan Ee mengembalikan lipstik pemberian Swe Dol pada Bong Soon.
"Kau dapat ini dari mana, Bibi?" tanya Bong Soon. "Warnanya sangat bagus. Harganya pasti mahal."
"Itu bukan milikmu?" tanya Dan Ee.
"Aku sudah menemukan milikku." jawab Bong Soon. Dan Ee langsung mengambil kembali lipstik itu dari tangan Bong Soon.

Bong Soon datang lagi ke tempat kakaknya terbunuh. "Kakak... Aku menemukannya." kata Bong Soon. "Anak laki-laki yang melindungiku dan menggenggam erat tanganku... Dia masih hidup."
Tiba-tiba Bong Soon mendengar keributan dari pemukiman terdekat. Hee Bong mengajak Ryung ke pemukiman itu untuk melakukan keributan disana. Ia sengaja mengajak Ryung agar bisa melihat kekejaman gengnya dan agar Ryung memutuskan keluar. Ia lalu menyuruh Ryung memukuli seorang anak.
"Apa?"
"Ini memang pekerjaan kita." kata Hee Bong, memberi Ryung sebatang kayu. "Jika kau tidak mau melakukannya, keluar saja!"
Ryung mengambil kayu itu dan berjalan mendekati anak kecil yang ditunjuk Hee Bong.
"Sejahat apapun kita, kita tidak bisa memukuli anak kecil." kata salah satu anak buah Hee Bong.
"Jangan ikut campur." ujar Hee Bong santai. Ia yakin bahwa Ryung tidak akan mungkin memukul seorang anak. "Aku hanya ingin Ryung menyerah dan keluar."

Eun Chae sedang berada di tempat konstruksi. Tiba-tiba seorang anak memanggil ayahnya dan mengatakan kalau pemukiman mereka diserang oleh Geng Ajik. Mereka bergegas kesana. Eun Chae berlari mengikuti.

Ryung mengangkat batang kayu, hendak memukul anak itu. Dari belakang, Ryung memang terlihat sedang memukul si anak, namun pada kenyataannya Ryung memukul kakinya sendiri.
Eun Chae terkejut dan marah. "Hentikan!" teriaknya, seraya berlari ke arah si anak. "Kau tidak apa-apa?" Eun Chae mendongak menatap Ryung. "Kau... Kau bajingan."
Bong Soon mendekati Eun Chae. "Nona, kau bilang apa barusan?" tanyanya marah. "Bajingan?"
Eun Chae tidak memedulikan Bong Soon dan memarahi Hee Bong.
Hee Bong mengatakan bahwa mereka juga tidak suka melakukan hal ini. Mereka melakukan ini atas perintah Byun Shik, yang menyuruh mereka melenyapkan hal-hal yang bisa berdampak buruk pada penginapan yang sedang dibangun.
"Ayahku?" tanya Eun Chae. "Cepat pergi dari sini!"
Hee Bong menyuruh anak buahnya pergi. Ryung juga pergi tanpa mengatakan apa-apa, berjalan dengan terpincang-pincang.
Bong Soon memaksa untuk membantu memapah Ryung walaupun Ryung menolak mati-matian. "Lepaskan aku!"
"Aku menyuruhmu untuk memukul anak itu, bukan memukul kakimu sendiri!" kata Hee Bong. "Karena itulah aku mengatakan tidak semua orang bisa menjadi orang jahat dengan mudah."
Bong Soon marah-marah pada Hee Bong, membela Ryung.

Dan Ee membawakan makan siang untuk Swe Dol dan meminta maaf. Swe Dol mengatakan bahwa bisnis gemboknya sedang bagus berkat Iljimae. Swe Dol yang mulanya ngambek dengan mudah bisa luluh karena memakan masakan Dan Ee.
Ryung bermain ke rumah Shi Wan. Disana ia bertemu dengan Eun Chae, yang menatap Ryung dengan pandangan marah dan benci.
"Ini adalah adikku, Eun Chae." kata Shi Wan memperkenalkan Eun Chae.
"Aku bertemu dengannya beberapa kali." kata Ryung. "Mungkin kita memang ditakdirkan untuk bertemu. Apakah ini takdir atau semacamnya?"
Eun Chae berjalan pergi dengan marah. Ryung meneriakinya dari belakang. "Apa kau memang berhati dingin, Nona? Atau kau pemalu?" Ryung sengaja membuat Eun Chae tambah marah padanya.
Ryung berpura-pura sakit perut dan meminta izin ke toilet. Shi Wan menunjukkan letak toilet. Ryung memanfaatkan kesempatan ini untuk menyusup ke kamar Eun Chae. Ia mencari mantel Eun Chae dan mengambil kembali mutiara hitam yang sebelumnya disembunyikan. Di ruangan tersebut, Ryung melihat beberapa buah buku. Ia teringat Shi Wan pernah berkata, "Ayahku juga anggota Jeonwoohoe.".
Ryung membuka buku itu. Di sana terdapat nama-nama para anggota yang dicoret dengan tinta merah. Mereka adalah para anggota yang mati. Di sana Ryung melihat nama ayahnya, Lee Won Ho, seorang pemberontak, mati karena bunuh diri.
Ryung sangat terkejut. Tiba-tiba Eun Chae masuk ke ruangan dan mengusir Ryung keluar. "Aku hanya ingin mengembalikan ini." kata Ryung, mengeluarkan saputangan Eun Chae.
Eun Chae menerima saputangan itu dengan kasar. "Keluar sekarang juga!"

Eun Chae membawa beberapa buku, termasuk yang tadi dibaca oleh Ryung, keluar. Seung Seung memanggil Eun Chae dan menceritakan bahwa Iljimae muncul lagi. Eun Chae sangat senang mendengarnya. "Iljimae menyamar kali ini. Ia mencuri Kura-kura Emas di depan semua orang. Orang-orang itu tertipu olehnya." kata Seung Seung bercerita. "Dia juga memasang boneka palsu di atas genteng."
"Dia sangat pintar." ujar Eun Chae kagum. "Sepertinya dia bukan pencuri biasa."
"Benar. Aku juga dengar bahwa dia mengembalikan semua uang yang dicurinya pada pemilik yang sebenarnya."
Ryung mencuri dengar pembicaraan Eun Chae dan Seung Seung. Ia memikirkan sebuah rencana.
Ryung bertemu dengan Shi Hoo. "Kudengar beberapa waktu yang lalu kau melaporkan seorang budak pada polisi. Bukankah orang yang melapor akan mendapat hadiah? Melihat seragam ini, pasti kau belum mendapatkan hadiahnya." Ryung berkata sambil tertawa. Shi Hoo marah dan mendorong Ryung dengan kasar.
Ryung menemui Shi Wan lagi dan berusaha mengorek informasi darinya. "Apa ayahmu snagat menyayangi Eun Chae?" tanya Ryung.
"Bukan hanya menyayangi, Ayah juga memberi tanggung jawab pada Eun Chae untuk mengatur semua laporan rahasia milik Ayah." jawab Shi Wan.
"Laporan rahasia?"
Shi Wan berbisik. "Semua aset milik prajurit, strategi militer dan laporan korupsi."

Shi Wan minum-minum hingga mabuk. Ia tidak bisa melepaskan perasaan dan rasa bersalahnya karena telah menyebabkan kematian Yeon.
Nyonya Han melihat Shi Wan, kemudian duduk diluar, menatap langit. "Geom.. Yeon.. Apakah kalian masih hidup?"
Malam itu, Eun Chae pergi untuk membantu dan mengobati warga terlantai di pemukiman kumuh (yang tadi siang diserang oleh geng Ajik).
Ryung dengan pakaian hitamnya, menyelinap masuk ke kamar Eun Chae dan mencari buku yang tadi siang dilihatnya. Tapi ia tidak bisa menemukan buku tersebut.
Ryung mencari Eun Chae dan melihatnya berada di pemukiman kumuh. Tidak jauh darinya, ada tandu milik Eun Chae. Ia melakukan sesuatu pada tandu tersebut.

Byun Shik memerintahkan Hee Bong untuk menjemput Eun Chae pulang. Jika tidak bisa dengan cara baik-baik, Byun Shik menyuruh Hee Bong membawanya dengan paksa.
Di perjalanan pulang, Ryung mematikan lentera yang dipegang oleh Seung Seung sehingga keadaan menjadi gelap gulita. Ia melompat cepat ke arah tandu hingga tandu sedikit miring, dan kemudian lenyap lagi.
Hee Bong menyalakan lentera lagi. "Pegang yang betul!" omelnya pada Seung Seung.
Ryung menutup mulut Eun Chae dengan tangannya agar Eun Chae tidak bisa bersuara. Ketika para pengawal Eun Chae sudah pergi, perlahan Ryung melepaskan tangannya dari mulut Eun Chae.
Eun Chae menoleh dan terkejut melihat seorang pria berpakaian hitan serta menggunakan penutup wajah.

Sinopsis Iljimae Episode 11 dalam Bahasa Indonesia

Ryung menculik Eun Chae dan membawanya kembali ke pemukiman kumuh untuk menyelesaikan apa yang belum sempat dikerjakan Eun Chae. "Maaf karena aku membuatmu takut." kata Ryung. "Aku melihatmu dipaksa naik ke tandu, jadi... Apa benar kau masih punya banyak hal yang harus dikerjakan?"

Rombongan pembawa tenda sudah sampai di rumah. Seung Seung memanggil Eun Chae, namun Eun Chae tidak menjawab. Begitu pintu tandu dibuka, mereka menjadi terkejut dan panik melihat Eun Chae sudah tidak ada. Yang ada di dalam tandu tersebut hanyalah sebuah batu besar.
Shi Hoo keluar mendengar keributan itu. "Ada apa?" tanyanya.
Ryung melihat Eun Chae bermain dengan anak-anak miskin dari jauh. Setelah selesai, Eun Chae hendak berjalan pulang sendirian, namun Ryung mendadak muncul di sampingnya dan mengambil lentera yang dipegang Eun Chae. Ryung mengantar Eun Chae pulang, berjalan agak di depan Eun Chae.
Eun Chae tersenyum dan berlari agar bisa berjalan berdampingan dengan Ryung. Ia terus menatap Ryung sepanjang jalan. Ryung menatapnya balik, Eun Chae malu dan menunduk.
"Nona!" terdengar suara seseorang.
Ryung menggandeng tangan Eun Chae dan menariknya untuk bersembunyi. Eun Chae kemudian meniup lentera agar tidak ketahuan oleh orang-orang yang sedang mencarinya.
"Aku dengar kau sangat pandai menggambar bunga Mae Hwa." kata Eun Chae. Ia menoleh ingin melihat reaksi Ryung. "Kau adalah Iljimae, benar kan?"
"Apa kau tidak takut padaku?" tanya Ryung.
"Aku sudah dengar semua. Kau mengembalikan semua uang pada pemilik yang sebenarnya. Sebenarnya, aku sangat senang." Eun Chae tertawa. "Aku dengar kau mencuri Kura-kura Emas kemarin. Jadi, kau sedang ingin menolong mereka ketika bertemu denganku, kan? Mereka orang-orang yang malang."
Ryung hanya mendengarkan tanpa berkata apapun.
"Mereka menjadi pencuri pada umur yang begitu muda." kata Eun Chae melanjutkan. "Banyak dari mereka yang terserang penyakit. Walau sekarang musim semi, namun cuaca sangat dingin. Aku khawatir pada mereka. Walau akumengizinkan mereka tinggal di penginapan, tapi itu bukanlag solusi jangka panjang." Eun Chae menoleh ke arah Ryung dan tertawa. "Apa aku bicara terlalu banyak? Bisakah kita pergi sekarang?"
Ryung mengantar Eun Chae pulang sampai ke depan gerbang rumahnya.

Ketika Shi Hoo dan yang lainnya tidak berhasil menemukan Eun Chae, mereka kembali ke rumah. Pelayan Shi Hoo mengatakan kalau Eun Chae sudah pulang.
Seung Seung panik bukan main, namun Eun Chae malah tersenyum-senyum sendiri.
"Apa yang terjadi?" tanya Shi Hoo.
"Itu... Ayah menyuruh orang untuk memaksaku pulang, jadi aku menyelinap pergi." kata Eun Chae berbohong.
"Kau membuka sendiri atap tandu, lalu meletakkan batu di dalamnya?" tanya Shi Hoo tidak percaya. Eun Chae tidak bisa menjawab. "Aku mengerti." kata Shi Hoo pengertian. "Aku bersyukur kau baik-baik saja. Kau harus beristirahat."

Ryung kembali ke markas rahasianya. Ia masih terngiang-ngiang percakapannya dengan Eun Chae. Diambilnya Kura-kura Emas dan Mutiara Hitam.

Keesokkan harinya, beberapa kotak uang dan barang lain muncul dengan ajaib di pemukiman kumuh. Penghuni di sana senang setengah mati.
Dan Ee mengetahui kalau Ryung membuat keributan di pemukiman kumuh dan memukul seorang anak. Ia memukuli Ryung dengan sapu tanpa ampun. Bong Soon, yang saat itu datang, berusaha menghentikan Dan Ee malah terkena pukul juga. Ryung menarik Bong Soon ke belakangnya agar tidak kena pukul dan menggenggam tangannya. Bong Soon diam, teringat masa kecil ketika Ryung melindunginya.
Swe Dol, yang berusaha menghentikan Dan Ee, juga terlempar dan jatuh.
Dan Ee masih sangat marah, kemudian masuk ke dalam rumah.
Ryung tersadar dia sedang menggenggam tangan Bong Soon dan langsung melepas dengan kasar.
"Aku sudah cukup punya banyak masalah." kata Ryung, menarik Bong Soon keluar. "Pergi dari sini! Kenapa kau datang pagi-pagi sekali?"
Bong Soon tertawa. "Aku membawakanmu berapa makanan. Akhir-akhir ini aku sering melihat wajahmu pucat dan kurus."
"Tunggu!" ujar Ryung. "Kemarin kau membantuku di pemukiman kumuh, sekarang kau membawakan aku makanan. Apakah kau..." Ryung menatap Bong Soon, jahil.
"Apa?"
"Jangan pikir dengan bersikap seperti itu aku akan melepasmu!" kata Ryung kesal. "Berhenti melakukan ini dan itu. Cepat kembali bekerja!" Ryung mengambil ikan yang dibawa Bong Soon lalu berjalan masuk ke rumah.
Orang-orang di pemukiman kumuh mendadak berkata pada Eun Chae bahwa mereka akan pergi. "Tadi malam Iljimae memberikan kami uang, makanan dan obat-obatan." kata salah satu dari mereka. "Kami menggunakan uang itu untuk membeli sebuah rumah. Kami ingin hidup dengan baik."
"Tentu saja. Sangat baik jika kalian melakukan itu." kata Eun Chae.
"Kami tidak akan pernah melupakan kebaikan Nona sepanjang hidup kami."
"Dimanapun kalian menetap, jangan lupa memberi kabar." kata Eun Chae, tersenyum. Orang-orang tersebut kemudian memohon pamit dan pergi.
"Nona! Kita bertemu lagi!" seru Ryung. "Sepertinya kita memang ditakdirkan untuk bersama. Wah, udara disini sangat segar. Akan jauh lebih baik jika orang-orang di pemukiman kumuh itu pergi. Apa kau butuh bantuanku untuk mengusir mereka?"
Eun Chae menatap Ryung dengan marah. "Apa yang lakukan di penginapan milik orang lain?"
"Aku sudah tahu kalau kau adalah pemilik yang sebenarnya dari penginapan ini. Kau bisa menghasilkan banyak uang dari penginapan ini. Kau sangat beruntung, Nona!" kata Ryung seenaknya. Ia berbaring. "Wah, dingin sekali!" Ryung bangkit dan berjongkok, melihat Eun Chae. "Tuan Song, tabib di desaku, pernah berkata bahwa orang yang sedang sakit seharusnya tinggal di ruangan yang hangat, jadi mereka akan lebih cepat sembuh. Tidur di sini pasti akan membuat sakit mereka lebih parah." Ryung berdiri dan berkata dengan nada meremehkan. "Aku rasa aku lebih baik pergi ke rumah para bangsawan untuk tidur." Ryung melompat dan berbisik pelan pada Eun Chae. "Di sana bahkan ada tempat tidur penghangat."
Ryung tertawa dan berjalan pergi. Secara tidak langsung, Ryung mencoba memberi saran pada Eun Chae dengan cara yang tidak wajar agar maksud baiknya tidak diketahui.
Eun Chae pulang ke rumah dan menemui ayahnya. "Aku ingin menempatkan tempat tidur penghangat di penginapan." katanya. "Sejarahwan pernah menyebutkan bahwa di Penginapan Sungkun ada tempat tidur penghangat, mengubahnya menjadi tempat yang nyaman untuk pasien."
"Hanya istana dan rumah para bangsawan yang memiliki tempat tidur seperti itu." kata Byun Shik.
"Tidak ada hukum yang menuliskan bahwa hanya istana dan para bangsawan yang boleh memiliki tempat tidur itu." bujuk Eun Chae.
Byun Shik berpikir dan menimban-nimbang. "Di penginapan ada banyak sekali kamar, bila menempatkan tempat tidur penghangat di semua kamar, apakah supply kayu bakar tersedia?"
"Area pegunungan di luar kota dipenuhi oleh pohon pinus." kata Eun Chae. "Kadang-kadang di area tersebut muncul api. Aku dengar Yang Mulia diricuhkan oleh masalah ini."
"Benar."
"Karena itu, kita tidak hanya bisa membuat tempat tidur penghangat untuk penginapan kita, tapi juga bisa mencegah terjadi kebakaran di hutan pinus."

Byun Shik menyampaikan saran pada Raja, sama persis dengan yang dikatakan Eun Chae padanya. "Dengan tempat tidur penghangat, kita bisa mencegah kebakaran hutan, melindungi masyarakat saat musim dingin sekaligus mendapat respek dari masyarakat. Kita bisa mendapat 3 burung dengan satu batu."
Raja menanyakan pendapat para pejabatnya, dan mereka semua setuju. Raja memberi tanggung jawab ini pada Byun Shik.
"Seluruh pikiranku selalu bersama masyarakat dan untuk mengabdi pada Yang Mulia dengan kesetiaanku." ujar Byun Shik, mulai menjilat. "Itulah alasan kenapa aku bisa mendapatkan pemecahan masalah seperti ini, Yang Mulia." (Padahal ide awalnya kan dari Ryung)

Malam harinya, Ryung (sebagai Iljimae) sengaja melukai lengannya sendiri dengan pisau. Eun Chae menemukannya terluka dan menolongnya dengan mengobati Ryung di kamarnya. Ryung mencoba mencari tahu dimana Eun Chae menyimpan buku yang dibutuhkannya, yaitu data tentang keamanan (jumlah prajurit dll) yang ada di rumah para bangsawan dan pejabat.
Seung Seung datang untuk mengantarkan teh. Ryung mematikan lilin agar Seung Seung tidak masuk. Ketika Eun Chae menyalakan lilin itu kembali, Ryung sudah pergi. Ia tidak sadar bahwa bukunya juga hilang.

"Ayah, tunggulah aku." kata Ryung di depan pohon Mae Hwa. "Aku akan segera menemukan siapa orang yang telah membunuh Ayah dan Kakak. Aku akan membawanya kesini agar dia memohon maaf pada kalian." tekad Ryung. "Aku akan membuatnya menderita, seperti halnya penderitaan yang sudah kualami.
Seorang bangsawan sudah menyiapkan jebakan di ruang penyimpanan benda berharganya. Ia memasang banyak besi tajam di lantai ruangan tersebut. "Iljimae, kita lihat bagaimana kau bisa melewati ini!" ujarnya penuh kemenangan.
Sepanjang hari, Ryung duduk di tepi laut untuk memancing. Apa rencananya kali ini?
Malam sudah tiba. Dengan bantuan alat pancingnya, Ryung meletakkan kertas berlukiskan bunga Mae Hwa di atas meja, tempat guci keramik yang sudah dicurinya sebelumnya berada.
Si bangsawan berteriak shock sekaligus marah.
Ryung mengajak Shi Wan memancing. Shi Wan frustasi dan terus menerus berpikir bagaimana cara Iljimae mencuri guci keramik padahal seisi ruangan sudah dipenuhi besi tajam.
"Itu sangat aneh." kata Ryung tersenyum. Ia kemudian hendak memasak hasil pancingan mereka. Tiba-tiba Ryung berteriak, "Tuan! Tolong selamatkan nyawaku!"
Shi Wan bergegas berlari untuk menolong Ryung. "Ryung! Ryung!"
Ryung sedang diserang oleh sebuah gurita yang ukurannya cukup besar. Ryung bukannya berusaha melepaskan si gurita, malah menarik kaki gurita agar melingkar di leher Shi Wan. Ryung tertawa diam-diam melihat Shi Wan ketakutan dan terus berteriak, "Tolong aku!"
Karena sudah merasa cukup, Ryung membuang gurita itu ke pasir.
"Aku selalu ingin makan sup gurita." kata Shi Wan merengek. "Tapi kini akulah yang hampir dimakann oleh gurita."
Wajah Ryung menampakkan bahwa dia sedang merencanakan sesuatu. "Binatang itu memang menyebalkan. Dia memakan segalanya, bahkan memakan ikan hiu dan guci keramik juga." seru Ryung, memberi petunjuk.
"Guci keramik?"
Shi Hoo dan kepala polisi memeriksa tempat kejadian pencurian. Di sana, mereka menemukan percikan air yang rasanya asin.
Shi Hoo berpikir dan membaca buku untuk mencari petunjuk. "Gurita." gumamnya, akhirnya bisa mengetahui trik si pencuri.
Ia bergegas keluar untuk melapor, namun sudah didahului oleh Shi Wan. Ryung tersenyum, senang melihat Shi Hoo terkejut.

Malam itu, Iljimae bertindak lagi. Targetnya kali ini adalah Wali Kota Yong Dong bernama Park Jung.
Ryung membuka gembok dengan cepat dan mudah, namun ternyata pintu tersebut diikatkan dengan tali ke lonceng. Jika pintu tersebut terbuka, maka lonceng akan berbunyi. Tiap ruangan memiliki loncengnya sendiri.
Dengan secepat kilat, Ryung menyusup ke ruang penjagaan yang membunyikan semua lonceng sekaligus. Para penjaga menjadi kalang kabut dan bergegas pergi ke semua ruangan yang loncengnya berbunyi.
Iljimae tidak menemukan pedang yang dicarinya di sana.
Target selanjutnya adalah Kapten Pelatih Pasukan, Goo In Hoo.
Goo In Hoo membeli gembok untuk pintu-pintu di rumahnya dari Swe Dol. "Iljimae tidak akan bisa membuka gembok yang aku pasang." kata Swe Dol, yang berada dalam keadaan mabuk.
"Iljimae! Itu iljimae!" Swe Dol mendengar seseorang berteriak dan menoleh. Ia melihat Iljimae dan dua orang penjaga sedang bertarung dengan menggunakan pedang. Swe Dol mengedipkan matanya untuk memeperjelas pandangannya yang buram karena mabuk. Pertarungan tersebut sangat sengit, namun Iljimae akhirnya terbang di udara dan melompat ke bawah, lalu menghilang.
Keesokkan harinya, Swe Dol menceritakan apa yang dilihatnya pada orang-orang di pasar.
"Ketika aku selesai memasang gembok dan ingin pulang, tiba-tiba... ada hembusan angin." Swe Dol menceritakan dengan bersemangat. "Aku bisa mendengar suara itu dengan jelas. Ketika aku mendongak, Iljimae menggunakan pedang untuk menebas rembulan seperti menebas semangka."
"Semangka?" tanya Ayah Heung Kyun kagum.
"Iljimae kemudian melompat dua kali di udara dan lenyap secepat cahaya!" kata Swe Dol melanjutkan.
"Dia bukan manusia." gumam Kong He berkomentar. "Tadi dia adalah hantu! Bagaimana bisa manusia menebas bulan? Dan melompat dua kali di udara?"

Ryung melihat mereka dari jauh. Teringat peristiwa tadi malam. Pada kenyataannya, Iljimae bertarung dengan kedua penjaga menggunakan pedang, namun malah memukul-mukul penjaga dengan cabang ranting pohon. Iljimae juga tidak melompat dua kali di udara, namun terjatuh dari atap dan melarikan diri dengan terpincang-pincang.
Ryung menata wajahnya agar kelihatan ceria. "Ayah! Dan Ee memanggilmu untuk makan siang." katanya seraya berjalan pergi.
"Ya!" kata Swe Dol. "Tapi kenapa dengan kakimu? Kau berkelahi lagi?"
"Tidak, tidak!"

Eun Chae hendak menjual perhiasannya demi menolong orang-orang yang terkena penyakit menular di Pyung Ahn Do. Byun Shik melarangnya. Namun Eun Chae memaksa pergi. Ryung melihatnya dari jauh.
Ryung berpikir sejenak di markas persembunyiannya, kemudian mengambil sekarung uang dari beberapa peti hasil curiannya.
Ia kemudian pergi ke wilayah terjadinya penyebaran penyakit menular.
"Aku ingin mengangkut mayat." kata Ryung pada penjaga.
"Mayat disini sangat bau." kata Penjaga. "Pakai ini."
Dari dalam, seorang pria menangis dan memohon-mohon agar diizinkan keluar membeli obat untuk ibunya yang sedang sekarat. Namun penjaga tidak mengizinkan mereka keluar dan mendorong mereka sampai jatuh.
"Tanpa obat, tanpa makanan, bagaimana kami bisa hidup?" seru pria itu. "Kalian tidak ingin informasi yang kami punya tersebar keluar! Karena itulah kalian mengkarantina kami!"
Ryung melihat ketidakadilan itu dengan diam. Di dalam, banyak sekali orang yang tergeletak tidak berdaya dan banyak orang mati. Ryung mengeluarkan makanan dan obat-obatan dari dalam gerobak yang dibawanya.
"Iljimae memberi obat dan makanan, obat-obatan dan pakaian pada lebih dari 5000 orang terinfeksi di Pyung Ahn Do." ujar Byun Shik melaporkan pada Raja dan para pejabat dalam rapat.
"Yang Mulia, masyarakat di seluruh wilayah sedang membicarakan cerita tentang Iljimae, pencuri yang berbudi." kata Menteri Kehakiman.
"Julikan pencuri berbudi biasanya digunakan untuk seseorang yang mencuri uang dari pemerintah korupsi, lalu memberikannya pada rakyat miskin." kata Byun Shik. "Apa mungkin kita semua adalah pemerintah yang korupsi?" tanya Byun Shik, tidak menyadari dirinya sendiri.
"Yang Mulia, kita sedang dituduh dengan tuduhan yang tidak benar." kata Menteri Kehakiman.
"Jangan salah sangka." kata Raja. "Semua ini salahku karena tidak mampu mendapat respek masyarakat. Umumkan pada masyarakat, siapapun yang bisa menangkap pencuri itu akan mendapatkan hadial 10.000 batang emas."

"Jika mereka orang miskin, maka mereka akan menjadi warga sipil. Jika mereka warga sipil, maka mereka akan menajdi bangsawan." ujar para penjaga, membaca pengumuman yang dibuat pemerintah untuk menangkap Iljimae.
"Ini kesempatanmu." kata Kepala Polisi pada Shi Hoo. "Jangan sampai kau kehilangan kesempatan ini."
Ibu angkat Dae Shi menyukai Swe Dol dan hendak membawakan makan siang. Namun ia melihat Dan Ee dan Swe Dol sedang makan siang bersama. Malah Swe Dol menyuapi Dan Ee. Hatinya menjadi sakit dan sedih. Dia pulang kembali ke kedai, lalu minum arak.
Kong He merasa Nyonya kedai tidak bertingkah seperti biasanya, lalu mengajaknya mengobrol. Kong He bertanya kenapa si Nyonya menyukai orang jelek seperti Swe Dol.
"Tapi hatinya baik." jawab Nyonya. "Swe Dol sangat pemikir dan memiliki rasa belas kasih pada orang lain."
"Aku memiliki rasa belas kasih pada orang lain lebih banyak." kata Kong He, merasa cemburu dan tidak mau kalah.
"Benar. Waktu para pengawal istana datang, terima kasih karena sudah menolongku."
"Tidak perlu berterima kasih." kata Kong He. "Kekuatan adalah hal yang paling penting bagi laki-laki." Kong He memamerkan otot-otot di tangannya. Nyonya kedai kagum melihat ototnya itu. "Shim Deok.. karena kita berdua sedang bosan, bagaimana kalau kita bercinta?"
Gosip hubungan Nyonya kedai dan Kong He terbesar dengan cepat seantero kota.
Ryung bertanya pada Bong Soon dimana dia bisa membeli ikat rambut. Bong Soon menjawab di seberang jembatan.
"Mau apa lagi?" tanya Ryung, melihat Bong Soon mengikutinya.
"Kau tidak punya selera kecantikan." kata Bong Soon. "Aku akan membantumu memilih."
"Pergi!" usir Ryung, namun Bong Soon tetap mengikuti dia dari belakang.
Bong Soon takut ketinggian, dan menjadi gemetar saat melewati jembatan. Ryung mengulurkan tangannya.
Bong Soon teringat kata-kata Geom kecil. "Jangan takut. Aku akan melindungimu dan tidak akan melepaskan tanganmu. Aku janji."
Bong Soon menerima uluran tangan Ryung. Ryung menggendongnya melewati jembatan.
Ryung membeli sebuah pita pink, lalu di simpan di dalam bajunya. Bong Soon bingung, ia berpikir bahwa Ryung akan memberikan pita itu padanya.
"Berikan itu padaku!" seru Bong Soon, namun Ryung pergi begitu saja.

Ryung (sebagai Iljimae) mengembalikan buku ke kamar Eun Chae dengan diam-diam suatu malam.
Saat hendak pergi, Ryung mendangar ada seseorang datang dan bersembunyi di atas pohon. Ternyata orang itu adalah Eun Chae. Ryung sengaja membuat dahan pohon berbunyi agar Eun Chae menoleh dan ia berpura-pura hendak pergi.
"Tolong jangan pergi." kata Eun Chae. Ia dan Ryung berbincang.
Mendadak Shi Hoo muncul dan mengejar Iljimae. Eun Chae berusaha memanggil Shi Hoo namun Shi Hoo mengacuhkannya.
Shi Hoo bertarung melawan Ryung. Dengan pedangnya, Shi Hoo berhasil melukai perut Ryung dan Ryung berhasil melukai tangan Shi Hoo, kemudian meloloskan diri.
Ryung kembali ke markas persembunyiannya dengan keadaan sekarat. Ryung berganti baju di sana dan berniat pulang ke rumah.
Di saat yang sama, Bong Soon sedang menunggu di depan rumah Ryung. Ia terkejut melihat Ryung berjalan dan kemudian terjatuh.
"Ryung!" seru Bong Soon panik ketika melihat darah di tubuh Ryung.
Shi Hoo pulang ke rumah. Eun Chae terkejut melihat tetesan darah di pedang Shi Hoo dan beranjak hendak mencari Iljimae.
"Ia terluka kan?" tanya Eun Chae, berusaha melepaskan diri karena Shi Hoo melarangnya pergi.
"Bagaimana denganku?" tanya Shi Hoo. "Apa aku sama sekali tidak terlihat di matamu?"
Eun Chae memandang Shi Hoo dan kaget melihat darah di tangannya.
Shi Hoo mengobati tangannya sendiri. Ia menolak bertemu dengan Eun Chae.
Eun Chae kemudian berjalan seorang diri di jalan setapak di hutan, mencari Iljimae.
"Bangun! Bangun! Aku belum membayar hutangku padamu!" tangis Bong Soon. "Jangan mati! Jangan mati! Ryung.. Tolong jangan mati!"
Bong Soon membawa Ryung ke Kong He untuk diobati. Bong Soon keluar untuk menggambil pakaian sementara Kong He membersihkan luka dan tubuh Ryung.
Ia membuka baju Ryung dan melihat ukiran lambang di dada kiri Ryung. Lambang yang dimiliki Raja. Kong He terkejut. Kilatan kenanngan masa lalu saat ia membunuh Lee Won Ho kembali terlintas.

Sinopsis Episode 12

Sinopsis Iljimae Episode 12

Keadaan Ryung sudah cukup membaik. Bong Soon merawat Ryung dengan sangat perhatian. “Itu menyakitkan ya?” tanya Bong Soon, meliht Ryung mengeliat-geliat kesakitan. “Aku tahu kamu menderita. Hidupmu sangat menderita.” Ryung akhirnya sadar, wajahnya pucat pasi. Bong Soon menyuruh Ryung minum obat.
“Apa ini?” tanya Ryung melihat ke dalam mangkuk.
“Darah sapi,” jawab Bong Soon.
“Darah sapi?!” seru Ryung, belum apa-apa dia sudah ingin muntah. “Bawa itu pergi. Aku tidak mahu minum.”
“Aku lari ke rumah hakim di utara untuk meminta ini,” kata Bong Soon. “Besok dia akan pergi ke Wei. Karena itulah keluarganya memotong sapi.”
“Hakim?: Ryung berpikir. Ia teringat saat menyalin buku yang dipinjamnua dari Eun Chae secara diam-diam. Ada nama haki, tersebut. “Kenapa dia pergi ke Wei?”
“Mana aku tahu! Cepat minum!”
Ryung bertanya pada Hee Bong kenapa hakim tersebut pergi ke Wei. Hee Bong menjawab, “Beberapa hari yang lalu, di pantai Pulau Jin, datang sebuah kapal milik Negara Wei dan kapal kemudian tersebut disita. Pihak istana berdebat apakah kapal tersebut merupakan mata-mata dari Wei atau bukan. Karena itulah hakim melakukan perjalanan ke Wei.”
“Berapa lama dia pergi?”
“Tidak bisa diperhitungkan,”jawab Hee Bong. “bisa beberapa bulan, atau beberapa tahun. Kelmarin aku datang ke rumahnya dan dia sudah berbenah.”
“Dia pergi besok, bukan?”
“Ya, tapi kenapa kau ingin tahu?” tanya Hee Bong.
Ryung tersenyum, “Tidak apa-apa.”
Byun Shik meminta Shi Hoo mengambilkan buku laporan di kamar Eun Chae. Eun Chae mengambil buku tersebut di lemari.
“Kenapa buku ini di atas?” gumam Eun Chae.
“Ada apa?” tanya Shi Hoo.
“Tidak apa-apa,” jawab Eun Chae. “Aku biasanya meletakkan buku daftar anggota Jeonwoohoe di bagian bawah, tapi rupanya aku salah meletakkan.”
Sho Hoo curiga. “Apa kau pernah mengajak si pencuri itu masuk ke kamarmu?” tanyanya.
Eun Chae tidak bisa menjawab. “Bagaimana kau bisa melakukan kesalahan seperti itu? Berikan buku itu padaku!”
Shi Hoo membolak-balik halaman buku Jeonwoohoe. Ia kemudian menemui Byun Shik. “Apa itu Jeonwoohoe?” tanyanya. “Aku mencurigai sesuatu.”
“Jeonwoohoe adalah ikatan persaudaraan yang terdiri dari para pemberontak, termasuk para pejabat istana,” jawab Byun Shik. “Tapi sekarang mereka bukan lagi kelompok pemberontak. Semua orang yang berkuasa bisa ikut bagian dalam kelompok tersebut. Kenapa kau ingin tahu?”
Untuk lebih gampangnya, Jeonwoohoe adalah kelompok pemberontak yang dulu berusaha menurunkan raja sebelumnya, Gwang Hae, kemudian mengangkat Raja yang sekarang.
“Semua rumah yang dimasuki oleh pencuri itu adalah rumah para anggota Jeonwoohoe.”
“Byun Shik terkejut. “Apa?”
Akhirnya, Byun Shik memerintahkan di rumah masing-masing anggota Jeonwoohoe harus dijaga oleh para pengawal istana.
Karena hakim akan pergi ke Wei besok dan belum tentu bisa kembali dengan cepat, maka mau tidak mau Ryung harus menyelinap ke rumah hakim tersebut malam ini. Ia memaksakan diri walau kondisi tubuhnya belum sembuh betul. Ryung menyusup ke rumah sang hakim dan melihat pedang yang dimiliki hakim tersebut. Tidak ditemukan lambang pada pedang manapun.
Shi Wan saat itu sedang berjaga di rumah sang hakim. Ia tidak benar-benar berjaga, malah memanggil wanita penghibur ke sana. Ryung mengerjainya. Ia mengikat Shi Wan dan mencelupkannya ke dalam sumur. Wanita penghibur yang dibawa Shi Wan berteriak.
Shi Hoo dan para pengawal berlari-lari mendatang.
“Ke sebelah sana!” seru Shi Wan menunjuk ke arah Iljimae pergi. Pengawal lain melihatnya dan si wanita penghibur dengan heran. “Ke sana!!”
Shi Hoo dan pengawal yang lain mengejar Iljimae. Shi Hoo berhasil melukai kaki Ryung, namun Ryung berhasil kabur dan naik ke tandu milik seorang wanita. Shi Hoo menemukan wanita pemilik tandu disekapdi dalam sebuah gudang kemudian bergegas memerintahkan orang untuk mengejar tandu tersebut.
Pengawal akhirnya berhasil menemukan tandu dan membukanya. Iljimae sudah tidak ada di sana.
Shi Wan membalik tandu, mencari lewat mana Iljimae kabur. Ternyata di bawah tandu itu ada lubang yang menjurus ke tempat penyimpanan biji-bijian. Shi Wan bergegas pergi ke ruang penyimpanan biji-bijian. Ia membuka ruangan penyimpanan dan masuk ke dalamnya, namun tidak ada seorangpun di sana. Ryung menutup dan mengunci pintu ruangan itu dari luar agar Shi Wan dan pengawal yang lain tidak bisa keluar.
Shi Wan naik ke atas, ke saluran yang menuju ke tempat Iljimae tadi menghilang dari tandu. Namun, Ryung sudah meletakkan sebuah batu besar di atasnya. Shi Wan tidak bisa keluar.
Ruang penyimpanan biji-bijian tersebut adalah sebuah ruangan dingin (seperti kulkas).
Shi Hoo, yang akhirnya menyusul Shi Wan ke ruangan tersebut, sudah menemukan para pengawal telanjang karena Shi Wan memakai semua baju mereka.
“Kenapa kau lama sekali datang?” tanya Shi Wan pada Shi Hoo. “Apa kau sengaja melakukannya?”
Shi Hoo menemui Eun Chae. “Dia muncul muncul lagi,” kata Shi Hoo.
Eun Chae lega mendengarnya. “Berarti dia masih hidup,” ujarnya senang.
“Apa kau tidak mengerti? Ia mencoba memperalatmu!” seru Shi Hoo. “Dia datang ke rumah para anggota Jeonwoohoe.”
“Ini kesalahapahaman, kakak,” bela Eun Chae.
“Kesalahpahaman? Baik, aku akan menangkapnya dengan tanganku sendiri dan membuka topengnya di hadapanmu!”
Ryung tidur di rumah. Swe Dol masuk ke kamarnya dan menyentuh kening Ryung.
“Kau demam!” seru Swe Dol, mengoceh dan menasehati Ryung banyak hal tentang ini itu.
“Ayah, aku ingin istirahat sebentar,” kata Ryung, menyuruh ayahnya diam.
“Ya, istirahatlah,” kata Swe Dol. “Tapi kenapa para pengawal memeriksa setiap rumah seperti itu? Mereka bahkan memaksa laki-laki muda di desa untuk membuka baju.”
Ryung cemas. Ia kemudian bangkit dan pergi keluar.
Ryung hendak melarikan diri, namun kemudian ia melihat sebuah geng sedang tawuran melawan geng lain. Ryung ikut ambil bagian.
Kong He geleng-geleng kepala melihat tawuran itu. Tapi begitu melihat Ryung sedang dipukul orang, Kong He bergegas membantunya. “Nak, aku menyuruhmu beristirahat!” kata Kong He pada Ryung. “Kenapa kau malah berkelahi di sini?” Kong He melawan semua orang di sana dengan ilmu bela dirinya yang hebat. Ryung menjadi sangat berkesan. Ia memegangi kakinya yang sakit dan banyak mengeluarkan darah.
Para pengawal datang. Mereka menyuruh orang-orang yang terluka kakinya untuk maju. Ternyata karena tawuran tersebut, banyak orang yang terluka kakinya.
“Dia juga terluka di bagian perut,” kata Shi Hoo.
Kong He menoleh ke Ryung, menyadari apa yang terjadi. Ia kemudian memukul seorang yang paling dekat dengannya. “Apa kau tidak punya orang tua?!” omelnya, mencari keributan. “Pukul aku sekali lagi! Pukul aku sampai mati! Pukul aku sampai mati!”
Kong He memberi isyarat pada Ryung agar pergi. Ryung mengangguk, namun sayang Sho Hoo tidak terpengaruh pada kejadian tersebut dan terus memeriksa mereka. Ryung membuka bajunya perlahan, Kong He sudah siap bertindak. Tapi tiba-tiba...
“Ryung!” Shi Wan melambai, memanggil Ryung. “Apa yang terjadi?! Kau terluka?!” seru Shi Wan khawatir, melihat kaki Ryung yang terluka.
Ryung langsung berteriak kesakitan. “Bukan begitu, Tuan. Aku dilukai oleh Bongdo saat berkelahi.”
“Kau!” Shi Wan marah pada Bongdo dan mengeluarkan pedngnya, namun memasukkannya kembali. Ia kemudian mengajak Ryung pergi. “Ayo! Lukamu harus diobati terlebih dahulu.”
“Dia salah satu orang yang dicurigai,” kata kepala polisi.
“Apa maksudmu?” tanya Shi Wan. “Dia adalah orang kepercayaanku. Ayo pergi!”
Shi Wan memapah Ryung dan berjalan pergi.
Ketidakmampuan Ryung dalam bela diri membuatnya ingin berlatih. Ia teringat kemampuan Kong He dan mencoba mendekatinya.
Ryung membersihkan kandang kuda, tugas yang seharusnya dikerjakan oleh Kong He. Ia kemudian membawakan Kong He satu guci arak dan menyuapinya makan. Ryung memohon dan menyembah-nyembah agar Kong He mengajarinya.
Bong Soon memandang Ryung dari jauh dengan pandangan terpesona. Nyonya Kedai mengagetkannya. “Kenapa kau memandang seperti itu? Memangnya ada yang menarik?”
“Kurasa aku kena gangguan pencernaan,” kata Bong Soon. “Walaupun aku belum makan, tapi aku selalu merasa penuh di sini.” Ia memegang dadanya. “Apa yang terjadi denganku? Apa aku terkena penyakit yang tidak bisa disembuhkan?”
“Anak ini... Benar, kau memang kena penyakit. Penyakit cinta! Apa kau sedang jatuh cinta?”
“Apa? Sakit cinta?” Bong Soon terlihat takut, kemudian melarikan diri.
“Sepertinya memang benar,” kata Nyonya Kedai, mencari laki-laki terdekat. Ia melihat Ryung. “Masa...”
Byun Shik melihat Shi Hoo berlatih bela diri dengan keras. “Kenapa dia?” tanyanya pada kepala polisi.
“Dia hampir saja menangkap Iljimae dua kali, tapi Iljimae selalu berhasil lolos. Hatinya jadi dipenuhi kemarahan.”
Byun Shik mengangguk, kemudian memanggil Shi Hoo.
Shi Hoo diperintahkan untuk mengirim surat pada Chun. Shi Hoo melihat kemampuan bela diri Chun yang hebat, lalu berlutut di hadapannya. “Tolong ajari aku bela diri.” Chun menolak. Shi Hoo tetap berlutut di sana sepanjang hari.
Chun membaca surat dari Byun Shik. “Kim Ik Hee pergi menemui Jung Myung So. Aku harus bertemu dengan Raja secara rahasia.”
Chun mendatangi Shi Hoo, yang masih berlutut walaupun hujan turun dengan deras.
“Aku harus menangkap seseorang,” kata Shi Hoo.
“Kenapa kau sangat ingin menangkapnya?” tanya Chun.
“Karena itu adalah satu-satunya jalan untukku agar bisa hidup sebagai seorang manusia,” kata Shi Hoo. “Caraku untuk mencapai tempat tertinggi.”
Kong He diam-diam berniat pergi. Bong Soon menghadang jalannya. “Mau ke mana kau?” tanya Bong Soon. “Kenapa akhir-akhir ini wajahmu kelihatan sedih?”
“Aku harus menghindari seseorang,” jawab Kong He.
Kong He berjalan pergi. Ryung melihat Kong He hendak pergi, kemudian menutup jalannya. “Mau ke mana kau, Guru? Bawa aku bersamamu.”
“Aku memutuskan pergi karena aku tidak ingin melihatmu.”
“Kau tidak boleh pergi! Tidak boleh!” seru Ryung bersikeras.
“Minggir!”
“Kau tidak boleh pergi!” teriak Ryung, menahan Kong He. Kong He mendorongnya hingga jatuh.
Ryung tidak mahu menyerah. Ia memegangi kaki Kong He. “Kau tidak boleh pergi! Bawa aku bersamamu!” Lagi-lagi Kong He menghempaskan Ryung ke tanah. “Kau tidak boleh pergi!”
Luka di perut Ryung berdarah lagi, namun Ryung tidak memedulikan rasa sakitnya.
“Tolong izinkan aku ikut...” Ryung merangkak di kaki Kong He.
“Kenapa kau sangat ingin belajar bela diri?” tanya Kong He.
“Karena... Aku harus menyelesaikan sesuatu. Jadi aku...Aku tidak boleh mati!”
Ryung menemui Nyang Soon, anak si pedagang sayur. “Taaaraaa!!” Ryung menunjukkan sebuah pita pink padanya. “Aku menggunakan uangmu untuk membeli ini.”
“Uang?” tanya Nyang Soon, tersenyum senang.
“Kakak tampan ini akan mengikatkannya di rambutmu. Bagaimana?” tanya Ryung.
Nyang Soon mengangguk.
Ryung mengikatkan pita itu ke rambut Nyang Soon. “Nyang Soon-ku tesayang sudah cantik sekarang!” ujar Ryung ceria. “Walau kau tidak bertemu denganku beberapa hari ke depan, kau tidak boleh menyukai orang lain.”
“Ke mana kau akan pergi, kakak?”
“Aku akan bekerja keras agar bisa menikahi Nyang Soon,” kata Ryung. “Laki-laki harus punya kekuatan.”
“Tapi ke mana kau akan pergi?”
“Ke tempat yang sangat jauh. Kau harus menuruti kata-kata orang tuamu, ya? Aku pergi sekarang!”
“Hati-hati di jalan,” kata Nyang Soon. “Aku tidak akan menyukai orang lain. Aku akan menjadi anak yang baik dan menunggumu pulang.” Ryung tertawa dan melambaikan tangan padanya.
Bong Soon mengintip dan kesal setengah mati melihat pita yang diberikan pada Nyang Soon.
Ryung kemudian berkunjung ke rumah lamanya.
“Ayah,” kata Ryung di depan pohon Mae Hwa. “Aku tidak bisa mengunjungimu untuk sementara waktu. Tapi aku akan menjadi sepertimu. Aku akan menjadi laki-laki yang kuat saat aku kembali.”
Ryung berjalan ke pohon Mae Hwa dan menyentuh batangnya.
Bong Soon mengikuti Ryung dan mengintipnya dari balik tembok pagar. “Jadi ini adalah rumahmu.” Bong Soon melihat Ryung sedang memandang pohon Mae Hwa dengan sedih.
Ryung meninggalkan surat untuk Swe Dol. Karena Swe Dol tidak bisa membaca, Heung Kyun menolongnya. “Dia bilang, dia ingin pergi ke gunung dan belajar keras untuk ujian yang akan datang.”
“Apa dia meninggalkan pesan khusus padaku?” tanya Swe Dol berharap.
Heung Kyun tersenyum dan memanggil Dan Ee. “Bibi, Ryung bilang kau tidak perlu cemas. Dan ia menyuruhmu menjaga kesehatanmu.”
Swe Dol tersenyum. “Kau sangat dingin padanya, tapi yang dia pikirkan hanya ibuya. Aku jadi iri.”
Kong He dan Ryung menaiki sebuah kapal melewati laut. Sesampainya di pantai, Kong He sengaja membuang barang bawaannya ke laut dan menyuruh Ryung mengambilnya.
Ryung melompat ke laut. “Dingin sekali!” teriaknya. “Aduh, image-ku benar-benar sudah hancur!”
Ryung mengangkat barang bawaan Kong He, namun barang tersebut sangat berat sehingga membuatnya kesulitan mengangkat barang-barang tersebut.
Ryung mengikuti Kong He berjalan dari belakang. Lama mereka berjalan, Ryung mulai menyadari sesuatu. “Paman!” panggilnya. “Bukankah tadi kita sudah melewati tempat ini?”
“Siapa yang menyuruhmu mengikutiku?” tanya Kong He.”Pergi sana!”
Ryung bingung. Ia melihat dermaga kecil tempat rakit tadi, namun kapal itu sudah tidak ada. “Aku ikut dengannmu!” teriaknya.
Mereka akhirnya sampai ke sebuah gubuk kecil. Kong He duduk dengan santai dan berseru pada Ryung. “Keringkan bajuku!”
Ryung mengomel sendiri dan melakukan perintah Kong He.
Kim Ik Hee adalah pejabat yang menemukan surat dari Kwon Do Hyun. Raja merencanakan sesuatu untuk menghabisinya dengan memasang pancingan.
Kim Ik Hee dan kedua pejabat melihat mayat di tengah hutan. “Pihak istana mulai mencari putra Lee Won Ho.”
“Kita harus menemukan putra Lee Won Ho,” kata Kim Ik Hee. “Itulah satu-satunya kesempatan kita agar bisa selamat. Kita karus menggunakan Geom untuk menjatuhkan Raja.”
“Jadi, kita akan melakukan rencana pemberontakan?”
Kong He menyuruh Ryung membersihkan rumah dan mencari kayu bakar, sedangkan dia sendiri bermain-main dengan seorang wanita penghibur bernama Myung Wol. Ryung melihat Kong He dengan kesal.
“Cepat potong kayu bakar!” perintah Kong He padanya.
Ryung belum makan, ia mengendap-endap ke belakang rumah untuk makan.
“Laparnya,” gumam Ryung.
Baru makan satu gigitan, mendadak Kong He muncul dan merebut makanannya.

Sinopsis Iljimae Episode 13
Pembangunan penginapan milik Eun Chae akhirnya selesai dan dilakukan acara...

Sinopsis Iljimae Episode 14
Para protestan meneruskan aksinya di depan gerbang istana. Bong Soon dan Eun...

Sinopsis Iljimae Episode 15
Swe Dol terbangun di tengah malam dan melihat Ryung masih berbaring di...

Sinopsis Iljimae Episode 16
"Kenapa dinding penjara bisa begitu mudah hancur?!" seru Shi Wan...

Sinopsis Iljimae Episode 17
Shi Wan dan kedua anak buahnya mengantarkan seseorang yang diangkat dengan.

sumber: (Terima kasih dan kredit diberikan kepada
http://princess-chocolates.blogspot.com/
untuk sinopsis Iljimae dalam Bahasa Indonesia)

source: (Thank you and credits to
http://wiki.d-addicts.com/
http://www.mysoju.com/
http://princess-chocolates.blogspot.com/
and all sources for the information and pictures) Tinggalkan komentar anda tentang Sinopsis Episode 1 - 17 dalam Bahasa Indonesia - 20 Episode Korean Drama Iljimae (??? ) from May 21, 2008 - July 24, 2008 jika anda suka dengan artikel yang kami suguhkan.

0 komentar:

Posting Komentar